Padepokan Keris Brojobuwono merupakan museum sekaligus tempat pembuatan keris yang terletak di Wonosari, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
Padepokan Brojobuwono didirikan oleh Bambang Gunawan dan Basuki Teguh Yuwono pada tahun 1999.
Padepokan Keris Brojobuwono memiliki museum keris yang mengoleksi berbagai macam keris pada jaman dahulu.
Selain dapat melihat koleksi keris, terdapat juga tempat pembuatan keris, dan ruangan bawah tanah yang berisikan fosil-fosil purba.
Museum ini secara garis besar terbagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama tentu sebagai tempat pameran keris yang berada pada ruangan utamanya.
Pada ruangan ini terdapat berbagai jenis senjata tradisional dari berbagai penjuru wilayah nusantara.
Kendati koleksi di museum ini bukanlah yang terlengkap, namun sejatinya museum ini merupakan tempat yang tepat jika hendak mengenal secara dalam mengenai pusaka lampau.
Demikian karena museum ini memberikan informasi yang mudah dimengerti bagi pengunjung yang hendak mengenal tentang pusaka lampau.
Selain itu, informasi dari pemandu juga sangat informatif mengenai pusaka lampau, salah satunya yakni mengenai keris.
Keris merupakan warisan sosial budaya masyarakat jawa yang simbolis. Oleh karena itu, keris memiliki makna mengenai hidup dan kondisi sosial budaya.
Terdapat salah satu koleksi keris yang menarik yaitu keris dhapur Cengkrong luk-5. Kami katakan menarik karena keris ini berukuran kecil dan pada jaman dahulu dibuat oleh perempuan.
Keris Dhapur Cengkrong luk-5 jarang dijumpai karena sangatlah langka. Keris ini memiliki dua tipe yaitu berupa keris lurus dan berluk-5.
Keduanya dapat ditengarai dari bagian gandiknya yang terbalik. Detail dari keris dhapur Cengkrong luk-5 sebagai berikut:
Bilah
- Tangguh : Majapahit
- Dhapur : Cengkrong Luk-5
- Rerincikan : Gandik landuk kuwalik (terbalik)
- Pamor : Wulung hurap
Hulu
- Jenis : Donoriko gaya Madura
- Bahan : Gading Gajah
- Mendak : Bijen dari bahan perak dilapis emas dihias permata
Sarung/Warangka
- Jenis : Sandang Walikat
- Bahan : Kayu kenari serat nginden emas
- Pendok : Gegambilan (tanpa dihias pendok)
Oleh salah satu pemandu di Museum Brojobuwono, Vera Meliana menjelaskan bahwa pada bagian pertama informasi morfologi keris yakni tangguh.
“Warangka atau sarung keris ini, mempunyai jenis Sandang Walikat yang konon mempunyai arti Tulang Pinggang Samping, tempat biasa memposisikan keris saat dibawa pemiliknya.
Lalu untuk bahannya sendiri terbuat dari Kayu Kenari, lalu untuk pendok, pendok ini aksesoris pada warangka yang biasa terbuat dari logam” kata Vera Meliana.
Sebagai bagian dari simbol sosial budaya hawa, keris mempunyai makna dalam tiap rinci wujud fisiknya. Yang paling terlihat jelas pada bilah keris terdapat dua jenis bilah.
Bilah luk dan leres, dimana bilah luk merupakan bilah yang berkelok dan juga bilah leres yang berbentuk lurus.
Disini terdapat makna dari dua jenis bilah ini, yakni pada bilah leres mempunyai arti bahwa hidup sang pemilik hanyalah lurus kepada sang kuasa.
Pemilik keris bilah leres biasanya para lansia, yang di masa senjanya hidup hanya tinggal lurus kepada sang ilahi. Sedangkan pada bilah luk, mempunyai makna bahwa hidup sejatinya akan banyak hambatan dan ambisi.
Mengenai aspek pada sebuah keris, kami berpendapat bahwa makna filosofis budaya serta semiotika dalam keris mempunyai kekayaan dalam penggambaran falsafah hidup dan juga sebagai penggambaran mengenai keadaan sosial pada masa lampau.
Yang mana pada masa sekarang sedikit sekali khususnya masyarakat jawa yang mengerti serta paham mengenai makna dalam sebilah keris.
Walaupun hal tersebut dikarenakan oleh kompleksitas faktor, hal ini sangat vital untuk dikenal kembali oleh berbagai kalangan.
Salah satu problematika yang dihadapi di masa kini yaitu lenyapnya sisa-sisa kebudayaan lampau diakibatkan minimnya pemahaman mengenai kekayaan pengetahuan mengenai simbol-simbol budaya seperti keris.
Namun hal tersebut bisa dicegah dengan cara pemahaman yang mumpuni dalam mengenal makna dari sebilah keris.
Penulis:
- Antonius Adevan Yuan Putra
- Rayhan Arcana Risq
Mahasiswa Film dan Televisi, Institut Seni Indonesia Surakarta
Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News