Berbicara tentang Qadha dan Qadar

Qadha dan Qadar

Islam bukanlah sebuah keterpaksaan dan bukan juga sebuah keturunan. Tapi sesuatu yang menjadi kitab diri, kita tahu alasannya kenapa memilih Islam.

Islam itu bukanlah sebuah pilihan dan bukan pula sebuah takdir. Tapi sayangnya, gara-gara pembahasan yang salah tentang takdir, banyak orang yang keimanannya tidak sempurna dan mereka tidak sadar.

Sebab apa? Sebab, sering kali takdir ini dijadikan sebagai kambing hitam orang untuk tidak melakukan sesuatu atau ingin melakukan sesuatu.

Bacaan Lainnya
DONASI

Dulu di zaman nabi, para sahabat tidak pernah bertanya tentang takdir, karena mereka faham tentang takdir. Akan tetapi, di zaman kita ini beda. Banyak orang yang bertanya tentang takdir. Misalnya, takdir itu bisa dirubah gak sih? Apa memang takdir saya begini? Apa memang takdir kamu begitu? Allah itu sudah mentakdirkan kita sesuatu atau boleh kita pilih? Jadi orang jahat itu takdir atau jadi orang baik itu takdir?

Apakah benar, seseorang itu sudah ditakdirkan miskin, yang lain ditakdirkan kaya? Miskin kaya itu takdir atau pilihan? Apakah seseorang itu ditakdirkan menjadi karyawan, yang lain ditakdirkan menjadi direktur? Apakah seseorang itu ditakdirkan menjadi ustadz, yang lain ditakdirkan menjadi koruptor?

Untuk menjawab hal itu, kita tidak boleh membahas takdir dikaitkan dengan 3 hal: ilmu Allah, kehendak Allah, dan Lauful Mahfudz. Kalau dikaitkan itu, semua pasti salah. Mengapa tidak boleh mencampurkan takdir dengan ilmu Allah, kehendak Allah, dan Lauful Mahfudz? Karena kita tidak tahu semua itu. Allah Maha Tahu. Tapi kita tidak tahu kehendak Allah apa. Kita tidak pernah melihat Lauful Mahfudz itu seperti apa.

Memang benar, perkara-perkara tadi bukan menjadi dasar pembahasan Qadha dan Qadar. Sebab, tidak ada hubungannya dilihat dari segi pahala dan siksa.

Hubungan yang ada hanya dengan penciptaan yaitu bahwa ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu, iradah-Nya yang berkaitan dengan segala kemungkinan-kemungkinan, dan hubungannya dengan Lauful Mahfudz yang mencakup segala sesuatu.

Seluruh perkara yang dihubung-hubungkan ini merupakan pembahasan lain yang terpisah dari topik pahala dan siksa atas perbuatan manusia.

Dengan kata lain, tidak berkaitan dengan pertanyaan: Apakah manusia dipaksa melakukan perbuatan baik dan buruk, ataukah diberi kebebasan memilih? Begitu juga dengan pertanyaan: Apakah manusia diberi pilihan melakukan suatu pekerjaan atau meninggalkannya, atau sama sekali tidak diberi hak untuk memilih (ikhtiar)?

Apabila kita mengamati seluruh perbuatan manusia, akan kita jumpai bahwa manusia itu hidup di dalam 2 area. Area pertama adalah area dimana manusia bisa memilih dan Allah akan meminta pertanggungjawaban.

Contohnya, kita mau berangkat pengajian atau tidak itu pilihan kita, mau menjadi pencuri atau penghafal Qur’an itu pilihan kita.

Area yang kedua adalah area dimana manusia tidak bisa memilih dan Allah tidak akan meminta pertanggungjawaban.

Contohnya, lahir matanya sipit, hidung pesek. Segala kejadian yang terjadi pada area kedua inilah yang dinamakan qadha (keputusan Allah). Sebab Allah-lah yang memutuskannya. Akan tetapi, jika hidung kita pesek kemudian kita rubah malah Allah akan minta pertanggungjawaban.

Itulah manusia, ribet pada perkara-perkara yang tidak ditanya Allah. Tapi gak ribet pada perkara-perkara yang ditanya Allah. Dia gak ribet amal perbuatannya, padahal itu yang ditanya Allah.

Kita sama-sama punya waktu 24 jam, kita sama-sama punya Al-Qur’an. Mau jadi orang baik atau buruk, mau jadi amanah atau khianat, mau jadi orang ramah atau judes itu pilihan, bukan takdir.

Jadi koruptor itu pilihan, bukan terpaksa. Tidak ada kejahatan yang terpaksa. Maka, mau jadi orang baik atau jahat?

Sebab Allah Subhanahu wa ta’ala telah menciptakan akal bagi manusia, dan di dalam tabiat akal itu diciptakan kemampuan untuk memahami dan mempertimbangkan. Karena itu Allah telah menunjukkan kepada manusia jalan yang baik dan jalan yang buruk.

Penulis:

1. Muhamad Busro
Mahasiswa Ilmu Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Universitas Islam Indonesia

2. Nur Zaytun Hasanah
Alumni Mahasiswa Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI