Memori K-Popers yang Terobsesi

Opini
Ilustrasi: time.com

Mendengar kabar BTS akan melaksanakan wajib militer, teringat memori ketika saya berada di bangku sekolah menengah, awal mula saya menjadi K-Popers. Setiap hari selalu menonton musik video mereka dan sering melakukan dance, bahkan sampai menampilkannya di acara ulang tahun SMP.

Semakin hari obsesi saya terhadap K-Pop semakin besar sehingga tidak terkendali. Saking cintanya membuat saya ingin menjadi fangirl goals. Mulai dari mengirim Direct Message di Instagram dan membeli Lighstick.

Keluarga saya pun mendukung asalkan tidak melebihi batas, mereka sampai keliling Solo untuk mencari BTS Meal, Chatime, dan Cold Brew yang berkolaborasi dengan BTS.

Baca Juga: Evaluasi Perilaku Remaja Perempuan yang Memiliki Ketertarikan terhadap K-Pop

Bacaan Lainnya

Puncak dari obsesi terhadap K-Pop, ketika saya ingin melihat konser mereka yang harga tiketnya begitu mahal. Sampai saya rela tidak jajan dan menahan kelaparan di sekolah untuk menabung membeli tiket konser.

Kondisi ini semakin sulit karena tidak mendapat izin dari orang tua untuk menonton konser dengan alasan masih di bawah umur. Saya tidak terima dan rasa marah semakin meluap yang mengakibatkan sering bertengkar dengan Ibu saya. Orang tua saya pun mengalah, sebagai gantinya mereka membelikan sebuah album K-Pop.

Namun, ada hal positif ketika menjadi seorang K-Popers. Saya mulai mempelajari bahasa Korea mulai dari Hangeul sampai percakapan sehari-hari. Tak hanya itu, sejak mengenal K-Pop membuat hidup saya semakin bahagia ketika melihat Variety Show, melihat live mereka, dan update-an mereka di berbagai sosial media.

Bahkan, memotivasi untuk berusaha lebih keras dalam hal belajar agar memperoleh pekerjaan impian yang membuat saya bisa melihat konser mereka. Mereka juga memberikan hal yang baik untuk dicontoh seperti memberikan kata motivasi kehidupan.

Itu sangat berdampak terhadap saya karena mereka mengajarkan jangan menyerah dalam mencapai impian dan semua orang berhak untuk bahagia.

Seringkali K-Popers mengalami obsesi terhadap idola mereka dan berakhir sering memaksakan hal yang belum tentu bisa dilakukan, seperti melakukan diet ekstrem agar bisa mengumpulkan uang untuk bisa melihat konser dan membiarkan pikiran obsesi menguasai mereka untuk bisa menjadi penggemar yang dapat membeli barang yang berhubungan dengan sang idola.

Itu mengakibatkan banyak tekanan pada diri mereka dan sulit untuk mengendalikannya. Bahkan, ada yang sampai menjadi penggemar Sasaeng (penggemar yang sangat terobsesi terhadap kehidupan pribadi para idol K-Pop) dan sering bertengkar antar fandom (kelompok penggemar yang mengidolakan idol K-Pop) di sosial media.

Baca Juga: Berkembangnya K-Pop Sebagai Motivasi Remaja

Rasa obsesi harus dikendalikan selain merugikan idolanya juga merugikan diri sendiri, dengan cara jangan memaksakan jika belum bisa melihat konser, tidak mencampuri urusan pribadi idolanya, membeli barang K-Pop stuff sesuai dengan kemampuan.

Mulai belajar untuk mengendalikan diri agar tidak terlalu berekspetasi bahwa idol harus sempurna, dan membebaskan mereka beraktivitas seperti selayaknya manusia. Kita harus memprioritaskan kebahagiaan sendiri, menjadi K-Popers itu bukan untuk menjadi beban tetapi memotivasi kita untuk bisa mencontoh bagaimana para idol K-Pop berusaha keras dalam mencapai impian mereka.

Daripada membiarkan rasa obsesi berlebihan lebih baik kita melakukan hal yang positif menjadi seorang K-Popers, seperti menggalang dana untuk korban bencana, memperluas pertemanan sesama fandom dan di luar fandom, belajar bahasa Korea sebagai pengetahuan, membangun percaya diri ketika menunjukkan kemampuan yang dimiliki, membuka lapangan pekerjaan melalui bisnis menjual merchandise K-Pop.

Menjadi seorang K-Popers, kita harus pandai dalam memilah hal yang baik dan buruk. Ketika menyukai sesuatu harus ada batasan agar tidak menyiksa diri sendiri. Seharusnya mengenal K-Pop sebagai sarana hiburan agar hidup kita lebih semangat bukannya menjadi terobsesi dan melupakan kebahagiaan diri sendiri.

Mulai sekarang kita harus lebih mencintai diri sendiri. Idola akan senang jika kita lebih menikmati karya mereka dan biarkan mereka memiliki kehidupan yang sebagian tidak untuk diketahui karena setiap orang mempunyai privasi masing-masing.

Menjadi K-Popers bukan untuk saling menjatuhkan antar fandom, tetapi lebih mempererat persahabatan dan saling menghargai sesama.

Baca Juga: Apresiasi Budaya Korea, Mahasiswa Belajar Buat Kimbap di Road to Korean Culture Day 2018

Sungguh memori tak terlupakan yang membahagiakan menjadi seorang K-Popers, tidak ada rasa penyesalan meskipun sempat terobsesi justru itu menjadi pelajaran bagi saya untuk tidak berlebihan dalam menyikapi rasa ketertarikan pada suatu hal.

Penulis: Neti Putri Pancawati
Mahasiswa 
D3 Perpustakaan Universitas Sebelas Maret

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses