Perempuan adalah kunci berlanjutnya generasi, sebab dari merekalah kehidupan baru bermula. Inilah bukti nyata bahwa peran perempuan sangat esensial dalam memastikan keberlanjutan keturunan manusia.
Belis merupakan tradisi adat yang sangat penting dalam masyarakat Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT). Tradisi ini melibatkan pemberian mas kawin dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan sebagai simbol penghargaan dan penghormatan.
Belis bukan hanya soal materi, melainkan juga lambang nilai sosial, budaya, dan emosional yang melekat dalam sebuah pernikahan adat. Artikel ini membahas makna belis sebagai simbol penghargaan dan bagaimana tradisi ini memengaruhi kebahagiaan emosional dalam perkawinan adat Manggarai.
Belis, yang dalam bahasa Manggarai disebut “paca”, biasanya berupa hewan seperti kerbau, kuda, babi, atau barang berharga seperti kain tenun, perhiasan, bahkan uang tunai.
Pemberian belis bukan sekadar formalitas, melainkan bentuk penghormatan kepada perempuan dan keluarganya sebagai pengakuan atas peran penting perempuan dalam melanjutkan garis keturunan dan menjaga keharmonisan keluarga. Keluarga laki-laki menunjukkan keseriusan dan tanggung jawab mereka dengan memberikan belis.
Nilai belis yang diberikan juga sering kali mencerminkan status sosial dan ekonomi keluarga. Semakin besar belis, semakin tinggi pula pandangan masyarakat terhadap keluarga tersebut. Belis yang diberikan pula semuanya itu dipilih dengan pertimbangan khusus dan disesuaikan dengan adat setempat.
Jadi, belis bukan sekadar formalitas, tapi juga lambang hubungan yang erat antara dua keluarga besar, bukan hanya antara kedua mempelai sehingga memperkuat solidaritas sosial dan rasa menghargai antara keluarga.
Belis sebagai Simbol Penghargaan dan Pengakuan
Bagi perempuan dan keluarganya, belis adalah simbol penghargaan. Dengan adanya belis, perempuan merasa dihormati dan diakui perannya dalam keluarga dan masyarakat. Pemberian belis juga menjadi bukti bahwa laki-laki dan keluarganya benar-benar menghargai perempuan yang akan dinikahi.
Belis juga menciptakan rasa aman dan nyaman bagi perempuan. Mereka merasa dihargai, sehingga lebih percaya diri dan bahagia dalam menjalani kehidupan rumah tangga. Barang-barang yang dijadikan belis, seperti kain tenun atau perhiasan, juga sering kali punya makna khusus dan menjadi kenang-kenangan seumur hidup.
Dampak Tradisi Belis terhadap Kebahagiaan Emosional
Pemberian belis yang sesuai dengan adat dapat meningkatkan kebahagiaan emosional pasangan, khususnya perempuan. Perempuan yang merasa dihargai melalui belis tingkat percaya diri mereka meningkat, serta hubungan dengan pasangan pun jadi lebih harmonis.
Namun, di sisi lain, jika nilai belis terlalu tinggi, bisa menjadi beban berat bagi keluarga laki-laki. Kadang, mereka harus berutang atau menjual harta benda demi memenuhi tuntutan belis. Hal ini bisa menimbulkan stres, konflik, bahkan keretakan dalam rumah tangga.
Oleh karena itu, penting bagi kedua belah pihak untuk mencari titik tengah agar belis tetap menjadi simbol penghargaan, bukan sumber masalah.
Baca Juga: Perspektif Lain Tradisi Tu’u Belis Kabupaten Rote Ndao
Tantangan dan Pergeseran Makna Belis
Seiring waktu, makna dan praktik belis mulai berubah. Banyak keluarga, terutama generasi muda, mulai mempertanyakan nilai belis yang terlalu tinggi.
Mereka ingin pernikahan yang lebih sederhana dan tidak memberatkan siapa pun. Ada kecenderungan untuk menyesuaikan nilai belis agar lebih realistis dan tidak menimbulkan beban.
Generasi muda juga lebih terbuka untuk berdiskusi soal belis. Mereka ingin hubungan yang setara dan saling menghargai, bukan sekadar mengikuti tradisi lama. Di beberapa desa, masyarakat mulai mengurangi nilai belis dan lebih menekankan pada komitmen serta saling menghargai dalam pernikahan.
Baca Juga: Dilema Budaya: Antara Pelestarian Adat dan Hak Perempuan dalam Yappa Mawine
Makna Belis di Zaman Sekarang
Di era modern, belis tetap dipertahankan, tapi maknanya lebih fleksibel. Banyak pasangan muda yang memilih untuk berdiskusi terbuka soal belis, mencari kesepakatan bersama agar tidak ada pihak yang merasa terbebani. Nilai belis tidak lagi menjadi penentu utama dalam pernikahan, melainkan hanya salah satu bentuk penghargaan.
Kini, belis lebih dilihat sebagai simbol komitmen dan penghargaan, bukan sekadar urusan materi. Banyak keluarga mulai menyesuaikan tradisi ini agar tetap relevan dengan perkembangan zaman dan kebutuhan pasangan muda.
Dengan begitu, belis tetap menjadi bagian penting dari budaya Manggarai, namun dengan makna yang lebih segar dan sesuai dengan nilai-nilai kekinian.
Jadi belis dalam adat Manggarai bukan hanya simbol materi, melainkan bentuk penghargaan dan penghormatan terhadap perempuan serta pengikat hubungan antar keluarga. Tradisi ini memiliki dampak besar terhadap kebahagiaan emosional dalam perkawinan, terutama bagi perempuan yang merasa dihargai dan diakui.
Namun, tuntutan belis yang berlebihan dapat menimbulkan tekanan dan konflik. Oleh karena itu, penyesuaian nilai belis sesuai kemampuan ekonomi dan nilai kekinian sangat penting untuk menjaga keseimbangan antara tradisi dan kebahagiaan emosional pasangan.
Penulis: Luica De Leven (2023011018)
Mahasiswa Psikologi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa
Dosen Pengampu: Hartosujono, A.Md., S.E., S.Psi., M.Psi.
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Referensi
Kowe, A. (2021). Fungsi Sosial dan Budaya Belis dalam Masyarakat Manggarai. Jurnal Antropologi Indonesia.
Mataradja. (2021). Tantangan dan Pergeseran Makna Belis dalam Konteks Sosial Kontemporer. Jurnal Kajian Budaya.
Oki, M. (2020). Pengaruh Belis terhadap Kebahagiaan Emosional dalam Pernikahan Adat Manggarai. Jurnal Sosiologi Nusa Tenggara Timur.
Sudirga. (2021). Belis sebagai Simbol Penghargaan. Jurnal Kebudayaan Manggarai.
Ikuti berita terbaru di Google News