Korupsi Rp 271 Triliun: Mengutip Kasus dalam Tata Niaga Komoditas Timah yang Menggerogoti Kekayaan Negara Indonesia

Stop Korupsi
Sumber: Kejagung RI

Korupsi tentunya sudah tidak asing lagi didengarkan. Korupsi adalah tindakan melanggar hukum yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi atau untuk orang lain, yang bertentangan dengan tugas resmi dan kebenaran. Korupsi dapat terjadi di berbagai tingkat, mulai dari korupsi kecil dalam transaksi sehari-hari hingga korupsi besar yang melibatkan pejabat tinggi negara.

Belakangan ini, negara kita Indonesia dihebohkan dengan kasus besar, yaitu kasus korupsi dalam tata niaga komoditas timah, atau bisa kita singkat dengan korupsi timah, yang dilakukan oleh sejumlah orang di Indonesia.

Kasus korupsi Timah ini semakin menggemparkan ketika Kejaksaan Agung menetapkan pengusaha Harvey Moeis menjadi tersangka ke-16 dalam kasus korupsi dalam tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022. Suami dari aktris Sandra Dewi itu juga langsung diamankan oleh penyidik ‘Gedung Bundar’ tersebut.

Bacaan Lainnya
DONASI

Timah terlibat dalam kasus korupsi setelah Kejaksaan Agung menetapkan lima tersangka atas tindak pidana korupsi dalam transaksi komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. Kasus korupsi ini diperkirakan menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 271 triliun dari tahun 2015 hingga 2022.

Salah satunya adalah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, mantan direktur utama PT Timah Tbk.Tim Penyidik ​​Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus telah meningkatkan status lima saksi menjadi tersangka berdasarkan hasil pemeriksaan dan bukti yang ditemukan:

  1. Pengusaha tambang SG alias AW di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung;
  2. MBG sebagai pengusaha tambang yang berbasis di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung;
  3. HT alias ASN adalah Direktur Utama CV VIP (perusahaan yang dimiliki oleh tersangka TN alias SEBUAH);
  4. MRPT alias RZ adalah Direktur Utama PT Timah Tbk. dari tahun 2016 hingga 2021, dan EE alias EML adalah Direktur Keuangan PT Timah Tbk. dari tahun 2017 hingga 2018.

Kronologi kasus korupsi timah:

  • Tersangka HT alias ASN merupakan pengembangan penyidikan dari tersangka sebelumnya, Tersangka TN alias AN dan Tersangka AA. Tersangka SG alias AW dan Tersangka MBG memiliki bisnis yang bekerja sama dengan PT Timah Tbk pada tahun 2018 untuk menyewa peralatan pengiriman peleburan timah;
  • Perjanjian tersebut ditandatangani oleh Tersangka MRPT alias RZ, yang berfungsi sebagai Direktur Utama PT Timah Tbk, dan Tersangka EE alias EML, yang berfungsi sebagai Direktur Keuangan PT Timah Tbk;
  • Kemudian, Tersangka SG alias AW memerintahkan Tersangka MBG untuk menandatangani kontrak kerja sama dan memerintahkannya untuk membentuk perusahaan boneka untuk menyediakan bijih timah. Ini dilakukan untuk memungkinkan Tersangka MBG untuk mengumpulkan bijih timah secara ilegal dari IUP PT Timah Tbk, yang seluruhnya dikendalikan oleh Tersangka MBG. Dengan persetujuan PT Timah Tbk, baik Tersangka MBG maupun PT Timah Tbk menghasilkan bijih timah;
  • Tersangka MBG dan Tersangka SG alias AW membentuk CV Bangka Jaya dan CV Rajawali Total Persada (RTP) untuk mengumpulkan bijih timah yang ditambang secara ilegal;
  • Selama periode 2019–2022, PT Timah Tbk membayar total Rp975.581.982.776 untuk biaya pelogaman PT SIP, sedangkan bijih timah senilai Rp1.729.090.391.448;
  • PT Timah Tbk mengeluarkan Surat Perintah Kerja Borongan Pengangkutan Sisa Hasil Pengolahan (SHP) mineral timah untuk melegalkan kegiatan perusahaan boneka tersebut. Terdakwa MBG dan Terdakwa SG alias AW mengambil keuntungan dari transaksi pembelian bijih timah tersebut;
  • Dengan persetujuan Tersangka SG alias AW, Tersangka MBG membantu penambang ilegal biji timah di wilayah IUP PT Timah Tbk. Mineral biji timah yang diperoleh kemudian dikirim ke smelter milik Tersangka SG alias AW.

Kronologi kasus korupsi di atas menyebabkan kerugian negara hingga Rp 271 triliun, terutama dalam hal masalah lingkungan.Meskipun faktanya tidak demikian (diperkiraan lebih besar dari itu), angka itu dianggap sebagai kerugian negara.

Bambang Hero Saharjo menghitung kerugian yang disebabkan oleh kerusakan hutan di Bangka Belitung (Babel) sebagai akibat dari dugaan korupsi. Bambang menyatakan bahwa total kerugian mencapai 271.069.688.018.700, atau 271 triliun rupiah.

Jumlah awal yang tercantum dalam pasal 6 ayat 1 Peraturan Menteri LH 7/2014 adalah angka ini, bukan jumlah kerugian negara yang sebenarnya terjadi dalam kasus ini. Kejagung saat ini menunggu penghitungan dari BPKP.
Bambang menjelaskan bahwa perhitungan kerugian kerusakan lingkungan sebesar Rp 271 triliun terdiri dari kerugian dalam kawasan hutan dan non-kawasan hutan.

Dia menjelaskan secara rinci bagaimana kerugian terjadi di kedua area tersebut. Dia menjelaskan perhitungan kerugian baik dalam dan di luar hutan. Detailnya adalah sebagai berikut :

  • Kerugian yang dialami kawasan hutan berjumlah Rp 223.366.246.027.050;
  • Kerugian ekologis sebesar 157,83 triliun;
  • Kerugian ekonomi sebesar 60,276 triliun;
  • Kerugian pemulihan sebesar 5,257 triliun.

Kerugian APL Non-Kawasan Hutan:

  • Kerugian ekologis sebesar 25,87 triliun, kerugian ekonomi lingkungan sebesar 15,2 triliun, dan biaya pemulihan lingkungan sebesar 6,629 triliun;
  • Jumlah total kerugian APL non-kawasan hutan adalah 47,703 triliun;
    Hingga saat ini, kerugian lingkungan masih dihitung dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk 2015–2022. Kejagung menunggu penghitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Kejagung menyita barang bukti, barang bukti elektronik, dokumen, uang tunai dalam berbagai mata uang, dan surat berharga lainnya dalam kasus korupsi yang sangat signifikan ini. Barang bukti yang disita termasuk 65 keping emas dan 1.062 gram logam mulia. Selanjutnya, ada uang tunai senilai Rp 76 miliar, 1.547.300 USD, atau setara Rp 24 miliar, dan 411.400 SGD, atau setara Rp 4,7 miliar.

Kejagung telah menetapkan 16 tersangka dalam kasus korupsi timah ini. Ini adalah mereka:

  1. SG alias AW adalah pengusaha tambang di Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung;
  2. MBG adalah pengusaha tambang di Kota Pangkalpinang;
  3. HT alias ASN adalah Direktur Utama CV VIP (perusahaan milik Tersangka TN alias AN);
  4. MRPT alias RZ adalah Direktur Utama PT Timah Tbk dari tahun 2016 hingga 2021;
  5. EE alias EML adalah Direktur Keuangan PT Timah Tbk dari tahun 2017-2018;
  6. BY adalah mantan Komisaris CV VIP;
  7. RI adalah Direktur Utama;
  8. TN adalah pemilik CV VIP dan PT MCN yang menguntungkan;
  9. AA adalah manajer operasional tambang CV VIP;
  10. TT adalah tersangka kasus penolakan penyelidikan;
  11. RL adalah General Manager PT TIN;
  12. SP adalah Direktur Utama PT RBT;
  13. RA adalah Direktur Pengembangan Usaha PT RBT;
  14. ALW adalah Direktur Operasional PT Timah Tbk dari tahun 2017, 2018, 2021 dan dari tahun 2019 hingga 2020;
  15. Helena Lim adalah manajer PT QSE;
  16. Harvey Moeis adalah pengusaha dan perpanjangan tangan PT RBT.

Penulis: Gwyneth Edelweyss Magdalena Nibaely
Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional Universitas Kristen Indonesia (UKI)

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI