Agama Dominan yang Intoleran, Sesuaikah dengan Sila ke 1 Pancasila?

Indonesia adalah bangsa yang majemuk, dimana negara ini memiliki suku, ras dan agama yang berbeda. Tetapi perbedaan tersebut terkadang menyebabkan konflik, salah satunya karena agama. Konflik tersebut dapat disebabkan oleh kurangnya rasa menghargai dan menerima kemajemukan. Indonesia sendiri adalah negara yang memiliki mayoritas penduduk Muslim, dimana menurut hasil Sensus penduduk Indonesia pada tahun 2010, 87,18% dari 237.641.326 penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam.

Seperti yang kita ketahui, Pancasila dalam sila pertama berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa” dan di dalam sila ini menjelaskan tentang percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Bagi orang yang beragama Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa Al-Masih, bagi seorang Islam ber-Tuhan menurut petunjuk Nabi Muhammad SAW, orang Buddha melakukan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada. Adanya konflik agama di Indonesia ini diakibatkan oleh alasan kuat, di antaranya adalah sikap kelompok mayoritas yang menganggap dirinya memiliki kekuasaan atau pengaruh lebih besar dibandingkan kelompok minoritas dan merasa paling benar serta sikap belum bisa menerima perbedaan.

Sikap-sikap di atas merupakan alasan dominasi dari kelompok mayoritas, jika kita lihat dari sudut pandang sosiologi sifat tersebut tergolong stereotype (penilaian seseorang atau kelompok berdasarkan persepsi terhadap kelompok sendiri), bahkan ada bebrapa ORMAS (organisasi massa) di Indonesia yang berpandangan seperti itu, dan sering juga terjadi perbedaan pendapat, berikut beberapa kasus di Indonesia.

Bacaan Lainnya
DONASI

Contoh kasus intoleransi agama di Indonesia. Sekelompok masyarakat yang beragama Hindu dilarang melakukan ritual di Yogyakarta bahkan ada kasus yaitu makam seorang Kristen yang nisan salibnya dipotong oleh seorang warga karena menurut beberapa keterangan warga setempat, makam tersebut sebenarnya makam umum tetapi banyak disemayamkan warga islam di situ.

Kembali ke masa silam presiden ke- 3 kita KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), bapak pluralisme Indonesia. Kita masih mengenang bagaimana sepak terjang Gus Dur dalam menangani konflik agama di Indonesia. Penerapan ide-ide dari Gus Dur yaitu pluralisme (menghargai keberagaman) yang telah meminimalisir konflik” horizontal yang terjadi pada waktu itu. Dengan prinsip saling menghargai satu sama lain dan meniadakan dominasi atau stereotype dengan golongan atau kelompok lain, sosok Gus Dur mampu membuat bangsa ini damai.

Begitupun dengan kita. Demi kelangsungan kehidupan bangsa yang damai dan penuh keberagaman serta kemajemukan, mari kita meneladani Gus Dur dalam meneladani prinsip, “Humanity Above Religion”.

Adela Kurnia Putri D. R.
Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Islam Malang

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI