Pemerintah kini memberlakukan larangan jual beli barang bekas atau thrifting yang mana barang thrifting tersebut sedang menjadi tren bagi generasi milenial dan gen z. Dari tahun 2021 tren thrifting ini sudah banyak digemari.
Namun, ternyata menurut pemerintah tren thrifting ini sangat menghambat perkembangan tekstil dalam negeri dan juga membuat UMKM Indonesia menurun.
Pemerintah melakukan penyitaan dan pembakaran barang thrifting bagi para produsen yang masih menjual di tempat-tempat besar seperti pada saat car free day, di sana banyak usaha thrifting tiap paginya. Selain itu, pemerintah juga berencana menutup beberapa platform online yang menjual barang thrifting.
Baca Juga: Dampak Trend Thrifting bagi Lingkungan: Solusi atau Polusi
“Teman-teman idEA komitmen untuk turut memberantas kegiatan ini dengan langkah sosialisasi, mengingatkan kewajiban dari penjual untuk declare barangnya termasuk mengenai legalitas barang dan melakukan tindakan take down dan blacklist kalau berkali-kali tidak bisa ditertibkan,” kata Hanung dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (16/3/2023) dikutip dari kompasTV.
Tentunya larangan dari pemerintah ini membuat banyak kontra khususnya bagi para produsen thrifting yang sudah merintis bisnis thrifting mereka kurang lebih 1 sampai 2 tahun. Banyak di antara mereka yang mengalami kerugian besar akibat larangan pemerintah ini dikarenakan penghasilan utama mereka dari bisnis tersebut.
Baca Juga: Usaha Thrift Mengancam Industri Tekstil RI
Beberapa dari mereka memilih untuk tetap menjual barang thrifting secara diam-diam agar barang yang mereka jual tidak disita dan dibakar oleh pemerintah. Namun demikian, beberapa orang juga setuju dengan adanya larangan ini karena menurut mereka jual beli thrifting ini menghambat penjualan produk dalam negeri.
Penulis:
1. Hemassa wijayaning
2. Linkke Radhea F.
3. Fiqih Yuwan M.
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi