Sejarah Hubungan Internasioal pada Zaman Kerajaan Majapahit di Indonesia 

Kerajaan Majapahit di Indonesia 
Ilustrasi Kerajaan Majapahit (Sumber: Media Sosial dari freepik.com)

Abstrak

Indonesia pada masa kerajaan mempunyai hubungan internasional yang cukup luas. Salah satu bentuk interaksi yang paling umum adalah perdagangan dengan negara-negara Asia Tenggara bahkan India dan Tiongkok.

Kerajaan seperti Sriwijaya dan Majapahit menjadi pusat perdagangan penting dan menjalin hubungan diplomatik dengan negara tetangga. Selain perdagangan, hubungan internasional juga dilakukan melalui perkawinan antar bangsawan. Hal itu dilakukan untuk memperkuat hubungan politik dan ekonomi antar kerajaan.

Selain itu, adopsi budaya dan bahasa dari kerajaan lain juga terjadi akibat adanya interaksi internasional. Interaksi ini memberikan pengaruh yang besar terhadap seni, arsitektur, dan agama di Indonesia.

Bacaan Lainnya
DONASI

Indonesia pada masa kerajaan mempunyai hubungan internasional yang cukup luas. Salah satu bentuk interaksi yang paling umum adalah perdagangan dengan negara-negara Asia Tenggara bahkan India dan Tiongkok.

Kerajaan seperti Sriwijaya dan Majapahit menjadi pusat perdagangan penting dan menjalin hubungan diplomatik dengan negara tetangga. Selain perdagangan, hubungan internasional juga dilakukan melalui perkawinan antar bangsawan.

Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat hubungan politik dan ekonomi antar kerajaan. Selain itu, adopsi budaya dan bahasa dari kerajaan lain juga terjadi akibat adanya interaksi internasional. Interaksi ini memberikan pengaruh yang besar terhadap seni, arsitektur dan agama di Indonesia pada tahun .

Kata Kunci: Kerajaan Majapahit, Hubungan Internasional, Konsep Hubungan Internasional.

Pendahuluan

Hubungan internasional Indonesia terbentuk melalui berbagai cara, termasuk perdagangan, diplomasi, pernikahan, politik, dan seringkali juga melalui konflik. Beberapa aspek penting tentang hubungan internasional Indonesia pada zaman kerajaan daintaranya Perdagangan dimana Perdagangan internasional memainkan peran penting dalam hubungan internasional Indonesia pada zaman kerajaan.

Kerajaan-kerajaan di Indonesia memiliki akses ke rempah- rempah, seperti cengkeh dan lada, yang sangat diminati oleh pedagang dari negara-negara asing. Rute perdagangan penting seperti Jalur Sutra dan Lautan Hindia menjadi jalur perdagangan yang sibuk, yang membawa keuntungan ekonomi dan memperluas jaringan kontak internasional.

a. Diplomasi

Diplomasi dijalankan melalui pertukaran utusan, perjanjian diplomatik, dan kunjungan antar kerajaan. Kerajaan-kerajaan di Indonesia menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara tetangga dan negara-negara di Asia lainnya, seperti Tiongkok, India, Kamboja, Thailand, dan Arab. Diplomasi tersebut melibatkan pertukaran budaya, perdagangan, serta menjaga hubungan politik dan keamanan.

b. Pernikahan Politik

Pernikahan politik menjadi cara penting untuk menjalin hubungan internasional pada zaman kerajaan. Melalui pernikahan antara anggota keluarga kerajaan dari Indonesia dengan penguasa atau bangsawan dari negara asing, hubungan politik dan sosial dapat diperkuat. Pernikahan semacam itu dapat menghasilkan aliansi politik, perdagangan yang menguntungkan, serta pertukaran budaya dan pengetahuan.

c. Konflik

Konflik juga sering terjadi dalam hubungan internasional pada zaman kerajaan. Persaingan kekuasaan, sengketa wilayah, dan perang dapat timbul antara kerajaan-kerajaan di Indonesia dengan kerajaan tetangga atau dengan negara kolonial.

Perang dan konflik sering kali mempengaruhi hubungan politik, ekonomi, dan budaya di antara mereka. Dalam keseluruhan, hubungan internasional Indonesia pada zaman kerajaan ditandai dengan perdagangan yang luas, diplomasi, pernikahan politik, serta konflik.

Kontak dengan negara-negara tetangga dan bangsa-bangsa di dunia melalui perdagangan dan diplomasi membawa pengaruh budaya, agama, dan pertukaran pengetahuan yang signifikan. Hubungan internasional pada zaman kerajaan merupakan aspek penting dalam pembentukan sejarah, kebudayaan, dan politik Indonesia.

Kerajaan-kerajaan di Indonesia yang telah melakukan praktik kerjasama lintas Negara pada zamanya.

Hubungan Indonesia dan Thailand sudah terbangun sejak zaman kerajaan sebelum kemerdekaan. Hubungan antara Indonesia dan Thailand telah terjalin sejak ratusan tahun silam yaitu melalui hubungan antara kerajaan-kerajaan yang ada di Indonesia seperti Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit.

Hal ini disampaikan oleh Duta Besar Rachmat Budiman dalam wawancara khusus dengan Harian Tribun pada tanggal 24 Mei 2021. Hubungan ini antara lain dapat dilihat dengan adanya istilah-istilah khusus bagi Indonesia oleh warga Thailand seperti Inao untuk Indonesia dan Sriwichai untuk istilah kerajaan Sriwijaya.

Di samping itu, artefak Al-Quran berbahasa Jawa di Thailand yang sudah ada sejak tahun 1600- an menjadi bukti dari hubungan tersebut.

Dalam kesempatan wawancara tersebut juga diulas mengenai asal usul keberadaan orang Indonesia di Thailand yang antara lain pada tahun 1656 ketika Raja Narai dari Thailand membawa orang Bugis dan Makassar yang terkenal pemberani untuk ikut mengajarkan pelatih pengawal Raja.

Sementara Raja Rama V ketika kembali ke Thailand dari 3 kali kunjungannya ke Indonesia membawa serta ahli kebun Indonesia untuk menjadi pengelola taman di Kerajaan Thailand.

Lebih lanjut juga tercatat kedatangan orang Indonesia seperti para Romusha yang dibawa tentara Jepang, kelompok Heiho dan eks KNIL. Masyarakat Indonesia di Thailand termasuk keturunan-keturunannya saat ini sebagian besar sudah menjadi warga Thailand.

Kerjasama Kerajaan Majapahit dengan Wilayah Asia

Pada zaman kerajaan Majapahit, terdapat banyak kerjasama yang dilakukan dengan wilayah Asia. Salah satu kerjasama tersebut adalah dalam bidang perdagangan. Kerajaan Majapahit menjalin hubungan dagang dengan negara-negara di Asia seperti Cina, Jepang, dan India.

Hal ini terbukti dari penemuan barang-barang asing seperti tembikar Cina dan koin-koin India yang ditemukan di situs-situs arkeologi di Indonesia. Selain itu, kerjasama juga dilakukan dalam bidang budaya.

Kerajaan Majapahit memperkenalkan seni, kebudayaan, dan agama Hindu-Buddha kepada wilayah Asia. Pada saat yang sama, kerajaan Majapahit juga menerima pengaruh budaya dari wilayah Asia seperti Cina dan India. Hal ini tercermin dalam seni bangunan candi-candi di Indonesia yang memiliki unsur-unsur arsitektur dari India dan Cina.

Negara besar di Asia yang tentunya banyak dikenal oleh masyarakat Majapahit adalah Cina dan India. Hal yang menarik adalah bahwa Cina sebagai salah satu negara besar di Asia waktu itu tidak disebutkan oleh Prapanca sebagai salah satu Mitra Satata Majapahit.

Walaupun demikian, hal yang tiada terbantahkan bahwa cukup banyak tinggalan yang menunjukkan pengaruh budaya Cina ditemukan di situs Trowulan, bekas kota Majapahit yang terletak di Mojokerto sekarang.

Mengenai India Mpu Prapanca menyebut beberapa daerah yang ada di kawasan tersebut, dapat ditafsirkan bahwa terdapat niagawan yang datang dari daerah-daerah tersebut, sehingga dikenal oleh penduduk Majapahit dan dicatat oleh Prapanca.

Dalam pupuh 83: 4 dan 93:1 Nāgarakŗtāgama disebutkan beberapa negara tempat asal para pedagang dan juga kaum terpelajar, yaitu para pendeta dan Bhiksu.

Negara-negara itu adalah:

  1. Jambhudwipa yang tidak lain adalah nama umum bagi India,
  2. Cina,
  3. Karnataka, daerah di India selatan,
  4. Goda, daerah di timur India, dan
  5. Kancipuri atau sekarang disebut Conjeveram di India.

Nāgarakŗtāgama tidak menyebut negara-negara tersebut sebagai Mitra Satata, melainkan sebagai negara yang pedagangnya banyak berkunjung ke wilayah Majapahit di Jawa bagian timur.

Pencapaian peradaban Majapahit yang diapresiasi oleh wilayah lain di Nusantara dan Asia Tenggara adalah tersebarnya kisah-kisah Panji yang berasal dari zaman Majapahit akhir. Diterimanya Kisah Panji oleh masyarakat di negara-negara Asia Tenggara sebenarnya adalah bentuk pengakuan terhadap kejayaan Majapahit itu sendiri.

Kisah Panji mempunyai beberapa keistimewaan dalam uraiannya, antara lain:

1. Kisah Panji dapat menjadi acuan nilai kepahlawanan, apresiasi kepada kemanusiaan, etik pergaulan yang santun dan setara, serta hubungan diplomasi. Oleh karena itu, Kisah Panji dipandang mempunyai nilai universal luar biasa,

2. Narasi kisah Panji adalah salah satu bukti karya yang bersifat masterpiece. Kisah itu digubah para pujangga Jawa Kuno bukan cerita dari India, menunjukkan kreativitas sastrawan lokal.

Dalam kisah Panji diuraikan setting cerita terjadi di Tanah Jawa dengan tema romantik dan kepahlawan putra-putri raja-raja Jawa Kuno, namun kisah tersebut dapat diterima oleh masyarakat dan kebudayaan di kawasan Asia Tenggara.

3. Dalam uraiannya kisah Panji mendedahkan satu tahapan dalam sejarah kehidupan kemanusiaan. Kisah itu menghasilkan satu bentuk dokumentasi sejarah kebudayaan di Jawa antara abad ke-14-15 yang diterima secara luas oleh masyarakat sezaman Asia Tenggara.

4. Kisah Panji digubah secara otentik tidak ada karya sebelumnya dengan tema yang sama, kisah itu tidak meniru atau menjiplak karya lain.

Tema percintaan memang merupakan tema universal, namun dalam kisah Panji tema itu diolah lagi dengan bumbu budaya Jawa Kuno, jadi kisah khas Jawa dan tidak mengacu cerita dari daerah manapun yang telah dikenal terlebih dahulu.

5. Dalam periode yang sama dihasilkan juga kisah-kisah lainnya, seperti cerita Dewi Sri Tanjung, Sudhamala, dan Calon Arang, namun Kisah Panji adalah genre khusus narasi romantika (Munandar, 2014, hlm. 16-17).

Mengingat kisah tersebut tersebar meluas melampaui tanah kelahirannya di Jawa Timur era majapahit, dapat kiranya dinyatakan bahwa Kisah Panji adalah bentuk media diplomasi kebudayaan yang sangat berhasil dari Majapahit.

Pandangan Majapahit Terhadap Kerajaan-kerajaan Asia Tenggara Daratan dan sebaliknya mengenai pandangan Majapahit terhadap kerajaan-kerajaan di Asia Tenggara dan sebaliknya, data yang tersedia sangat terbatas.

Kecuali dalam uraian kakawin Nāgarakŗtāgama bahwa kerajaan-kerajaan Syangka (Siam), Ayodhyapura (Ayuthia), Darmanagari (Dharmarajanagara/Ligor), Marutma (Martaban), Rajapura (Rajjpuri), Singhanagari, Campa, Kamboja, dan Yawana, sebagai negara sahabat Majapahit (Mitra Satata) (Nag.pupuh 15:1), dipandang sebagai kerajaankerajaan yang sederajat dengan Majapahit.

Tentunya elite kerajaan dan para cerdik pandai Majapahit mendengar perihal kerajaan-kerajaan di Asia Tenggara tersebut melalui kedatangan pada niagawannya ke Majapahit, sehingga dicatat oleh Prapanca.

Kesimpulan 

Majapahit memang dikenal sebagai salah satu kerajaan besar di kawasan Asia Tenggara dalam abad ke-14 sampai abad ke-15. Berbagai narasi hubungan Majapahit dengan mancanagara atau Nusantara telah diuraikan di bagian terdahulu.

Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan dapat ditafsirkan perihal kekuatan Majapahit dalam hal interaksi dengan berbagai negeri yang dikenalnya dalam masa yang sama. Kekuatan Majapahit dalam berinteraksi dengan berbagai negeri meliputi empat hal yaitu:

  1. Kekuatan militer,
  2. Sebagai acuan peradaban,
  3. Kekuatan perniagaan dan hubungan dengan daerah-daerah lain, dan
  4. Konsepsi dasar pandangan Majapahit terhadap ”Dunia Sezaman”.

Kekuatan militer Majapahit pernah digunakan untuk menaklukan Bali, Dompo, dan Tumasik, dengan cara mengerahkan armada dan tentaranya untuk menyerang daerah-daerah tersebut.

Pengaruh Majapahit ada yang terus, selain mengadakan hubungan dagang dengan penduduk, Majapahit mengadakan aktivitas perdagangan dengan beberapa kerajaan yang lokasinya di Asia Tenggara atau di luar kawasan Asia Tenggara, yaitu di wilayah Jambhudwipa (India) dan Cina.

Bentuk hubungan ini sangat longgar, Prapanca dalam Nāgarakŗtāgama hanya menyebutkan bahwa beberapa pendeta dari tanah Jambhudwipa datang ke Majapahit dan juga mungkin kaum niagawannya. Adapun dari Cina diberitakan adanya kedatangan para pedagang Cina yang kerapkali mengadakan transaksi di pelabuhan Majapahit dan di kota Majapahit.

Pada paruh pertama abad ke-15 Laksamana Cheng-ho dari Cina beberapa kali mengadakan kunjungan muhibah ke Jawa, agaknya pelabuhan-pelabuhan Majapahit pada masa itu masih ramai dengan kegiatan perdagangan. Niagawan dari berbagai daerah Nusantara dan Asia Tenggara, masih berdatangan dan berdagang di pelabuhan-pelabuhan pantai utara Jawa Timur.

Pada paruh kedua abad ke-15 wibawa Majapahit telah merosot, akibat konflik internal dan perebutan kekuasaan antarkerabat istana yang masih anggota Rajasa, mengakibatkan kegiatan perdagangan terutama dengan Cina tidak ramai lagi.

 

Penulis:

  1. Vitus Emanuel Rahman
  2. Migel Tommy Limose

Mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Kristen Indonesia

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Referensi

  1. Cribb, R. & Kahin, A. (2012). Kamus Sejarah Indonesia. Depok: Komunitas Bambu.
  2. Djafar, H. (2012). Masa Majapahit Akhir: Girindrawarddhana & Masalahnya. Depok: Komunitas Bambu.
  3. Groeneveldt, W.P. (2009). Nusantara dalam Catatan Tionghoa. Depok: Komunitas Bambu.
  4. Saufan, Akhmad. (2015). Strategi dan Diplomasi Perang Rasulullah. Jurnal Lektur Keagamaan, Vol. 13, 107-134. Doi: http://dxdoi.org/10.31291/jlk.v13i1.206.
  5. Adji, dkk. 2013. Majapahit: Menguak Majapahit Berdasarkan Fakta Sejarah. Yogyakarta: Araska.
  6. Arifin, Anwar. 2003. Komunikasi Politik: Paradigma-Teori-Aplikasi-Strategi dan Komunikasi Politik Indonesia. Jakarta: PT. Balai Pustaka

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI