1. Yang Takut kepada Allah
Allah berfirman dalam QS. Ath – Thalaaq ayat 10,
َعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا ۖ فَاتَّقُوا اللَّهَ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ الَّذِينَ آمَنُوا ۚ قَدْ أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكُمْ ذِكْرًا
Ciri-ciri Islam ulil albab dalam ayat tersebut adalah bertakwa kepada Allah, beriman kepada Allah, dan orang yang selalu mengingat Allah.
Orang yang bertakwa kepada Allah akan selalu menjalankan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah dan akan menjauhi segala laranganNya. Karena di akhirat kelak manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan yang dikerjakan selama hidup di dunia.
Barang siapa yang taat kepadaNya, Allah balas dengan balasan yang sempurna. Sedangkan barang siapa yang durhaka kepadaNya, niscaya Allah akan menyiksanya dengan siksaan yang sangat keras.
Orang yang beriman kepada Allah akan menjadi dasar kuat bagi kita untuk beriman terhadap apa-apa yang ada sebelum kehidupan dunia yaitu Allah, dan kepada kehidupan setelah dunia yaitu hari akhirat.
Apabila sudah diketahui bahwa perintah Allah merupakan hubungan antara kehidupan dunia dengan kehidupan sebelumnya, terkait dengan hubungan penciptaan, sedangkan perhitungan amal manusia atas apa yang dikerjakannya di dunia merupakan keterkaitan dengan kehidupan setelah dunia, maka kehidupan dunia ini harus dihubungkan dengan apa yang ada sebelum kehidupan dunia dan yang ada sesudahnya.
Karena itu manusia wajib menjalani kehidupan ini sesuai dengan peraturan Allah, dan wajib meyakini bahwa ia akan di hisab di hari kiamat nanti atas seluruh perbuatan yang dilakukannya di dunia.
Orang yang selalu mengingat Allah baik dalam kondisi berbaring, duduk, maupun berdiri, dia akan selalu berusaha memikirkan terlebih dahulu sebelum ia bertindak sesuatu. Apakah perbuatan itu termasuk perbuatan maksiat ataukah termasuk perbuatan yang terpuji.
2. Mentauhidkan Masyarakat
Allah SWT berfirman dalam QS. Ibrahim ayat 52,
أَعَدَّ ٱللَّهُ لَهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا فَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ يَٰٓأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قَدْ أَنزَلَ ٱللَّهُ إِلَيْكُمْ ذِكْرًا
Ciri-ciri manusia ulil albab adalah orang yang senantiasa bertakwa kepada Allah, orang-orang yang meyakini keberadaan Allah, dan selalu berdizikir kepada Allah.
Masyarakat yang memiliki keyakinan dan perilaku syirik tidak akan dibiarkan oleh manusia ulil albab. Orang yang bertakwa kepada Allah, ia berusaha mentauhidkan masyarakat apabila dia tahu bahwa perbuatan itu adalah perbuatan syirik yang sangat dibenci oleh Allah.
Orang yang meyakini keberadaan Allah, wajib menjadikan imannya betul-betul muncul dari proses berfikir, selalu meneliti, memperhatikan dan senantiasa merujuk kepada akalnya secara mutlak dalam beriman kepada adanya Allah.
Ajakan untuk memperhatikan alam semesta dengan seksama, dalam rangka mencari sunnatullah serta untuk memperoleh petunjuk agar beriman terhadap Penciptanya, telah disebut ratusan kali oleh Al-Qur’an dalam berbagai surat yang berbeda.
Semuanya ditujukan kepada potensi akal manusia untuk diajak berfikir dan merenung, sehingga imannya betul-betul muncul dari akal dan bukti yang nyata.
Di samping untuk memperingatkannya agar tidak mengambil jalan yang telah ditempuh oleh adat kebiasaan, tanpa meneliti dan menguji kembali sejauh mana keberadaannya. Inilah iman yang diserukan Islam.
Iman semacam ini bukanlah seperti yang dikatakan orang sebagai imannya orang lemah, melainkan iman yang berpijak pada pemikiran yang cemerlang dan meyakinkan, yang senantiasa mengamati alam sekitar, berpikir dan berpikir. Melalui pengamatan dan perenungannya akan sampai pada keyakinan tentang adanya Allah.
Orang yang selalu berdzikir kepada Allah, dirinya senantiasa akan mengakui/ membenarkan bahwa Allah itu ada. Dia-lah Allah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah, memiliki sifat kesempurnaan, penentu peruntungan/takdir manusia.
Zikir semestinya diimplementasikan dengan hati, lisan dan perbuatan. Manusia diberi fasilitas berupa akal yang berpotensi untuk memikirkan atau melakukan penalaran terhadap obyek segenap ciptaan Allah.
3. Senantiasa Berzikir kepada Allah dalam Keadaan/Situasi Apapun
Allah berfirman dalam QS. Ali – Imran ayat 190 – 191,
إِنَّ فِي خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱخۡتِلَٰفِ ٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ لَأٓيَٰتٖ لِّأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ
ٱلَّذِينَ يَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ قِيَٰمٗا وَقُعُودٗا وَعَلَىٰ جُنُوبِهِمۡ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ رَبَّنَا مَا خَلَقۡتَ هَٰذَا بَٰطِلٗا سُبۡحَٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ
Ciri-ciri ulil albab dalam ayat tersebut adalah orang yang memperhatikan tanda-tanda kebesaran Allah dan orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, dalam keadaan berbaring, mereka memikirkan tentang ciptaan Allah.
Orang berakal akan mampu membuktikan hanya dengan mengindera benda-benda di sekitarnya, bahwa di balik benda-benda itu pasti terdapat Pencipta yang telah menciptakannya.
Jadi untuk membuktikan adanya tanda-tanda kekuasaan Allah, sebenarnya cukup hanya dengan mengarahkan perhatian manusia terdapat benda-benda yang ada di alam semesta, fenomena hidup, dan diri manusia sendiri.
Dengan mengamati salah satu planet, merenungi fenomena hidup, atau meneliti salah satu bagian dari diri manusia, akan kita dapati bukti nyata adanya tanda-tanda kebesaran Allah. Ajakan itu ditujukan untuk dijadikan petunjuk akan adanya Pencipta, sehingga imannya kepada Allah menjadi iman yang mantap, yang berakar pada akal dan bukti yang nyata.
Orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang ciptaan Allah dimanapun ia berada dan dalam keadaan apapun.
Allah memerintahkan kita untuk melihat, merenung, dan mengambil kesimpulan pada tanda-tanda ke-Tuhanan. Karena tanda-tanda tersebut tidak mungkin ada kecuali diciptakan oleh Yang Maha Kaya dan tidak membutuhkan apapun yang ada di alam semesta. Dengan menyakini hal tersebut maka keimanan mereka bersandarkan atas keyakinan yang benar dan bukan hanya sekedar ikut-ikutan. Pada lafal لَأٓيَٰتٖ لِّأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ “Terdapat tanda bagi orang yang berakal”.
Inilah salah satu fungsi akal yang diberikan kepada manusia, yaitu agar mereka dapat menggunakan akal tersebut untuk merenungi tanda-tanda yang telah diberikan oleh Allah.
4. Mengambil Pelajaran dari Sejarah Umat Terdahulu
Allah berfirman dalam QS. Yusuf ayat 111,
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ ۗ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَىٰ وَلَٰكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Ciri-ciri islam ulil albab di dalam ayat ini adalah dapat mengambil pelajaran pada kisah terdahulu, orang yang beriman kepada Allah dan membenarkan kitab-kitab yang ada sebelumnya.
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelum Al-Quran, menjelaskan segala sesuatu yang diperlukan dalam agama, sebagai petunjuk dari kesesatan dan rahmat bagi orang yang beriman.
Kitab yang datang dari Allah dan sejarah masa lalu merupakan rujukan penting untuk berpikir bagi seorang ulil albab.
Kondisi saat ini dibandingkan dengan kondisi pada zaman Rasulullah tentu jelas berbeda. Dengan memahami sejarah pada zaman Rasulullah, maka seorang ulil albab akan mampu mengambil pelajaran dari sejarah Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.
Al-Qur’an membenarkan apa yang benar yang ada dalam kitab-kitab terdahulu, juga membuang semua perubahan, penggantian, dan penyelewengan yang ada pada kitab-kitab terdahulu, serta menghukuminya dengan merevisinya atau menguatkannya jika benar.
Halal dan haram, hal yang disukai dan dibenci, yang berupa perintah ketaatan/kewajiban dan yang disunnahkan, serta larangan mengerjakan hal-hal yang diharamkan dan yang dimakruhkan. Di dalam Al-Qur’an terdapat berita tentang perkara-perkara yang besar, hal-hal gaib yang akan terjadi di masa mendatang secara global dan terinci.
5. Mendapat Hikmah dari Allah
Allah berfirman dalam QS. Al – Baqarah ayat 269,
يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ
Islam ulil albab di ayat tersebut adalah orang yang dianugerahi karunia yang banyak dan orang yang bisa mengambil pelajaran. Allah akan memberi hikmah (ilmu yang bermanfaat, yang mendorong manusia untuk bekerja/berkarya pada siapa yang dikehendaki-Nya.
6. Bersungguh-sungguh Menggali Ilmu Pengetahuan
Allah berfirman dalam QS. Ali Imran ayat 7,
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ ۖ فَأَمَّا الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ ۗ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلَّا اللَّهُ ۗ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ
Ciri-ciri islam ulil albab di ayat tersebut adalah orang yang dapat mengambil pelajaran, orang yang mendalami ilmu pengetahuan, dan orang yang beriman kepada ayat Al-Qur’an.
Seorang ulil albab akan selalu menuntut ilmu dan punya tekad untuk menegakkan kebenaran Islamnya. Manusia akan mampu menemukan citra dirinya sebagai manusia yang berakal bila mau berpikir dan berdzikir, berpengetahuan tinggi serta menguasai teknologi.
Orang yang dalam hatinya cenderung pada kesesatan, menyeleweng dari kebenaran, maka mereka akan mengikuti ayat yang mutasyabihat (ayat-ayat yang samar maknanya dan tersembunyi dari kebanyakan manusia).
Tidak ada yang mengetahuinya kecuali orang yang kokoh keilmuannya. Adapun orang yang kokoh ilmunya, mereka mengimani semuanya, baik yang mutasyabihat maupun yang muhkam.
Mereka meyakini bahwa Al Quran berasal dari Allah dan tidak saling bertentangan. Kewajiban kita adalah menafsirkan ayat mutasyabihat dengan ayat yang muhkam. Tugas kita adalah menuntut ilmu terutama pengetahuan ilmu agama islam.
7. Teliti dan Kritis
Allah berfirman dalam QS. Az – Zumar ayat 18,
ٱلَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ ٱلْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُۥٓ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ هَدَىٰهُمُ ٱللَّهُ ۖ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمْ أُو۟لُوا۟ ٱلْأَلْبَٰبِ
Ciri-ciri islam ulil albab di ayat tersebut adalah orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan mengikuti apa-apa yang paling baik perkataannya.
Teliti dan kritis dalam menerima informasi, baik itu teori maupun dalil yang dikemukakan orang lain. Seorang ulil albab tidak mau bertaqlid pada orang lain sehingga ia tidak langsung mau mempercayainya sebelum ia terlebih dahulu mengecek kebenarannya.
Ia kritis terhadap pemikiran sehingga dia hanya mengikuti yang benar. Hatinya sudah dapat membedakan mana yang haq dan mana yang bathil.
8. Mempertahankan Kebenaran
Allah berfirman dalam QS. Al – Maidah ayat 100,
قُلْ لَا يَسْتَوِي الْخَبِيثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ أَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيثِ ۚ فَاتَّقُوا اللَّهَ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Ciri-ciri islam ulil albab di ayat tersebut adalah bertakwa kepada Allah. Meskipun kebathilan semakin merajalela, manusia ulil albab selalu mempertahankan kebenaran walaupun hanya seorang diri.
Manusia ulil albab mampu memisahkan antara yang baik dan yang jelek, antara yang bermanfaat dan yang mudarat. Selalu berpegang teguh dan mempertahankan kebaikan tersebut walau sendirian dan walaupun kejahatan didukung oleh orang banyak.
Menyampaikan dan mempertahankan kebenaran untuk memperbaiki ketidakberesan yang terjadi di tengah- tengah masyarakat, memberikan peringatan bila terjadi ketimpangan dan memprotesnya bila terjadi ketidak-adilan dan kesewenang-wenangan.
Yang buruk dengan yang baik itu tidak sama, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik perhatian manusia. Contoh, ada perempuan yang mengumbar auratnya kemana-mana, tetapi justru laki-laki sekarang ini malah lebih memilih perempuan yang seperti itu yang mengumbar auratnya daripada perempuan muslimah yang menutup auratnya.
Apabila kita melihat kejadian seperti itu, kita melihat ada orang yang mengumbar auratnya, orang yang mempunyai akal, pasti akan menyampaikan bahwa seorang muslim itu wajib menutup auratnya ketika keluar rumah dan ketika berhadapan dengan yang bukan mahram.
Tim Penulis:
1. Wafiah Nur Aini
Mahasiswa Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia
2. Nur Zaytun Hasanah
Alumni Mahasiswa S1 Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia
Referensi:
- http://studia-samarinda.blogspot.com/2013/03/delapan-ciri-ulil-albab.html?m=1
- http://sasmitagoomi.blogspot.com/2016/01/ulul-albab-orang-yang-berakal-dan.html
- Aden Wijdan dkk. 2007. Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Safiria Insania.
- Aunurrahim Faqih. 2015. Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: UII Press.
- Karim M Abdul. 2012. Sejarah Pemikiran – Peradaban Islam. Yogyakarta: Bagaskara.