Kritik Sanad Hadis

kritik sanad hadis nabi

Pendahuluan

Hadis didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dinisbatkan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, sebagai utusan-Nya, baik berupa ucapan/ perkataan, tindakan/ perbuatan, maupun ketetapan.

Dalam Islam, hadis selalu menjadi rujukan kedua setelah al-Qur’an. Hadis terdiri dari tiga unsur penting, yaitu sanad, matan, dan rawi. Sanad adalah sandaran atau tempat bersandar dalam sebuah hadis yang pada akhirnya sampai kepada Rasulullah Saw. Matan adalah isi hadis. Sedangkan rawi adalah orang yang memberitakan atau meriwayatkan hadis. Terlepas dari matan hadis, sanad dan rawi merupakan hal yang sangat penting karena kedudukan sebuah hadis tergantung dari kualitas sanad dan rawi.

Hadis merupakan penjelasan terhadap al-Qur’an dengan menetapkan hukum yang belum nyata disebutkan, sekaligus sebagai pengamalan al-Qur’an secara menyeluruh. Dengan demikian, hadis harus benar-benar valid dan dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya berasal dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Bacaan Lainnya
DONASI

Agar mengetahui bahwa suatu hadis benar-benar berasal dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, maka sangat diperlukan untuk melakukan kritik sanad (naqd al-sanad). Mengingat sanad sangatlah penting dalam pemeliharaan kemurnian ajaran islam.

Sanad merupakan suatu keistimewaan yang dimiliki umat Islam dan tidak dapat ditemukan di agama lain serta menjadi tonggak dalam pemeliharaan kemurnian suatu hadis.

Dengan melakukan penelitian sanad hadis, kita dapat mengetahui kemurnian hadis tersebut, apakah hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi bersambung kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam atau tidak. Inilah yang membuat islam bisa seperti sekarang ini.

Banyak sekali di luar sana yang memakai hadis tanpa diteliti terlebih dahulu, apakah hadis tersebut shahih atau tidak, apakah hadis tersebut memiliki sanad yang bersambung kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam atau tidak. Oleh karena itu, dengan melakukan penelitian terhadap sanad, setidaknya kita dapat mengetahui kemuttasilan atau ketersambungan suatu hadis.

Kritik Sanad

Kata kritik berasal dari kata نقد yang merupakan munfarid dari kata yang artinya membedakan. Sedangkan secara istilah, kritik merupakan usaha mencari kekeliruan/ kesalahan kekeliruan untuk menemukan kebenaran.

Adapun kata sanad berasal dari kata سند – يسند – سنودا – و سندا yang mengandung makna ركن واعتماد (sandaran dan pegangan). Sanad hadis merupakan sandaran suatu hadis. Apabila sanad kuat, maka kuatlah suatu hadis. Sebaliknya, apabila ia lemah, maka lemahlah suatu hadis.

Sedangkan secara istilah, sanad dalam ilmu hadis bermakna طريق المتن (jalur matan), yaitu: سلسلة الرواة الدين نقلوا المتن عن مصدره الأول (rangkaian para periwayat yang memindahkan matan dari sumber primernya).

Maka, dapat disimpulkan bahwa sanad adalah jalan yang menyampaikan kepada matan hadis, yakni mata rantai atau silsilah para perawi dari perawi pertama yang memindahkan matan dari sumber primernya (Rasulullah Saw.) hingga perawi terakhir (mukharij).

Adapun yang dimaksud dengan kritik sanad adalah penelitian, penilaian, dan penelusuran terhadap kebenaran silsilah atau mata rantai para perawi mulai dari mukharij (perawi terakhir) sampai kepada perawi pertama yang menerima hadis langsung dari Rasulullah Saw. serta meneliti kredibilitas mereka sebagai periwayat hadis untuk memastikan kualitas hadis yang diriwayatkan oleh para perawi hadis yang bersangkutan.

Dalam penilaian kesahihan hadis, menurut para muhaddisin dapat dilakukan dengan kritik sanad yang ditelusuri melalui lima syarat berikut ini:

1. Ittishal al-Sanad

Yang dimaksud ittishal al-sanad adalah setiap perawi dari sanad suatu hadis, harus menerima hadis langsung dari perawi sebelumnya, begitupun seterusnya hingga akhir sanad (sehingga bersambung sampai Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam).

Untuk mengetahui ketersambungan sebuah sanad, muhaddisin melakukan beberapa hal berikut:

  • mencatat nama para perawi dalam sanad yang ditelitinya,
  • mempelajari riwayat hidup masing-masing perawi untuk mengetahui ketsiqahan perawi dan mengetahui apakah ada hubungan guru dan murid antar perawi, serta
  • meneliti kalimat periwayatan yang digukan oleh para perawi untuk menekankan proses periwayatan hadis.

2. Perawi Adil

Setidaknya memenuhi 4 syarat berikut: Islam, mukallaf, taqwa, dan menjaga muru’ah. Ke‘adalahan perawi dapat diketahui berdasarkan popularitas keutamaan perawi, penilaian ulama jarih wa mu’addil, dan penerapan kaidah al-jarh wa al-ta’dil apabila ulama tidak menyepakati kualitas seorang perawi.

3. Perawi Dabith

Yang dimaksud dengan dabith adalah perawi yang disyaratkan memiliki daya hafal/ daya ingat tinggi yang dimuat dalam dua hal: (a) Dabith sadr, yakni seorang perawi yang hafal suatu hadis dan mampu mengungkapkannya beserta maknanya tanpa tulisan. (b) Dabith kitab, yakni tulisan perawi yang memuat hafalan suatu hadis dengan syarat tulisannya tersebut telah ditashih, dibandingkan, dan dirujuk dari gurunya.

Apabila seorang perawi mengalami kesalahan dalam meriwayatkan suatu hadis, ia masih bisa dinyatakan sebagai perawi yang tsiqah (adil dan dhabith). Hanya saja, hadis yang ia riwayatkan pada kasus dimana kesalahan itu terjadi, tidak dapat diterima dan dinilai dhaif. Oleh karena itu, ulama kritikus hadis harus benar-benar cermat dalam melakukan analisis.

4. Terhindar dari Syadz

Syadz adalah sebuah hadis yang memiliki kejanggalan. Misalnya, hadis riwayat seorang perawi yang tsiqah menyalahi hadis yang riwayat banyak perawi yang tsiqah pula atau hadis riwayat seorang perawi tsiqah menyalahi hadis riwayat seorang perawi yang lebih tsiqah.

Untuk mengetahui syadz, dapat dilakukan dengan metode muqaran (perbandingan) yaitu dengan mengumpulkan/ menghimpun seluruh sanad hadis yang memiliki tema serupa, selanjutnya melakukan i’tibar dan membandingkannya sehingga dapat diketahui ada atau tidaknya unsur syadz didalamnya.

Kemudian menganalisis dan meneliti biografi masing-masing perawi, juga kualitas mereka pada seluruh sanad. Apabila para perawi tersebut tsiqah, namun terdapat sebuah sanad yang bertentangan dengan riwayat-riwayat yang tsiqah, maka sanad yang menyalahinya tersebut disebut sanad syadz dan yang menyelisihinya disebut sanad mahfuz.

5. Terhindar dari ‘Illat

Illat adalah adanya kerancuan atau kecacatan yang dapat merusak kualitas hadis sehingga tidak dapat dinyatakan sebagai hadis sahih.

Menurut muhaddisin, ‘illat dapat terjadi pada sanad, matan maupun keduanya secara bersamaan. Namun, yang paling banyak ditemukan ‘illat-nya ialah pada sanad hadis, yakni dalam bentuk: (a) sanad terlihat muttashil dan marfu’, padahal muttashil – mawquf, (b) sanad terlihat muttsahil – marfu’, padahal muttashil – mursal, (c) adanya percampuran antara suatu hadis dengan hadis lain, serta (d) adanya kesalahan dalam penyebutan nama perawi sebab banyak perawi yang memiliki nama serupa, sedangkan kualitas mereka tidak sama/ berbeda.

Agar suatu sanad dapat dinyatakan shahih, maka syarat-syarat tersebut diatas harus dipenuhi. Jika tidak demikian, derajat suatu hadis dinyatakan dha’if, sehingga tidak dapat dijadikan hujjah.

Contoh Kritik Sanad: Hadis Tentang Siksa Kubur Sebab Kencing

Hadis Riwayat Ibnu Majah No. 342

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكْثَرُ عَذَابِ الْقَبْرِ مِنْ الْبَوْلِ

“Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah berkata, telah menceritakan kepada kami ‘Affan berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Awanah dari Al A’masy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Mayoritas siksa yang terjadi di alam kubur adalah karena sebab kencing.” (Ibnu Majah: 342).

Berdasarkan penulusuran terhadap beberapa kitab hadis yang terhimpun di dalam kutub al-tis’ah, berikut adalah jalur periwayatan lain dari hadis tersebut (hadis penguat):

حَدَّثَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ سُلَيْمَانَ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَكْثَرُ عَذَابِ الْقَبْرِ فِي الْبَوْل

“Telah menceritakan kepada kami ‘Affan telah menceritakan kepada kami Abu ‘Awanah dari Sulaiman Al A’masy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah dari Nabi ,ﷺ beliau bersabda, “Kebanyakan siksa kubur adalah karena sebab kencing.” (Musnad Ahmad: 8672).

حَدَّثَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ سُلَيْمَانَ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ أَكْثَرَ عَذَابِ الْقَبْرِ مِنْ الْبَوْلِ

“Telah menceritakan kepada kami ‘Affan telah menceritakan kepada kami Abu ‘Awanah dari Sulaiman Al A’masy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah dari Nabi ,ﷺbeliau bersabda, “Sesungguhnya kebanyakan siksa kubur adalah karena sebab kencing.” (Musnad Ahmad: 8698).

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَمَّادٍ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنِ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَكْثَرُ عَذَابِ الْقَبْرِ فِي الْبَوْلِ

“Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Hammad telah menceritakan kepada kami Abu ‘Awanah dari Al A’masy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah dari Nabi ,ﷺbeliau bersabda, “Kebanyakan siksa kubur karena sebab kencing.” (Musnad Ahmad: 7981).

Kualitas Perawi Hadis dan Ketersambungan Sanad

1. Ibnu Majah

Bernama lengkap Muhammad bin Yazid Al-Rabi’i Maulahum, (Abu Abdullah Ibnu Majjah al-Qazwaini al-Hafidz). Beliau lahir pada tahun 209 H dan wafat pada tahun 273 H.

Beliau berguru kepada para ulama’ dari negara Khurasan, Iraq, Hijaz, Mesir, dan Syam, diantara ulama’ tersebut adalah Abu Bakar bin Abi Syaibah, Ali bin Muhammad Ath-Thanafusi, Suwaid bin Sa’id, Ibrahim bin Mundzir al-Hizami, Hisyam bin Amr, dan Muhammad bin Abdullah bin Numair.

Adapun murid-murid beliau, diantaranya adalah Ishaq bin Muhammad al-Qazwaini, Ja’far bin Idris, Abu Thayyib Ahmad Al-Baghdadi, dan Muhammad bin Isa Al-Abhari. Tidak ada ulama yang meragukan kredibilitasnya. Banyak ulama yang menilainya hafidz dan tsiqah, seperti Ibnu Hajar yang menilainya “hafidz (ahad al-a’immah)” dan Abu Ya’la al-Khalili yang menilainya tsiqah. Bahkan Kitab Sunan karyanya dinilai sebagai salah satu kitab induk (kutub al-sittah dan kutub al-tis’ah).

2. Abu Bakar bin Abi Syaibah

Abu Bakar bin Abi Syaibah merupakan kalangan tabi’ al-atba’. Beliau memiliki nama lengkap Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah Ibrahim bin ‘Utsman, dengan kuniyah Abu Bakar. Beliau lahir di Kufah pada tahun 159 H dan wafat pada tahun 235 H. Di antara guru beliau adalah Jarir bin Abdul Hamid, Husaim bin Bashir as-Salami, Yazid bin Harun, dan Affan bin Muslim. Beliau adalah lautan ilmu. Ibnu Hajar menilainya “tsiqah hafidz, shahib tashanif”.

Demikian juga Al-‘Ijli dan Abu Hatim menilainya “tsiqah”. Banyak para ulama yang berguru kepada beliau, diantaranya adalah Imam Bukhari, Muslim, Abu Daud, dan Ibnu Majah yang meriwayatkan hadis dari beliau.

3. Affan Bin Muslim

Sama halnya dengan Abu Bakar bin Abi Syaibah, Affan bin Muslim juga merupakan kalangan tabi’ al-atba’. Beliau memiliki nama lengkap Affan bin Muslim bin ‘Abdullah, dengan kuniyah Abu ‘Utsman. Beliau tinggal di Baghdad dan wafat pada tahun 220 H.

Di antara guru beliau adalah Tsabit bin Yazid, Salam abi Mundzir al-Qari, Hammad bin Zaid, Ismail ibnu ‘Ulyah, dan Abu Awanah. Adapun murid-murid beliau, diantaranya adalah Bukhari, Husain bin ‘isa Al-Busthami, Ahmad bin Hambal, dan Abu Bakar bin Abi Syaibah. Komentar ulama’. Para ulama hadis menyepakati bahwa beliau termasuk perawi yang tsiqah.

4. Abu Awanah

Abu Awanah adalah ulama kalangan tabi’ut tabi’in. Nama lengkap beliau adalah Wadldloh bin ‘Abdullah. Namun biasa dikenal dengan kuniyah Abu ‘Awanah. Beliau tinggal di Bashrah dan berguru pada Al-A’masy, Ibrahim bin Muhammad, Haris bin Ubaid, dan ulama lainnya.

Di antara murid-murid beliau adalah Affan bin Muslim, Adam bin Abdurrahman, dan Ahmad bin Abdul Malik. Beliau wafat pada tahun 176 H. Untuk predikatnya, banyak ulama yang menilainya tsiqah, seperti Abu Hatim, Abu Zur’ah, dan Ibnu Sa’d.

5. Al-A’masy

Nama lengkap Al-A’masy adalah Sulaiman bin Mihran al-Asadi Al-Kahali Abu Muhammad Al-Kufi Al-A’masy. Beliau merupakan kalangan tabi’in yang lahir di Thabaristan pada tahun 61 H dan tinggal di Kufah.

Di antara guru beliau adalah Abu Shalih, Abu Amr Asy-Syaibani, Abu Yahya, dan Ibrahim bin Yazid. Banyak ulama yang meriwayatkan hadis darinya, seperti Al-A’masy, Zaid bin Aslam, Al-Hakam bin Utaibah, dan masih banyak lagi. Beliau wafat pada tahun 147 H. Adapun mengenai kredibilitas beliau, para ulama menilainya tsiqah.

6. Abu Shalih

Sama halnya dengan Al-A’masy, Abu Shalih juga merupakan kalangan tabi’in. Nama lengkap beliau adalah Dzakwan Abu Shalih as-Samman al-Ziyat al-Madani maula Ummul Mukminin Juwairiyah al-Ghatfaniyah. Yang dikenal dengan kuniyah Abu Shalih.

Beliau lahir pada masa pemerintahan Umar bin Khattab dan wafat pada tahun 101 H. beliau tinggal di Madinah dan berguru kepada beberapa ulama, seperti Abu Hurairah, ‘Aisyah, Ummu Habibah, Ibnu Abbas, dan Ibnu ‘Ayyash.

Di antara murid beliau adalah Al-A’masy, Suhail bin Abi Shalih, Shafwan bin Salim, Muhammad bin Sirrin, dan Abdullah bin Dinar. Untuk kredibilitasnya, para ulama menilainya tsiqah.

7. Abu Hurairah

Abu Hurairah merupakan salah satu sahabat Nabi Muhammad Saw. yang banyak meriwayatkan hadis. Beliau memiliki nama lengkap Abdul Rahman bin Shakhr. Namun lebih dikenal dengan kuniyah Abu Hurairah.

Beliau tinggal di Madinah dan berguru langsung kepada Nabi Muhammad Saw., juga kepada para sahabat, seperti Ali bin Abi Thalib, Usman bin Affan, dan Umar bin Khattab. Diantara murid beliau adalah Abu Shalih, Abu Bakar bin Muhammad, Abu Bakar bin Sulaiman, dan masih banyak lagi. Beliau wafat pada tahun 57 H. Mengenai kredibilitasnya, tidak diragukan lagi. Karena para sahabat dihukumi adil oleh para ulama.

Lambang yang digunakan oleh Ibnu Majah, Abu Bakar bin Abi Syaibah, dan Affan Bin Muslim adalah kata “haddasthana”. Kata tersebut menunjukkan bahwa terjadi proses penerimaan hadis secara al-sama’. Hal ini merupakan cara yang tinggi nilainya menurut para muhadditsin.

Jadi, para periwayat hadis yang telah mengatakan bahwa ia telah menerima hadis diatas dari guru beliau dengan metode al-asma’, dapat dipercaya akan kebenarannya. Dengan demikian, sanad antara Ibnu Majah, Abu Bakar bin Abi Syaibah, Affan bin Muslim dan Abu Awanah dalam keadaan bersambung (muttasil).

Sementara lambang periwayatan yang digunakan oleh Abu Awanah, Al-A’masy, dan Abu Shalih adalah huruf “‘an”. Meskipun menggunakan lafadz tersebut, tetap ada kemungkinan akan terjadinya pertemuan antara mereka sebab diantara mereka terjadi proses guru dan murid. Semua itu berarti sanad antara Abu Awanah, Al-A’masy, dan Abu Shalih dalam keadaan bersambung (muttasil).

Adapun lambang yang digunakan oleh Abu Hurairah adalah kata “qaala”. Meskipun demikian, tetap memungkinkan adanya pertemuan antara Abu Hurairah dengan Rasulullah. Sebab terjadi proses guru dan murid sebagaimana yang dijelaskan dalam kitab tahdhib al-tahdhib dan tahdhib alkamal.

Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa sanad antara Ibnu Majah, Abu Bakar bin Abi Syaibah, Affan bin Muslim, Abu Awanah, Al-A’masy, Abu Shalih, dan Abu Hurairah itu dihukumi muttasil hingga Rasulullah Saw.

Berdasarkan dari hasil penelusuran sanad hadis tersebut, dapat diketahui bahwa hadis ini dapat memenuhi syarat sebagaimana yang telah disebutkan di atas.

Dengan mengetahui tahun wafat mereka, maka dapat dipastikan kemungkinan adanya pertemuan antara mereka. Sehingga tidak diragukan bahwa riwayat tersebut bersambung (muttasil). Selain itu, banyak kritikus hadis yang menilai mereka sebagai perawi yang tsiqah (adil dan dhabit). Juga tidak ditemukan syadz pada hadis tersebut, karena memiliki beberapa hadis penguat yang sama sekali tidak bertentangan. ‘Illat juga tidak ditemukan dalam hadis ini.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hadis tersebut berkualitas shahih dari segi sanad. Beberapa pendapat ulama’ hadis dalam kitab-kitab nya juga membahasnya, bahwa hadis ini merupakan hadis shahih. Meskipun ada sebagian kecil yang menyebutkan hasan mashurr, tetapi mayoritas ulama’ menyebutkan hadis ini shahih.

Penutup

Kritik sanad (naqd al-sanad) perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas sebuah hadis, mengingat posisi sanad merupakan salah satu unsur penting dalam hadis. Dengan kritik sanad, kita dapat mengetahui kebenaran mata rantai atau silsilah para perawi mulai dari mukharij (perawi terakhir) sampai kepada perawi pertama yang menerima hadis langsung dari Rasulullah Saw.

Ada lima hal yang harus ditinjau untuk memastikan kesahihan suatu hadis yakni; ittishal al-sanad, perawinya tsiqah, serta matannya tidak terdapat syadz maupun ‘illat. Apabila telah memenuhi lima syarat tersebut, maka hadis dapat dikatakan shahih secara sanad. Namun, keshahihan sanad tetap tidak menjamin diterima atau tidaknya suatu hadis.

Agar dapat dikatakan sebagai hadis shahih, suatu hadis juga perlu diteliti keshahihan matannya melalui kritik matan (naqd al-matn). Dengan hanya melakukan kritik sanad, kita dapat mengetahui kebenaran isi suatu hadis. Sebaliknya, jika hanya melakukan kritik matan, kita tidak dapat mengetahui akan kemuttasilan suatu hadis. Suatu hadis dapat dinyatakan shahih apabila kedua unsur tersebut shahih.

Sanad sangat menentukan diterima atau tidaknya suatu hadis. Periwayatan perawi tsiqah dari perawi tsiqah pula hingga bersambung hingga Rasulullah Saw. ini merupakan suatu keistimewaan islam yang tidak ditemukan pada agama lain.

Sanad menjadi tonggak dalam pemeliharaan kemurnian suatu hadis. Dengan adanya sanad, kemurnian ajaran agama islam tetap terjaga dan terpelihara sampai sekarang ini. Oleh karena itu, sangat perlu untuk mempertimbangkan pertanyaan yang diajukan oleh beberapa pemikir islam modern tentang an kebenaran dalam kitab-kitab biografi perawi hadis yang mayoritas dari mereka telah wafat.

Apabila selama ini akurasi tersebut hanya berdasarkan kepercayaan terhadap para penulisnya, maka perlu dilakukan sebuah metodologi penelitian baru yang mampu menjawab pertanyaan-pertannyaan tersebut. Apabila usaha ini berhasil, maka akan memperkuat tingkat kepercayaan terhadap kemuttasilan suatu hadis. Inilah peluang pengembangan ilmu hadis yang dapat dilakukan oleh para pecinta hadis. 

Penulis: Shera Diva Zahiyah
Mahasiswa Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Referensi

الموسوعة الحديثية https://play.google.com/store/apps/details?id=com.zad.hadith Imtyas, Rizkiyatul. “Metode Kritik Sanad dan Matan,” Jurnal Ilmu Ushuluddin No. 1 (2018): 18-32 http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/una

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI