Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia

Menurut berbagai sumber sejarah, agama Islam masuk pertama kalinya ke nusantara sekitar abad ke 6 Masehi. Saat kerajaan-kerajaan Islam masuk ke tanah air pada abad ke 13, berbagai kerajaan Hindu-Buddha juga telah mengakhiri masa kejayaannya.

Kerajaan Islam di Indonesia yang berkembang saat itu turut menjadi bagian terbentuknya berbagai kebudayaan di Indonesia. Kemudian, salah satu faktor yang menjadikan kerajaan-kerajaan Islam makin berjaya beberapa abad yang lalu ialah karena dipengaruhi oleh adanya jalur perdagangan yang berasal dari Timur Tengah, India, dan negara lainnya.

Berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia sekitar abad ke 13 juga didukung oleh faktor lalu lintas perdagangan laut nusantara saat itu. Banyak pedagang-pedagang Islam dari berbagai penjuru dunia seperti Arab, Persia, India hingga Tiongkok masuk ke nusantara.

Baca Juga: Mengenal Sejarah dan Peninggalan Mada’in Saleh Kota Kaum Tsamud yang Terkutuk

Bacaan Lainnya

Para pedagang-pedagang Islam ini pun akhirnya berbaur dengan masyarakat Indonesia. Semakin tersebarnya agama Islam di tanah air melalui perdagangan ini pun turut membawa banyak perubahan dari sisi budaya hingga sisi pemerintahan nusantara saat itu.

Munculnya berbagai kerajaan-kerajaan bercorak Islam yang tersebar di nusantara menjadi pertanda awal terjadinya perubahan sistem pemerintahan dan budaya di Indonesia. Keterlibatan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia juga turut berperan dalam tersebarnya agama Islam hingga ke seluruh penjuru tanah air, seperti daerah Jawa, Maluku, Sulawesi, hingga Sumatra.

Kehadiran agama Islam di nusantara juga mulai menyentuh berbagai aspek kehidupan masyarakat kala itu. Aturan-aturan hidup yang berlandaskan nilai-nilai Islam mulai diimplementasikan dalam berbagai sendi kehidupan masyarakat.

Proses masuknya Islam di Nusantara sebenarnya tidak tersiar secara bersamaan. Tiap daerah memiliki periode yang berbeda-beda saat Islam masuk di wilayahnya. Menurut para sejarawan Islam, Sumatera merupakan tempat yang menjadi awal mula masuknya Islam di nusantara.

Pantai Timur Sumatera khususnya kawasan selat Malaka, merupakan wilayah yang pertama bersentuhan dengan agama Islam. Kawasan selat Malaka merupakan pelabuhan besar di jalur perdagangan internasional yang menghubungkan Asia Timur, Asia Selatan, dan Timur Tengah, sehingga Islam berkembang pesat di kawasan ini. Kerajaan Islam pertama di Indonesia juga lahir dan berkembang dari kawasan selat Malaka.

Baca Juga: Westernisasi dan Dampak Negatifnya bagi Umat Islam

Berikut beberapa kerajaan Islam di Sumatera:

1. Kerajaan Samudra Pasai (1267-1521)

Samudra Pasai merupakan kerajaan Islam yang terletak di pesisir timur Aceh. Dalam buku “Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia” (2012) karya Daliman, Samudra Pasai didirikan oleh Sultan Malik as Saleh pada sekitar 1267 M.

Kerajaan ini memiliki ibu kota bernama Pasai yang terletak di pesisir timur Aceh. Samudra Pasai memiliki corak ekonomi perdagangan dan maritim. Kerajaan ini mempunyai pelabuhan dan kota dagang internasional, sehingga memberikan pemasukan yang besar bagi kerajaan ini.

Mata uang yang digunakan di Samudra Pasai adalah Dirham. Dalam bidang keagamaan, Samudra Pasai menganut aliran mazhab Syafi’i yang berasal dari Dinasti Mamluk di Mesir.

2. Kerajaan Aceh (1496-1903)

Kerajaan Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada akhir abad 15 M. Kerajaan ini dulunya adalah daerah bawahan dari Kerajaan Pidie, namun pada akhir abad 15 M melepaskan diri dan mendirikan kerajaan yang berdaulat.

Kerajaan Aceh terletak di selat Malaka, tepatnya di pesisir timur Sumatera. Kerajaan Aceh memiliki corak ekonomi perdagangan dan maritim. Kerajaan ini merupakan pusat dari perdagangan lada di tingkat nasional dan internasional.

Untuk melindungi kawasan laut, Kerajaan Aceh memiliki armada laut yang kuat. Puncak kejayaan dari kerajaan Aceh berada pada masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Di bawah Sultan Iskandar Muda, Kerajaan Aceh mampu mengadakan ekspansi wilayah hingga Malaysia serta mengusir Portugis dari kawasan Malaka.

3. Kerajaan Siak Indrapura

Dalam jurnal ilmiah “Sisa-sisa Kerajaan Siak Sri Indrapura” (1995) karya Marsis Sutopo, Kerajaan Siak Indrapura didirikan oleh Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah pada tahun 1719. Kerajaan Siak terletak di Buantan, Riau. Corak ekonomi kerajaan Siak adalah agraris dan pertambangan.

Kerajaan ini menghasilkan tanaman-tanaman obat, padi, madu, rotan kayu, gaharu, dan emas yang dijadikan sebagai komoditas perdagangan utama. Pada perkembangannya, kerajaan Siak menjadi kerajaan bawahan (vasal) dari Kerajaan Malaka.

Kemudian pada pertengahan abad 17, Kerajaan Siak dapat dikuasai oleh VOC dalam bidang politik dan ekonomi. Penguasaan Siak oleh VOC menandakan masa kemunduran dari Kerajaan Siak Indrapura.

Selanjutnya, Islam  masuk di pulau Jawa melalui bandar-bandar di pesisir pantai utara Jawa dengan aktivitas perdagangan. Pada perkembangannya, proses Islamisasi di pulau Jawa mampu menggeser eksistensi kerajaan Hindu-Buddha seperti Majapahit, Pajajaran dan Pasundan.

Berikut kerajaan-kerajaan Islam di Jawa:

4. Kerajaan Demak

Kerajaan Demak didirikan oleh Raden Patah pada 1475. Kerajaan ini berpusat di pesisir utara Jawa Tengah. Demak pada awalnya adalah wilayah kadipaten di bawah kerajaan Majapahit. Pada awal abad ke-15, Raden Patah mampu menaklukan Majapahit dan menjadikan Demak sebagai kerajaan berdaulat.

Kerajaan Demak memiliki corak ekonomi perdagangan dan maritim dalam buku “Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia” (2012) karya Daliman. Pada abad ke-16, Demak menjadi pusat logistik beras dari daerah pedalaman Jawa Tengah.

Hal tersebut menjadikan Demak sebagai pengekspor terbesar di lautan Nusantara. Kerajaan Demak mencapai puncak kejayaan pada masa Sultan Trenggana dengan menaklukan hampir seluruh pulau Jawa dan menjadikan kerajaan Banjar sebagai kerajaan bawahan.

Dari segi agama, kerajaan Demak mampu menjadikan Islam sebgai agama utama di daerah Jawa. Pesantren dan pusat pendidikan Islam di Jawa juga mulai berkembang pesat pada masa kerajaan Demak.

5. Kerajaan Mataram Islam

Kerajaan Mataram Islam didirikan oleh Ki Ageng Pamanahan pada tahun 1582. Pusat dari Kerajaan Mataram terletak di Yogyakarta, dengan Ibu Kota di Kotagedhe. Dalam sejarah pendiriannya, wilayah Mataram dulunya merupakan daerah bawahan dari Pajang.

Pada pertengahan abad ke-16 M, Mataram mampu berkembang lebih pesat dan menaklukan kerajaan induknya yaitu Pajang. Kerajaan Mataram Islam memiliki corak ekonomi agraris dan perdagangan.

Dalam buku “Sejarah Indonesia Modern 1200-2004” (2005) karya M.C Ricklefs, komoditas utama dari kerajaan Mataram Islam adalah beras, gula aren, dan hasil pertanian lainnya. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada masa Sultan Agung.

Pada masa pemerintahan Sultan Agung, Mataram Islam mampu menguasai lebih dari ¾ pulau Jawa serta mendominasi bidang agraris dan perdagangan laut Jawa.

6. Kerajaan Banten

Kerajaan Banten berdiri pada sekitar 1526 oleh Sunan Gunung Jati atau Fatahillah. Dalam sejarah pendiriannya, Fatahillah diutus oleh Demak untuk melakukan syiar di Jawa Barat dan memperluas kekuasaan kota pelabuhan di ujung barat pulau Jawa.

Pada 1527, Fatahillah mampu menaklukan Jayakarta yang merupakan pelabuhan penting dari kerajaan Pajajaran. Kerajaan Banten memiliki corak ekonomi agraris dan maritim. Kerajaan Banten mengalami masa kejayaan sekitar awal abad 17 M.

Pada masa itu, Banten menjadi pusat perdagangan internasional dari komoditas lada, cengkeh, dan pala. Kerajaan Banten memiliki pelabuhan internasional di kawasan Jakarta dengan tingkat intensitas perdagangan yang sangat ramai.

Selanjutnya, Islamisasi di kepulauan Maluku dimulai pada awal abad 14 Masehi. Dalam buku “Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia” (2012) karya Daliman, proses penyebaran agama Islam di Maluku tidak bisa terlepas dari peran ulama dan mubaligh Jawa.

Sunan Giri pada tahun 1486 memperkenalkan Islam kepada Raja Ternate bernama Zainal Abidin. Raja tersebut mendapatkan ajaran Islam dari pesantren Sunan Giri. Pesatnya perkembangan Islam di Maluku membuat kerajaan-kerajaan di Maluku turut memeluk Islam. Maluku memiliki empat kerajaan besar Islam yaitu Jailolo, Ternate, Tidore, dan Bacan.

7. Kerajaan Jailolo

Kerajaan Jailolo merupakan kerajaan tertua di Maluku. Kerajaan ini terletak di pesisir utara pulau Seram dan sebagian Halmahera. Kerajaan Jailolo berdiri sejak 1321 dan mulai memeluk Islam setelah kedatangan mubaligh dari Malaka.

8. Kerajaan Ternate

Kerajaan Ternate berdiri pada sekitar abad 13 Masehi. Kerajaan ini terletak di Maluku Utara dan memiliki ibu kota di Sampalu. Islamisasi di kerajaan Ternate dilakukan oleh ulama-ulama dari Jawa, Melayu, dan Arab.

Kerajaan Ternate resmi memeluk Islam setelah raja Zainal Abidin belajar Islam dengan Sunan Giri pada tahun 1486 Masehi. Corak ekonomi kerajaan Ternate adalah perdagangan rempah-rempah. Kerajaan ini merupakan produsen utama rempah-rempah dengan kualitas terbaik.

Kerajaan Ternate sering disinggahi oleh pedagang rempah-rempah dari Jawa, Cina, dan Timur Tengah. Kerajaan Ternate juga mengembangkan kota pelabuhan sebagai pusat aktivitas dagang rempah-rempah.

9. Kerajaan Tidore

Kerajaan Tidore terletak di sebagian pulau Halmahera dan sebagian pulau Seram. Kerajaan Tidore mulai memeluk Islam pada sekitar akhir abad 15 Masehi. Sultan Tidore yang pertama kali masuk Islam adalah Cirali Lijitu yang bergelar Sultan Jamaludin.

Sultan Jamludin masuk Islam berkat jasa dari seorang mubalighh bernama Syekh Mansyur. Kerajaan Tidore memiliki corak ekonomi perdagangan rempah-rempah. Kerajaan ini menjadi pesaing utama dari Kerajaan Ternate dalam segi perdagangan hingga politik.

Dalam buku “Kepulauan Rempah-Rempah: Perjalanan Sejarah Maluku Utara 1250-1950” (2010) karya Adnan Amal, kerajaan Tidore memiliki persekutuan bernama Ulisiwa. Persekutuan Ulisiwa terdiri dari daerah Halmahera, Makyan, Jailolo, Kai, dan pulau-pulau lain di sebelah timur Maluku.

10. Kerajaan Bacan

Kerajaan Bacan memiliki wilayah kekuasaan meliputi kepulauan Bacan, Obi, Waigeo, Solawati, dan Irian Barat. Penyebaran agama Islam di kerajaan ini dilakukan oleh mubaligh dari kerajaan Islam Maluku lainnya.

Kerajaan Bacan seara resmi memeluk agama Islam pada tahun 1521 ketika raja Zainal Abidin memeluk Islam. Zainal Abidin merupakan raja pertama dari kerajaan Bacan yang menerapkan Islam sebagai agama kerajaan Bacan.

Adapun Perkembangan Islam di Sulawesi dilakukan dengan cara damai melalui saluran perdagangan dan dakwah oleh para mubaligh. Pengembangan Islam melalui jalan kekerasan atau perang baru terjadi ketika kerajaan Islam Sulawesi terbentuk.

Terbentuknya kerajaan Islam di Sulawesi berjalan beriringan dengan kondisi politik kerajaan-kerajaan Sulawesi yang mengalami kekacauan karena perebutan tahta. Raja dan bangsawan menggunakan kekuatan Islam sebagai sarana untuk berkuasa dan pada akhirnya Islam mampu menjadi agama kerajaan.

Pada abad 17 M, Sulawesi memiliki beberapa kerajaan Islam seperti Gowa-Tallo (Makassar), Wajo (Bugis), Bone, dan kerajaan kecil lainnya.

Baca Juga: Aspek Kepemimpinan Pesantren

11. Kerajaan Luwu

Kerajaan Luwu sebagai kerajaan tertua di Pulau Sulawesi tak lepas dari I La Galigo. Dalam epos perihal terciptanya alam dan peradaban tersebut, Batara Guru dan Tomanurung lainnya turun dari kahyangan (Botting Langiq) ke Ale Luwu’ untuk mengisi kehidupan di muka bumi.

Batara Guru pula, yang dalam kepercayaan lokal, dipercaya menjadi leluhur para Datu’ (sebutan Raja Luwu) dan seluruh orang Sulawesi. Tak ada yang tahu secara pasti tarikh berdirinya Kerajaan Luwu, lantaran I La Galigo hanya bertindak sebagai gambaran kebudayaan sebelum abad ke-14 dan tak bertindak sebagai rujukan sejarah. Sebagai kerajaan tertua, Kerajaan Luwu pula yang pertama-tama menerima agama Islam yang dibawa oleh tiga ulama mahsyur asal Sumatera.

Dalam buku Damai di Bumi Sawerigading (Dwia Aries Tina Pulubuhu, 2020), dijelaskan bahwa Kerajaan Luwu menguasai wilayah pesisir Teluk Bone yang tenang, wilayah Tana Toraja yang berbukit, membujur ke utara hingga Sulawesi Tengah, lalu ke timur yakni sebagian wilayah di sekitar Danau Matano atau Sulawesi Tenggara kini.

12. Kerajaan Gowa-Tallo

Kerajaan Gowa-Tallo menerapkan konsep dwi-tunggal kerajaan. Dalam buku “Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia” (2012) karya Daliman, bersatunya kerajaan Gowa dan Tallo terjadi pada tahun 1603.

Sultan Alaudin (raja Gowa) bekerja sama dengan Sultan Adullah (raja Tallo) untuk menggabungkan kerajaan demi meningkatkan kesejahteraan dan kekuatan kerajaan. Corak ekonomi Gowa-Tallo adalah maritim dan perdagangan.

Gowa-Tallo berperan sebagai pelabuhan transit bagi para pedagang internasional. Pelabuhan Somba Opu (Makassar) menjadi pelabuhan transit favorit pedagang dari Timur Tengah, Asia, bahkan Eropa pada abad 15–17 Masehi.

Kerajaan ini mendapatkan pemasukan yang besar dari aktivitas perdagangan pelabuhan Somba Opu. Pada perkembangannya, Kerajaan Gowa Tallo melakukan beberapa penaklukan terhadap kerajaan kecil di Sulawesi seperti kerajaan Bugis dan Bone. Penaklukan tersebut dilakukan untuk menambah wilayah kekuasaan dan menyebarkan Islam di Sulawesi.

13. Kerajaan Wajo

Kerajaan Wajo merupakan salah satu kerajaan Islam di kawasan Sulawesi Selatan. Kerajaan ini mampu memperluas wilayah kekuasaan dan mengajak kerajaan kecil lain untuk bergabung dalam kerajaan Bugis pada sekitar abad 16 M.

Kerajaan Wajo resmi memeluk Islam pada tahun 1610. Islamisasi kerajaan Wajo dilakukan oleh Gowa-Tallo melalui peperangan. Gowa-Tallo berhasil menaklukan kerajaan Wajo, Bone, dan Soppeng serta mengislamkan rakyat kerajaan tersebut.

14. Kerajaan Bone

Kerajaan Bone berdiri pada awal abad 14 Masehi oleh Manurunge Ri Matajang. Proses lahirnya Kerajaan Bone berawal dari kehadiran seorang Tomanurung yang merupakan bangsawan sekaligus penguasa sentral kerajaan Bone.

Dalam jurnal “Kerajaan Bone dalam Lintasan Sejarah Sulawesi Selatan” (2017) karya Anzar Abdullah, Islamisasi kerajaan Bone dilakukan oleh Sultan Alauddin dari Kerajaan Gowa-Tallo. Proses Islamisasi kerajaan Bone dilakukan dengan jalan peperangan.

Pada tahun 1611 M Sultan Alauddin dapat menaklukan kerajaan Bone dan menjadikannya sebagai kerajaan Islam dibawah kekuasaan Gowa-Tallo.

Awal mula masuknya Islam di Kalimantan berasal dari dua sumber yaitu, Malaka (dari Barat) dan Jawa (dari Selatan). Proses Islamisasi di pulau Kalimantan secara efektif baru dimulai pada sekitar abad 15-16 Masehi. Berkembangnya Islam di Kalimantan turut menggeser eksistensi agama Hindu-Buddha dan berdampak pada munculnya kerajaan Islam di Kalimantan.

Berikut kerajaan-kerajaan Islam di Kalimantan:

15. Kerajaan Sukadana

Dalam buku “Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan Islam di Indonesia” (2012) karya Daliman, kerajaan Sukadana berdiri pada sekitar awal abad 17 Masehi oleh Muhammad Safiudin. Kerajaan ini terletak di bagian Barat Daya pulau Kalimantan.

Islamisasi kerajaan Sukadana dilakukan oleh ulama-ulama dari kerajaan Demak. Selain dari Jawa, Islamisasi di kerajaan ini juga dilakukan oleh pedagang-pedagang Islam dari luar negeri. Kerajaan Sukadana bercorak ekonomi maritim dan pertambangan.

Kerajaan ini terkenal dengan hasil tambang emas, perak, dan intan. Masyarakat kerajaan Sukadana mampu mengolah logam mulia dan batu mulia menjadi perhiasan-perhiasan dengan nilai jual yang tinggi. Ibu Kota kerajaan Sukadana memiliki reputasi sebagai pusat kerajinan intan terbaik di kawasan laut Nusantara.

16. Kerajaan Banjar

Kerajaan Banjar telah berdiri sebelum Islam masuk di Indonesia. Dalam buku “Islam di Indonesia” (1974) karya Harry J Benda, disebutkan bahwa kerajaan ini dulunya merupakan kerajaan Hindu yang berada di bawah kekuasaan Majapahit Pasca keruntuhan Majapahit, Banjar menjalin perjanjian dengan kerajaan Demak untuk menaklukan kerajaan Negara Dana.

Sebagai balasannya, Kerajaan Demak meminta Raden Samudra untuk memeluk Islam dan Kerajaan Banjar menjadi daerah vasal (bawahan) dari Demak. Pada masa Sultan Tahmidillah, terdapat seorang ulama besar dalam masyarakat Islam Banjar. Ia mampu menyiarkan agama Islam hingga pedalaman Kalimantan.

Kerajaan Banjar terletak di pesisir Kalimantan Selatan. Ibu Kota dari kerajaan Banjar adalah Banjarmasin. Kota ini terletak di muara Sungai Barito, sehingga memungkinkan kapal-kapal besar untuk berlabuh atau transit di sana.

Kerajaan ini memiliki corak ekonomi perdagangan maritim dan pertambangan. Komoditas utama dari kerajaan Banjar adalah intan, emas, dan perak. Letak kerajaan Banjar yang strategis menjadi keuntungan bagi sektor perekonomian mereka.

Kerajaan Banjar memiliki pelabuhan internasional yang dijadikan sebagai tempat transit kapal-kapal dagang dari Asia Timur dan Asia Selatan.

Penulis: Tahang, S.Ag.
Mahasiswa Jurusan MPI UIN STS Jambi

Editor: Ika Ayuni Lestari

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses