Yuk, Kepoin Tahun Baru di Jepang!

Tahun baru di Jepang

Jepang merupakan negara dengan pertumbuhan teknologi yang pesat sekaligus dikenal sebagai negara yang masih kuat dengan unsur tradisionalnya. Oleh karena itu, ia juga terkenal sebagai negara yang memiliki banyak perayaan atau festival dan ritual, seperti Gion Matsuri, Obon Matsuri, Tanabata dan lain-lain. Tak hanya festival tradisional saja, event seperti Valentine, Halloween, Natal, serta tahun baru turut dirayakan.

Pada Senin, 28 Desember 2020, Bincang Santai Budaya Jepang mengadakan webinar bersama pembicara Bu Susy Ong, Ph. D., dan Bu Imelda Coutrier Miyashita, M. Ed. Kedua pembicara merupakan alumni Sastra Jepang, FIB, Universitas Indonesia. Peserta yang mengikuti webinar tersebut meliputi guru, mahasiswa dan siswa SMP-SMA. Di kesempatan webinar ini, kedua pembicara menceritakan tentang pengalamannya selama tinggal di Jepang mengenai bagaimana masyarakat Jepang merayakan tahun baru.

Pembicara bercerita, setelah restorasi Meiji, Jepang mulai merayakan tahun baru dengan kalender Masehi, pada tanggal 1 Januari. Sebelumnya, Jepang merayakan tahun baru bersamaan dengan Tahun Baru Imlek, mengikuti kalender Cina.  Perayaan tahun baru di Jepang juga memiliki makna lain, yaitu menyambut musim semi. Bagi orang Jepang, seakan semua yang mati kembali hidup. Digambarkan pada musim dingin banyak tumbuhan dan pepohonan merontokkan daun-daunnya, kemudian berganti ke musim semi. Hal ini disambut dengan gembira dan dirayakan saat tahun baru, maka ucapan selamat tak hanya ucapan selamat tahun baru, ada ucapan-ucapan lain untuk menyambut datangnya musim semi. Perayaan tahun baru di Jepang memakan waktu kurang lebih satu bulan lamanya, mulai 13 Desember hingga 15 Januari. Dari awal bulan Desember, masyarakat Jepang sudah mulai sibuk, semua pekerjaan harus segera diselesaikan.

Oosouji

Persiapan perayaan dimulai tanggal 13 Desember dengan bersih-bersih rumah maupun kuil, kegiatan ini disebut dengan Oosouji atau dikenal juga dengan Susubarai. Setelah selesai bebersih rumah, orang Jepang memajang Kadomatsu dan Shimenawakazari di depan rumah masing-masing. Kadomatsu merupakan pajangan yang terbuat dari bambu, yang melambangkan bahwa Dewa mengunjungi tempat disela-sela pohon bambu, sedangkan Shimenawakazari adalah pajangan yang terbuat dari dua tali yang dipelintir, yang melambangkan ular jantan dan betina, bermakna adanya keturunan, sehingga bertambahnya jumlah anggota keluarga akan sejahtera serta meminta keberkahan. Kedua ornamen tersebut dipajang pada tanggal 28 dan 30 Desember, namun tanggal 29 dan 31 Desember tidak diperbolehkan memajang Kadomatsu dan Shimenawakazari, dikarenakan penyebutan 29 dalam bahasa Jepang berarti musibah dua kali lipat, tanggal 31 dianggap terburu-buru dan terlambat, maka dianggap tidak menghargai Dewa. Kagamimochi adalah persembahan untuk Dewa, berupa mochi, biasanya terdiri dari dua tingkat dan diletakkan di depan altar. Pemajangan Kagamimochi ini sama seperti Kadomatsu dan Shimenawakazari.

Bacaan Lainnya

Oomisoka

Nah, tanggal 31 Desember, disebut Oomisoka, yaitu rumah yang sudah bersih, orang Jepang berkumpul dengan keluarganya sambil makan-makan dan menonton Kouhaku Uta Gassen yang merupakan acara pertandingan menyanyi tim merah dan putih, yang disiarkan oleh NHK khusus malam tahun baru. Biasanya mereka menutup tahun dengan makan makanan yang lezat dan mewah, dengan harapan tahun berikutnya tidak akan kekurangan makanan. Salah satu hidangannya yaitu Toshikoshi Soba (mi soba dan tempura, dapat dihidangkan dingin maupun panas) yang bermakna rezeki dan hidup yang panjang, biasanya dimakan saat malam menuju tengah malam.

Tradisi pada malam tahun baru, yaitu akan terdengar Joyanokane (bunyi dentang lonceng dari kuil) sebayak 108 kali dengungan. Setiap dentangan lonceng memiliki maksud untuk menghapus dosa-dosa manusia, seperti kerakusan, dengki, kesombongan dan lain-lain. Ketika dentangan lonceng sudah terdengar, mereka mengunjungi dan berdoa di kuil. Biasanya anak-anak muda menghitung mundur jam menuju tahun baru di kuil. Sedangkan penampilan kembang api hanya ada ditaman-taman hiburan yang merayakannya, seperti Disney Land.

Gantan

Pagi hari pertama tahun baru, biasa disebut Gantan, dimulai dengan membersihkan Butsudan (altar Buddha) dan Kamidana (altar Dewa Shinto), mengganti air, kertas doa, dan menyembahkan makanan yang disiapkan untuk tahun baru beserta sake. Setelah itu, meminum Otoso, yaitu minuman dari obat Toso yang direbus dan dicampur sake dengan kandungan alkohol rendah. Dengan meminum Otoso, mereka berharap dapat melindungi keluarga dari penyakit ditahun berikutnya.

Pada perayaan tahun baru ini terdapat hidangan khusus, seperti Ozoni, sup kuah putih atau kuah miso dengan isian udang yang membulat melambangkan orang yang membungkuk hormat. Yaitu dengan harapan memiliki umur yang panjang. Osechi Ryouri, seperti bento tiga tingkat, yang berasa manis (supaya awet dan menambah energi), dan paling sedikit terdiri dari 16 jenis makanan di dalamnya. Makanan ini dimakan untuk tiga hari, bertujuan supaya ibu-ibu tidak masak.

Contoh makanan dalam Osechi Ryouri, yaitu Kazunoko, terbuat dari telur ikan yang dipotong kecil-kecil. Melambangkan banyak anak yang berarti kejayaan keluarga. Kuromame, kacang hitam yang di atasnya ditaburi serpihan Kinpaku, yaitu kertas emas, melambangkan kesejahteraan dan kesehatan keluarga. Kamaboku, baso ikan berbentuk setengah lingkaran melambangkan matahari pertama yang terbit di tahun itu. Kurikinton adalah hidangan berupa chestnut berwarna kuning keemasan, melambangkan tanda bersyukur dan banyak rezeki. Hal lain yang paling ditunggu oleh anak-anak ditahun baru adalah Otoshidama, yaitu angpao yang biasanya diberikan setelah makan hidangan khusus tahun baru.

Ganjitsu

Ganjitsu memiliki arti hari pertama tahun baru. Nah, orang Jepang menyukai segala sesuatu yang memiliki unsur ‘pertama’, contohnya dalam tema tahun baru adalah Hatsumode, Hatsuhinode, Kakizome dan Hatsuyume. Hatsumode adalah berkunjung ke kuil Shinto untuk pertama kalinya. Di sana biasanya mereka membeli Hamaya (berbentuk anak panah, untuk menolak bala, dan dipanjang di rumah nantinya), dan Omikuji (ramalan tertulis yang diambil secara acak untuk tahun baru, ramalan seperti keberuntungan, percintaan dan sebagainya). Hatsuhinode adalah matahari terbit untuk pertama kalinya ditahun baru. Kakizome adalah tulisan atau kaligrafi pertama yang dibuat pada awal tahun baru. Sedangkan Hatsuyume adalah mimpi pertama di tahun baru, biasanya mimpi datang di tanggal 2 Januari, keesokan harinya akan ditanya, mimpi apa semalam? Bila bermimpi melihat gunung Fuji, terong atau burung elang akan diberikan keselamatan dan rezeki.

Setelah makan hidangan yang lezat nan mewah dengan dominasi rasa manis tersebut, pada tanggal 7 Januari, orang Jepang menyantap Nanakusagayu, yaitu bubur tujuh rupa yang rasanya agak pahit, sebagai penetralisir lambung, dan supaya sehat. Terakhir, pada tanggal 15 Januari, sebagai penutup perayaan tahun baru, orang Jepang melakukan Dondoyaki (pembakaran pajangan tahun baru, yakni Kadomatsu dan Shimenawakazari di kuil).

Begitulah perayaan tahun baru di Jepang, dengan melakukan Oosouji, memajang Kadomatsu, Shimenawakazari dan Kagamimochi, membunyikan lonceng (Joyanokane), menyantap makanan tahun baru seperti Osechi Ryouri serta Nanakusagayu, berdoa di kuil (Hatsumode), dan ditutup dengan Dondoyaki.

Salma Mahira Dewi
Mahasiswa Studi Kejepangan, Universitas Airlangga

Editor: Diana Pratiwi

Baca Juga:
Catat Ker! Tahun Baru, Belasan Penari Kampung Budaya Polowijen Menari di 3 Kampung Tematik
Tahun Baru 2019, IP3 Kab. Pinrang Gelar Bazar
Tutup Tahun dengan Epic, MasukKampus Gelar Try Out SBMPTN dan Ambyar Bareng Anak SMA Se-Solo Raya

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses