Implikasi Rencana Kenaikan PPN 12% terhadap Realisasi Program Makan Bergizi Gratis

Kenaikan PPN 12%
Ilustrasi: istockphoto, karya: SmileStudioAP.

Isu kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% di Indonesia menjadi kekhawatiran bagi banyak publik. Tidak mengherankan, sebab akan ada beragam implikasi yang lebih jauh ke depan jika kenaikan PPN diberlakukan.

Implikasi dari kebijakan ini dapat memberikan sebuah dampak yang signifikan pada banyak sektor, terutama pada sektor perekonomian termasuk terhadap “Program Makan Bergizi Gratis”.

Diketahui pada awal kampanye, Dewan Pakar TKN Prabowo- Gibran, Panji Irawan, mengatakan bahwa kebutuhan anggaran untuk biaya Program Makan Bergizi Gratis akan bersumber dari punggutan Pajak. Diperkirakan akumulasi anggaran yang dibutuhkan untuk menunjang program ini  mencapai hingga ratusan trilliun.

Tujuan utama dari Program Makan Bergizi Gratis ialah untuk meringankan beban masyarakat miskin dan menekan angka stunting. Pemerintah tentunya membutuhkan anggaran yang tinggi, yang diyakini dengan memaksimalkan dari sumber penerimaan negara. Salah satunya melalui pajak yakni Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Bacaan Lainnya

Namun, perlu diketahui bahwa kenaikan PPN akan berimbas terhadap peningkatan  harga produk dan penurunan daya beli masyarakat. Hal ini tentu saja dapat memengaruhi biaya pelaksanaan program ini.

Apabila tidak melalui dengan perencanaan yang optimal, nantinya tidak hanya menghambat efektivitas program, tetapi juga membatasi jumlah penerima manfaat, serta  menambah beban pemerintah  dengan alokasi anggaran.

Oleh karena itu, perlu adanya kajian yang mendalam  mengenai implikasi rencana kenaikan PPN 12% terhadap Program Makan Bergizi Gratis.

Kenaikan PPN disatu sisi dapat menguntungkan Program Makan Bergizi Gratis, tetapi disisi lain justru dapat menjadi Boomerang. Menaikan PPN menjadi 12% akan berbanding lurus dengan meningkatnya harga dan jasa operasional. Ditengah situasi ekonomi masyarakat yang sedang lemah.

Pemerintah malah menambah beban masyarakat. Seharusnya perlu mengkaji pemutusan kenaikan PPN dengan situasi ekonomi masyarakat. Jika kenaikan PPN diberlakukan alih alih menaikkan penerimaan negara, justru malah akan memperlambat dengan pertumbuhan ekonomi.

Hal tersebut akan semakin jauh dengan target dari Pemerintah menaikkan pertumbuhan ekonomi 8%, yang justru menjadi angan-angan semata.

Untuk merealisikan Program Makan Bergizi Gratis, pemerintah jangan hanya berkonsentrasi dari satu sumber instrumen. Diperlukan harmonisasi penyesuaian aliran dana, seperti menjalin kerja sama dengan negara lain, menjalin kemitraan dengan pihak swasta, atau mengalokasikan anggaran dari program lain.

Namun, jika tidak mampu  mengatasi koordinasi persiapan yang kompleks ini dengan tangkas, justru akan memperlambat pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis.

Rencana kenaikan PPN dapat menyebabkan fluktuasi kondisi perekonomian dan ketidakpastian pendapatan masyarakat. Ketidakpastian ini dapat mengganggu perencanaan jangka panjang terhadap Program Makan Bergizi Gratis karena diperlukan pendanaan yang stabil untuk memastikan kelancaran program.

Skeptisme Kandungan Kualitas Gizi

Dugaan terhadap isi kandungan gizi juga membuat publik merasa bertanya tanya.  Apakah akan dilakukan revisi menu dan pengadaan bahan baku makanan. Selain itu, dengan penetapan penurunan biaya Program Makan Bergizi Gratis, awalnya direncanakan sebesar Rp15 Ribu menjadi Rp10 Ribu.

Dengan penurunan biaya ini, masyarakat merasa skeptis atas pemenuhan kualitas dan kandungan gizi yang diharapkan Program Makan Bergizi Gratis yang dinilai sulit terealisasikan. Pemerintah harus memastikan makanan yang disediakan telah mencukupi kebutuhan gizi anak, ibu hamil, dan ibu menyusui.

Masyarakat perlu mengetahui berapa biaya standar pemenuhan untuk satu porsi. Menurut simulasi IDEAS, rata-rata standar biaya pemenuhan kebutuhan gizi satu porsi makanan berkisar antara Rp20 Ribu hingga Rp30 Ribu.

Anggaran tersebut telah mencakup berbagai komponen, seperti satu porsi nasi sekitar Rp3 Ribu hingga Rp5 Ribu, lauk utama seperti daging, ayam atau ikan sekitar Rp10 Ribu hingga Rp15 Ribu, serta komponen sayur mayur yang membutuhkan tambahan sekitar Rp5 Ribu.

Atas dasar demikian, seperti yang sudah dijelaskan di awal, tentu rencana kenaikan PPN berdampak terhadap kenaikan bahan baku makanan. Hal ini perlu dipertanyakan, apakah juga  berdampak atau tidak terhadap  kandungan gizi dalam Program ini.

Pemerintah perlu memberikan penjelasan yang tegas, sebab dikhawatirkan terjadi penurunan kandungan kualitas gizi dalam Program Makan Bergizi Gratis. Kekhawatiran masyarakat terpaku terhadap kemungkinan adanya korelasi jumlah anggaran dengan pemenuhan kualitas gizi.

Apabila anggaran tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi yang optimal, pemerintah dinilai terpaksa mengambil keputusan dengan mengorbankan kualitas gizi demi untuk efisiensi  biaya.

Pengurangan Alokasi Anggaran

Kenaikan PPN 12% berpotensi dapat mengurangi peran dari sektor lain. Jika nantinya kenaikan PPN telah diberlakukan , tetapi  ternyata realitasnya dinilai tidak dapat mencukupi Program Makan Bergizi Gratis.

Pemerintah  mungkin mengambil sikap dengan melakukan alokasi anggaran dari sektor lain untuk menjaga kelangsungan Program Makan Bergizi Gratis. Namun, tentu saja langkah ini sangat berisiko apabila mengurangi alokasi anggaran dari sektor penting lainnya.

Mengingat anggaran negara harus mempunyai batasan prioritas, termasuk sinkronisasi antara satu sektor dengan sektor lainnya. Alokasi anggaran untuk Program Makan Bergizi Gratis harus tepat sasaran.

Jangan sampai, menghambat pembangunan antar sektor dan memengaruhi perencanaan program jangka Panjang yang seharusnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dalam rangka menjawab implikasi rencana kenaikan PPN 12% terhadap realisasi Program Makan Bergizi Gratis, argumentasi di atas menunjukkan bahwa hal ini berpotensi dalam memaksa pemerintah menjaga kestabilan anggaran pembiayaan dengan sektor lain agar tidak menciptakan terganggunya pembangunan dan pertumbuhan nasional.

Dengan demikian,  tidak heran apabila potensi menekan alokasi dari sektor lain akan dapat dilakukan karena anggaran akan difokuskan guna menjamin kelancaran Program Makan Bergizi Gratis.

Kesimpulan

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa  rencana kenaikan PPN 12% mempunyai implikasi terhadap Program Makan Bergizi Gratis, antara lain peningkatan biaya kebutuhan bahan baku, biaya  jasa operasional, aksesibilitas distribusi, biaya alokasi antar sektor, penurunan daya beli masyarakat dan realiasi keberlanjutan program. Jika tidak diantisipasi dengan perencanaan kajian yang matang, kenaikan PPN 12% justru akan membebani negara.

Dengan demikian, kebijakan kenaikan PPN  12% benar-benar perlu dirancang dengan mempertimbangkan aspek keterbukaan dan keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat, supaya dapat berjalan  dengan optimal dalam memenuhi tujuan utama  Program Makan Bergizi Gratis,  yakni  meningkatkan kebutuhan gizi dan mencegah stunting generasi Indonesia.

Penulis: Hizkia Marcell Manurung
Mahasiswa Akuntansi Program Sarjana UPN “Veteran” Jakarta

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses