Tidak lama lagi umat Islam akan memperingati dan merayakan hari kelahiran Nabi Besar Muhammad SAW atau lebih dikenal dengan Hari Maulid. Hari besar ini diperingati pada tanggal 12 Rabiul Awwal setiap tahunnya menurut penanggalan kalender tahun hijriah. Di Indonesia sendiri, perayaan hari Maulid disahkan oleh pemerintah sebagai hari besar dan hari libur nasional.
Berdasarkan Surat Keputusan Bersama 3 Menteri dalam https://kemenkopmk.go.id tentang hari libur nasional dan cuti bersama tahun 2022, maka Maulid Nabi Muhammad SAW tahun 2022 dinyatakan jatuh pada hari Sabtu, tanggal 8 Oktober tahun 2022. Tanggal 8 tersebut dijadikan satu-satunya tanggal merah di bulan Oktober 2022, karena menjadi hari bersejarah bagi para umat Islam di Indonesia.
A. Sejarah Berkembangnya Tradisi Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di Arab
Dalam buku Sejarah Maulid Nabi (2015), yang ditulis oleh Ahmad Sauri, disebutkan bahwa adanya tradisi masyarakat Arab melakukan perayaan memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW yang sudah dilakukan oleh umat Islam sejak dua tahun menurut penanggalan kalender hijriah.
Baca Juga: Etika Pemerintahan Zaman Nabi Muhammad SAW dan Zaman Joko Widodo, Sama atau Berbeda?
Buku tersebut, juga menceritakan bahwa seorang wanita bernama Khaizuran yang merupakan salah satu sosok berpengaruh di Arab selama masa pemerintahan tiga khalifah Dinasti Abbasiyah, yaitu pada masa Khalifah suaminya (Khalifah Al-Mahdi bin Mansur Al-Abbas), Khalifah kedua putranya (Khalifah Al-Hadi dan Khalifah Al-Rasyid). Karena pengaruhnya yang besar tersebut pada era kekhalifahannya, Khaizuran mampu menggerakkan umat Islam di Arab.
Besarnya perhatian Khaizuran terhadap Nabi Muhammad SAW, maka Khaizuran datang ke Kota Madinah dan memerintahkan masyarakat Kota Madinah untuk mengadakan perayaan kelahiran Nabi Muhammad SAW di Masjid Nabawi. Dari Kota Madinah, Khaizuran juga melakukan berpergian ke Kota Makkah untuk melakukan perintah yang sama kepada masyarakat Kota Makkah untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW di rumah-rumah mereka.
Lalu bagaimana asal-usul berkembangnya tradisi memperingati Hari Maulid Nabi Muhammad SAW di Indonesia? Baca Selengkapnya.
B. Sejarah Berkembangnya Tradisi Perayaan Hari Maulid Nabi Muhammad SAW di Indonesia
Di Indonesia, sejarah berkembangnya tradisi memperingati Hari Maulid Nabi Muhammad SAW berawal pada sekitar tahun 1404 Masehi, di Era 9 Wali Sanga yang berperan dalam menyiarkan agama Islam di Nusantara. Tradisi ini diadakan demi menarik dan memikat hati masyarakat pada saat itu untuk mulai memeluk agama Islam. Oleh karena itu, Maulid Nabi juga disebut sebagai perayaan “Syahadatin” yang diartikan sebagai kesaksian dan pengakuan umat Islam bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan pengakuan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah.
Tradisi perayaan maulid ini berkembang di Indonesia secara turun-temurun antar generasi ke generasi. Tradisi ini biasanya diadakan di perkampungan, pondok pesantren, masjid, majelis ta’lim, hingga di sekolah, demi mengingat dan juga menumbuhkan rasa cinta kita kepada Rasulullah.
Tradisi perayaan Maulid juga dilakukan dengan berbagai cara yang beragam serta didasari pada adat dan istiadat daerah tertentu. Tradisi tersebut dimeriahkan dengan sejumlah acara, seperti perayaan keagamaan dengan membaca Shalawat Nabi yang diiringi alat musik hadroh dan rawis, membaca Syair Barzanji (sejarah hidup Rasulullah sejak lahir sampai wafatmya) dengan cara bergantian, kemudian dilanjutkan dengan pengajian, serta diadakannya lomba keagamaan hingga berbagi makanan ke warga setempat.
Baca Juga: Melatih Anak Cinta kepada Allah dengan Mengambil Pelajaran Kisah Nabi Ibrahim dari Berkurban
C. Berikut Asal-usul Berkembangnya 3 (tiga) Tradisi Perayaan Hari Maulid Nabi di Indonesia
1. Tradisi Grebeg Maulud
Tradisi perayaan Maulid yang sudah ada sejak zaman Kesultanan Mataram dan menjadi salah satu ciri khas Yogyakarta, yaitu Tradisi Grebeg Mulud atau yang lebih dikenal dengan Grebeg Maulud. Berasal dari kata “gerebeg” dengan arti taat atau mengikuti, yaitu taat dalam mengikuti Sultan Keraton dan anggota kesultanan ketika hendak keluar dari Keraton menuju Masjid Agung untuk mengikuti perayaan Maulid Nabi.
Tradisi tahunan ini dilengkapi dengan sarana upacara, seperti mengarak nasi gunungan yang dibawa ke Masjid Agung, kemudian diselenggarakannya doa bersama, serta dibagikannya gunungan tersebut kepada warga setempat.
2. Tradisi Kirab Ampyang
Tradisi perayaan Kirab Ampyang digelar di Desa Loram Kulon, Jati, Kudus, Jawa Tengah. Tradisi yang masih terjaga hingga saat ini dan menjadi salah satu asli budaya lokal setempat. Sejarahnya, tradisi ini digunakan sebagai media penyebaran agama Islam di wilayah tersebut yang dilakukan oleh puteri Sultan Trenggono dari Kerajaan Demak, yaitu Ratu Kalinyamat dengan dibantu oleh suaminya, Sultan Hadirin.
Perayaan tersebut dilakukan dengan cara membagikan makanan kepada warga setempat melalui arak-arakan yang dibawa oleh warga setempat, berupa tandu yang telah dirangkai menyerupai gunungan yang berisi hidangan nasi, serta telah didoakan oleh para tokoh pemuka agama.
3. Tradisi Walima
Sedangkan di Gorontalo terdapat tradisi Maulid yang masih terjaga dengan baik dan semua masjid mengikuti tradisi tersebut di setiap tahunnya, yaitu tradisi perayaan Walima. Diketahui, tradisi ini ada sejak abad ke-17 ketika Gorontalo mengenal Islam.
Baca Juga: Indahnya Kepemimpinan Berfikir dalam Islam
Tradisi ini dilakukan melalui pembuatan kue tradisional, seperti, curuti, kolombengi, dan buludeli, yang dibawa secara beramai-ramai oleh warga dari rumah ke masjid terdekat. Ketika perayaan ini berlangsung, seluruh warga berkumpul dan menunggu di masjid.
Warga siap bersaing memperebutkan kue yang dihidangkan dan telah didoakan dalam rangkaian acara memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Sebab, menurut warga setempat, jika mendapatkan makanan yang didoakan, akan mendapat keberkahan.
Dapat disimpulkan, asal-usul berkembangnya tradisi memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW telah ada sejak era 9 Wali Sanga yang berperan dalam menyiarkan agama Islam ke Nusantara, kemudian dilanjutkan pada zaman kerajaan dan kesultanan, hingga berkembang dan tetap terjaga sampai saat ini.
Meski beragam dalam bentuk tradisi perayaannya di Indonesia, namun pada hakikatnya tradisi Maulid tidak hanya sekadar sebagai perayaan dan pengingat sejarah bagi umat Islam. Akan tetapi, tradisi ini juga sebagai tempat ladang pahala dengan memuji kekasih Allah SWT dengan bershalawat kepada Nabi, lalu sebagai penyemangat umat Islam untuk berlomba-lomba dalam meneladani dan juga mengimplementasikan sikap teladan Rasulullah, yang menjadi contoh paling sempurna bagi seorang muslim dalam menjalani kehidupan, serta tentunya tradisi ini juga tidak lepas daripada mencari keberkahan.
Penulis: Miska Anayya
Mahasiswa S1 Akuntansi Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi