Seringkali kita menganggap Hukum Tata Negara (HTN) hanya sebagai teori yang hidup di ruang kelas, dibahas saat kuliah, lalu dilupakan setelah ujian. Tapi benarkah HTN hanya sebatas itu?
Padahal, HTN adalah ruh dari keberlangsungan sistem kenegaraan. Ia bukan hanya tentang pasal-pasal dalam buku tebal, tapi menyangkut bagaimana kekuasaan dijalankan, bagaimana rakyat dilindungi, dan bagaimana negara berdiri tegak di tengah tantangan zaman.
Di era modern ini, tantangan negara tidak lagi sederhana. Ada perubahan sosial, kemajuan teknologi, globalisasi, hingga pergeseran politik. Dalam situasi seperti ini, konstitusi tidak cukup hanya jadi simbol di dinding kantor pemerintahan. Ia harus jadi alat yang hidup—menjaga stabilitas, menegakkan hukum, melindungi HAM, dan memastikan negara berjalan demokratis dan transparan.
Mahasiswa Punya Peran Penting
Sebagai bagian dari masyarakat intelektual, mahasiswa tidak boleh hanya duduk diam. Mahasiswa harus kritis, sadar, dan paham bahwa konstitusi bukan milik elite semata. Setiap warga negara, termasuk kita sebagai mahasiswa, punya hak dan kewajiban untuk ikut terlibat dalam menjaga jalannya sistem negara.
Menjadi aktif secara konstitusional bukan berarti harus duduk di parlemen. Cukup dengan peduli, memahami, dan menyuarakan keadilan sudah menjadi bagian dari kontribusi mahasiswa bagi demokrasi.
Belajar dari Georg Jellinek
Ilmuwan hukum ternama, Georg Jellinek, membagi pendekatan mempelajari negara menjadi dua: sosiologis dan yuridis. Secara sosiologis, negara adalah fakta sosial—organisasi masyarakat. Dalam negara demokrasi, kedaulatan berada di tangan rakyat dan dijalankan oleh wakil-wakil yang dipilih secara demokratis.
Ini ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945:
“Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.”
Melalui pemilu, lembaga legislatif, hingga proses pengambilan kebijakan, rakyat hadir. Di sinilah pentingnya public relation antara pemerintah dan rakyat. Informasi harus disampaikan secara terbuka dan akurat. Jangan sampai rakyat justru dimanipulasi karena kurangnya akses atau pemahaman.
Baca juga:Â Demokrasi Pilar Utama Kehidupan Bernegara yang Bermartabat
Jangan Biarkan Kekuasaan Menyimpang
Kita tidak boleh membiarkan kekuasaan digunakan sewenang-wenang. Ketika pemimpin membuat kebijakan hanya untuk kepentingan pribadi atau kelompok, rakyat akan jadi korban. Di sinilah HTN hadir untuk mengingatkan bahwa kekuasaan itu ada batasnya—dan hukum adalah pengawalnya.
Secara yuridis, negara adalah subjek hukum. Ia tunduk pada aturan dan tidak bisa bertindak sewenang-wenang. Semua tindakan negara harus sah secara hukum, dan HTN adalah sistem yang mengaturnya.
HTN: Payung Besar Sistem Hukum
Hukum di Indonesia bisa dibagi tiga:
- Hukum Perdata: mengatur hubungan antarindividu seperti kontrak, waris, atau perkawinan.
- Hukum Pidana: mengatur kejahatan seperti korupsi, pencurian, pembunuhan.
- Hukum Tata Negara: mengatur struktur negara, lembaga-lembaga, serta hak dan kewajiban warga negara.
HTN adalah kerangka besar. Tanpa HTN, tidak akan ada pengadilan yang sah, tidak ada pemilu, bahkan tidak ada DPR. Maka, meskipun hukum perdata dan pidana lebih terasa di masyarakat, semuanya berada di bawah pengawasan sistem HTN.
Saatnya Mahasiswa Bicara
Kalau bukan kita, siapa lagi? Mahasiswa hari ini harus peduli bukan hanya pada isu viral, tapi juga pada hal-hal yang mendasar seperti hukum dan konstitusi. Karena dari situlah nasib rakyat ditentukan.
Mari kita sama-sama jaga demokrasi. Jadikan konstitusi bukan sekadar teori, tapi panduan hidup berbangsa yang adil dan bermartabat.
Penulis: Alfin Rizquna Almanda
Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News