Istilah efikasi diri mungkin masih terdengar asing bagi orang awam, padahal istilah ini berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Albert Bandura, salah satu seorang psikolog terkemuka di abad 20 mendefinisikan efikasi diri sebagai bentuk keyakinan terhadap kemampuan diri dalam mengerjakan beberapa tugas.
Efikasi diri lebih spesifik dibandingkan dengan self confident, karena efikasi diri lebih mengarah kepada orientasi tugas tertentu. Sebagai contoh seorang pelatih sepak bola memiliki efikasi diri yang tinggi dalam mengelompokkan tim sepak bola, namun memiliki efikasi diri yang rendah ketika ditugaskan untuk debat ilmiah.
Efikasi diri memiliki berbagai manfaat dalam kehidupan sehari-hari. Secara umum, semakin tinggi efikasi diri seseorang maka semakin tinggi pula tingkat kepuasan, kebahagiaan, serta harga diri pada orang tersebut (Bandura 1997, Flammer 1990).
Seseorang yang memiliki efikasi diri yang tinggi cenderung memiliki jiwa inisiatif, tekun, serta dapat bertahan dalam berbagai situasi atas dasar keyakinan orang tersebut. Dalam kondisi tekanan yang berpotensi menimbulkan stres, efikasi diri yang tinggi dapat menghasilkan lebih sedikit stres yang diderita.
Efikasi diri juga berhubungan dengan semakin kuat tujuan dan komitmen diri yang telah ditetapkan atas keinginannya bahkan dalam menghadapi suatu kegagalan sekalipun (Locke & Latham, 1990).
Dalam segi kesehatan, efikasi diri ternyata dilaporkan berpengaruh positif terhadap pemulihan dari operasi atau penyakit dan gaya hidup sehat.
Dalam studi Bagozzi dan Warshaw (1990) dan Sallis dkk (1988) menemukan bahwa efikasi diri dapat bekerja dengan baik terhadap perubahan gaya hidup, seperti olahraga fisik serta dukungan sosial. Dalam segi akademis, memiliki efikasi diri yang tinggi dapat mengarah kepada tingkat berprestasi yang lebih baik.
Dalam penelitian Mart Van Dinther (2011), menunjukkan keterkaitan efikasi diri yang tinggi pada siswa berhubungan dengan faktor-faktor seperti penggunaan strategi pembelajaran, tujuan yang dicapai, dan berujung kepada prestasi akademik yang dicapai oleh siswa.
Efikasi diri juga dapat dijadikan sebagai salah satu cara untuk menaklukan fobia. Hal ini didasarkan pada hasil eksperimen Bandura (1982) mengenai dua kelompok orang yang fobia terhadap ular. Kelompok pertama akan berinteraksi dengan ular secara langsung dan kelompok kedua akan mengamati kelompok pertama dalam mengambil peran.
Dalam eksperimen tersebut dapat disimpulkan bahwa orang yang berhasil berinteraksi langsung terhadap ular menunjukkan efikasi diri yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang hanya sekadar mengamati.
Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman pribadi lebih efektif daripada observasi dalam mengembangkan efikasi diri dan menghadapi ketakutan kita.
Berdasarkan sumbernya, terdapat 3 komponen utama dari efikasi diri, yaitu enactive self-mastery, role-modelling, dan verbal persuasion.
Enactive self-mastery dapat diperoleh ketika individu mengalami kesuksesan dari pengerjaan sebuah tugas. Enactive self-mastery dapat dibentuk melalui penguasaan progresif, yang dicapai dengan menguraikan tugas-tugas sulit menjadi langkah-langkah kecil yang relatif mudah, untuk memastikan tingkat keberhasilan awal yang lebih tinggi.
Individu secara progresif menaikkan tingkat kesulitan dalam mengerjakan tugas tersebut diiringi dengan evaluasi dan apresiasi hingga menuju puncak keberhasilan. Membangun efikasi diri melalui enactive self-mastery pada dasarnya memerlukan penataan situasi yang membawa keberhasilan yang bermanfaat dan menghindari pengalaman kegagalan berulang.
Baca Juga: Kenapa Harus Belajar Psikologi?
Role-modelling terjadi ketika seseorang mengobservasi perilaku orang lain dalam mengerjakan penugasan lalu memvisualisasikan diri terhadapnya sehingga mendapatkan pembelajaran walaupun tidak melakukan aktivitas tersebut secara langsung.
Pemodelan lebih dari sekadar mencocokan perilaku dari orang lain, melainkan merepresentasikan secara simbolis suatu informasi dan menyimpannya untuk digunakan di masa depan (Bandura, 1986, 1994).
Role-modelling dapat memberikan ide terhadap bagaimana cara mengerjakan tugas tertentu hingga meningkatkan kepercayaan diri akibat dari pemahaman kognitif terhadap pemodelan hingga menunjang keberhasilan.
Role-modelling paling efektif dalam meningkatkan efikasi diri ketika individu memiliki ketertarikan secara pribadi ataupun memiliki kesamaan serupa pada orang yang diobservasi. Sebagai contoh, ketika anda melihat ayah anda dengan berani berbicara di depan umum, maka ketika anda berada di posisi seperti sang ayah, anda merasa lebih berani untuk berbicara di depan umum setelahnya.
Verbal persuasion dapat membangun efikasi diri ketika seseorang yang dihormati memuji kemampuan ataupun keterampilan individu untuk meningkatkan keefektifan. Dalam pengaplikasian, verbal persuasion yang efektif diiringi dengan tindakan yang diharapkan.
Sebagai contoh, ketika seorang pemimpin memberikan apresiasi kepada karyawan terbaiknya karena telah melakukan penugasan dengan baik, maka dampak kata-kata apresiatif kepada karyawan tersebut dapat meningkatkan efikasi dirinya.
Memiliki efikasi diri yang tinggi tentu memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari, namun perlu diingat bahwa memiliki efikasi diri yang terlalu tinggi juga tidak baik. Efikasi diri yang terlalu tinggi dapat menyebabkan individu rentan akan pengambilan keputusan berisiko, menjadi angkuh, dan ketekunan disfungsional.
Stone (1984) menemukan bahwa efikasi diri yang tinggi dapat menyebabkan terlalu percaya diri akan kemampuan yang dimilikinya, sehingga dapat mengarahkan pada putusan yang tidak rasional dan jatuh pada kegagalan.
Dalam banyak kasus, orang yang berpengalaman gagal akibat dari tingginya efikasi membuat mereka menyadari dan menata kembali efikasi diri mereka ke tingkatan yang lebih realistis. Dengan demikian, tingginya efikasi diri perlu diimbangi dengan evaluasi serta kesadaran diri sendiri.
Penulis:Â Kayla Alam Rupaka
Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri Sebelas Maret
Editor:Â Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi