Belajar dalam Sunyi: Kisah dari SDN 158461 Hutagurgur 2

SDN 158461 Hutagurgur 2.
Belajar dalam Sunyi: Kisah dari SDN 158461 Hutagurgur 2.

Ketika saya pertama kali menginjakkan kaki di SD Negeri 158461 Hutagurgur 2, sebuah sekolah dasar yang tersembunyi di pelosok Gunung Serasi, Tapanuli Tengah, saya tidak hanya melihat bangunan tua dengan fasilitas minim, saya menyaksikan perjuangan nyata dalam meraih pendidikan.

Anak-anak berjalan kaki berkilo-kilometer setiap hari hanya untuk belajar tanpa listrik, tanpa internet, dan dengan sumber belajar yang sangat terbatas.

Mengapa esai ini layak dibaca? Karena ia bukan sekadar tulisan tentang ketimpangan pendidikan, tetapi suara nyata dari sebuah sekolah yang nyaris tak terdengar. Esai ini lahir dari perjumpaan langsung dengan siswa dan guru yang berjuang dalam sunyi, di tempat yang bahkan mungkin tidak dikenali oleh peta kebijakan nasional.

Saya tidak menulis berdasarkan berita atau laporan orang lain, saya menyaksikannya sendiri. Esai ini hadir bukan hanya untuk memberi tahu, tetapi untuk mengingatkan bahwa pendidikan yang adil tidak boleh berhenti di kota-kota besar.

Bacaan Lainnya

Jika satu orang membaca ini dan tergerak untuk bertindak, maka perjuangan kecil dari SDN Hutagurgur 2 akan menjadi awal dari perubahan besar bukan hanya di satu titik terpencil, tetapi bisa menjalar hingga ke sekolah-sekolah lain yang menghadapi nasib serupa di Papua, Kepulauan Riau, NTT, dan pelosok Nusantara lainnya. Perubahan besar selalu dimulai dari kepedulian yang kecil namun tulus.

Berbeda dari esai pendidikan lain yang membahas masalah umum, tulisan ini berangkat dari pengalaman lapangan yang konkret dan mendalam.

Esai ini menawarkan sudut pandang orang pertama yang menyaksikan langsung kondisi sekolah di daerah terpencil, sesuatu yang jarang dibahas secara jujur dan menyeluruh dalam diskursus pendidikan nasional.

Tujuan utama esai ini adalah mengangkat realitas yang kerap terabaikan, serta memberikan solusi yang tidak hanya teoritis, tetapi juga relevan dan dapat diterapkan.

Tesis saya adalah bahwa SDN 158461 Hutagurgur 2 menghadapi tantangan besar yang memengaruhi kualitas pendidikan, dan kolaborasi antara pemerintah, pihak sekolah, dan masyarakat sangat diperlukan untuk mengatasi masalah ini.

SDN 158461 Hutagurgur 2 menghadapi berbagai hambatan serius yang mengganggu kelancaran proses belajar-mengajar. Dari kunjungan langsung yang saya lakukan, saya menyaksikan betapa terbatasnya sarana dan prasarana di sekolah ini.

Tidak adanya listrik, koneksi internet, dan media pembelajaran yang layak menjadikan kegiatan belajar jauh dari ideal. Guru-guru berjuang menyampaikan materi hanya dengan papan tulis dan buku seadanya, sementara siswa harus beradaptasi dengan kondisi yang serba kekurangan.

Mungkin benar bahwa ada sekolah lain yang lebih parah secara akses geografis, namun yang membedakan SDN 158461 Hutagurgur 2 adalah posisinya yang berada di tengah-tengah tidak cukup dekat untuk merasakan kemajuan teknologi pendidikan, tetapi juga tidak cukup ekstrem untuk mendapat perhatian khusus dari pemerintah atau lembaga bantuan.

Sekolah ini berada dalam ‘zona abu-abu’ yang rentan terabaikan, dan justru karena itulah suara mereka jarang terdengar. Mereka tidak hanya berjuang melawan kekurangan, tapi juga melawan ketidakpedulian dan invisibilitas kebijakan.

Selain keterbatasan fisik, tantangan sosial juga menjadi hambatan utama. Banyak siswa yang harus membantu ekonomi keluarga dan akhirnya mengesampingkan pendidikan. Rendahnya kesadaran orang tua tentang pentingnya pendidikan formal memperparah kondisi ini.

Baca Juga: Ketimpangan Sosial dalam Akses Pendidikan pada Daerah Pedesaan

Sebagian besar masyarakat di daerah ini bermata pencaharian sebagai petani karet, pekerja sawit, atau berkebun di ladang sendiri. Anak-anak kerap dilibatkan untuk menyadap getah karet, menanam atau memanen sawit, dan membantu pekerjaan rumah tangga lainnya.

Aktivitas-aktivitas ini sering dianggap lebih penting dan menghasilkan secara langsung dibanding duduk belajar di bangku sekolah. Hal ini menyebabkan pendidikan sering kali dipandang bukan sebagai kebutuhan mendesak, melainkan sesuatu yang bisa ditunda atau bahkan tidak perlu sama sekali.

Namun, di sinilah letak kesalahpahaman yang perlu diluruskan. Sekolah bukan hanya untuk mencetak pekerja kantoran, tetapi untuk membentuk cara berpikir yang kritis, memperluas wawasan, dan memberi anak-anak pilihan hidup yang lebih luas.

Pendidikan juga membantu mereka mengelola kebun dengan lebih baik, memahami harga pasar, teknologi pertanian, serta memperjuangkan hak-hak mereka secara legal. Dengan pendidikan, generasi mendatang tidak hanya menjadi buruh tani, tetapi bisa menjadi pemilik lahan yang cerdas dan mandiri.

Peran pemerintah dan masyarakat lokal dalam hal ini sangatlah penting. Berdasarkan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, negara berkewajiban menjamin akses pendidikan yang layak bagi setiap warga negara tanpa terkecuali.

Penelitian oleh Yustikia (2019) menunjukkan bahwa akses terhadap listrik dan internet sangat berpengaruh terhadap kualitas pembelajaran, sedangkan Pratiwi (2018) menggarisbawahi pentingnya dukungan orang tua terhadap prestasi siswa.

Baca Juga: Pendidikan yang Tidak Merata

Contoh nyata bisa dilihat dari sebuah inisiatif di Aceh, di mana kolaborasi antara pemerintah dan LSM berhasil membangun infrastruktur pendidikan serta menyelenggarakan pelatihan bagi guru dan orang tua.

Hasilnya adalah peningkatan signifikan dalam partisipasi siswa dan mutu pembelajaran. Hal ini menjadi bukti bahwa perubahan bisa dicapai jika semua pihak bekerja sama dan fokus pada solusi yang berkelanjutan.

Kualitas pendidikan di SDN 158461 Hutagurgur 2 mencerminkan tantangan besar yang masih dihadapi banyak sekolah di pelosok Indonesia. Kondisi ini tidak hanya membutuhkan perhatian, tetapi juga tindakan konkret dari berbagai pihak.

Perbaikan fasilitas, peningkatan kesadaran orang tua, dan kolaborasi antara pemerintah, sekolah, dan masyarakat adalah kunci utama dalam menciptakan pendidikan yang lebih merata dan manusiawi.

Melalui esai ini, saya mengajak semua pihak pemerintah, pendidik, lembaga swadaya masyarakat, dan komunitas lokal untuk membuka mata terhadap realitas yang selama ini tersembunyi.

Karena setiap anak, di mana pun ia dilahirkan, berhak atas pendidikan yang layak dan masa depan yang lebih cerah. Mari bantu mereka yang tak terdengar, agar ikut tumbuh bersama.

Penulis: Imelda Hutauruk
Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Maritim Raja Ali Haji

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

 

Ikuti berita terbaru di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses