Apakah Salah Pendidikan Seksual Diajarkan Sejak Dini?

pendidikan seksual

Jika kita berbicara mengenai sesuatu yang sifatnya seksual pasti ujung-ujungnya akan dianggap tabu dan lebih baik tidak membahasnya lebih jauh. Begitu pula ketika kita memberikan pengetahuan mengenai hal-hal seksual atau yang biasa dikenal sebagai pendidikan seksual.

Seringkali terjadi miskonsepsi yang beredar di kalangan masyarakat bahwa pendidikan seksual itu hanya mengajarkan mengenai seks saja, karena hal itu banyak orang tua dan guru yang memilih untuk membahas atau mengenalkan hal tersebut secara detail setelah anak-anak mereka memasuki masa pubertas atau bahkan tidak diajarkan sama sekali.

Para orang tua memiliki kekhawatiran jika mereka mengajarkan pendidikan seksual kepada anak-anak sejak dini mereka akan berbuat sesuatu yang tidak seharusnya.

Bacaan Lainnya
DONASI

Faktanya pendidikan seksual yang diajarkan secara detail dan jelas justru akan menunda dan bahkan mencegah anak-anak untuk melakukan sesuatu yang tidak seharusnya karena anak sudah dibekali dengan informasi yang komprehensif akan konsekuensi ataupun dampak lainnya yang berhubungan dengan pendidikan seksual.

Baca juga: Pembentukan Karakter bagi Remaja untuk Menghindari Pernikahan Dini, Kekerasan, dan Seks Bebas

Jika dirasa pendidikan seksual masih kurang tepat diajarkan kepada anak-anak sedari dini maka kita bisa berkaca dari kurikulum pendidikan seksual komprehensif UNESCO bahwa pendidikan seksual diajarkan sesuai umur mereka masing-masing.

Pada usia 5-8 tahun anak-anak bisa mulai diajarkan mengenai hubungan, menghargai macam-macam bentuk dari orangtua.

Pada usia 9-11 tahun anak-anak harus bisa memahami cara menolak dan melawan tindak kekerasan dan perundungan, salah satunya adalah kekerasan seksual.

Lalu, pada usia 12-15 tahun, mereka mulai diajarkan mengenai bagaimana cara mengaplikasikan strategi penyelesaian konflik dengan orang tua.

Pada usia 16-18 tahun ke atas sudah harus diajarkan untuk memahami kebutuhan kesehatan, fisik, mental, spiritual, dan pendidikan seorang anak.

Dapat dilihat jika kurikulum pendidikan seksual itu menyesuaikan materi dengan perkembangan anak, jadi kita bisa mengajarkan topik yang sesuai dengan usia mereka.

Baca juga: Keadilan yang Ada dalam Menangani Kasus Pelecehan Seksual di Indonesia

Implementasi pendidikan seksual yang bisa dimulai dilakukan dari rumah adalah mengajarkan anak untuk mengetuk pintu sebelum masuk ke kamar orang tua di tiga waktu yang berbeda. Lalu, membedakan tempat tidur anak yang berjenis kelamin sama dengan yang berjenis kelamin berbeda.

Selain itu, kita juga bisa mengajarkan mereka untuk memakai pakaian minim hanya ketika di kamar atau di kamar mandi saja.

Mulai mengajarkan siklus menstruasi dan kita juga harus memberikan pemahaman terhadap anak perempuan bahwa menstruasi bukanlah suatu hal yang tabu dan itu wajar terjadi.

Kita juga bisa mengingatkan mereka kalau orang asing itu bisa berbahaya dan mereka harus berteriak kencang, lari dan melapor jika ada orang yang menyentuh bagian tubuh mereka.

Ketika kita mengajarkan pendidikan seksual terhadap anak-anak secara detail dan gambling maka akan banyak dampak positif yang dirasakan oleh mereka.

Salah satunya adalah mereka menjadi tidak malu untuk sharing mengenai masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh mereka, terutama masalah yang berhubungan dengan seksual seperti menstruasi dan keputihan untuk perempuan atau mimpi basah untuk laki-laki.

Selain itu, dengan diajarkannya pendidikan seksual sesuai umur mereka, dan bicara jujur mengenai topik seksual terhadap mereka, kita dapat membekali anak dengan pengetahuan dan keterampilan untuk keamanan diri, serta membuat keputusan yang bijak terkait hubungan keintiman dari perspektif Islam.

Pada intinya mengajarkan pendidikan seksual sejak dini kepada anak bukanlah suatu hal yang salah ataupun tabu. Asalkan kita mampu mengajarkannya sesuai umur mereka, menggunakan kata-kata yang jelas dan objektif, dan dijelaskan tanpa rasa ragu.

Pendidikan seksual sangat penting dan harus diajarkan baik di rumah maupun di sekolah, sebagai penanaman dan penjagaan terhadap anak sedari dini.

Penulis: Aulia Tsabita Fathiya
Mahasiswa Universitas Airlangga Surabaya

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI