Firon Christian Tandia Ayomi adalah salah satu mahasiswa Hubungan Internasional di Universitas Cendrawasih yang tertarik mengenai dampak yang ditimbulkan dari klaim sepihak yang dilakukan Tiongkok terhadap keamanan Indonesia khususnya di daerah Natuna Utara.
Klaim “Nine Dash Line” atau sembilan garis putus-putus yang diajukan oleh Republik Rakyat Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan telah menimbulkan dampak serius terhadap keamanan kawasan, termasuk terhadap kepentingan nasional Indonesia, khususnya di wilayah Laut Natuna Utara.
Wilayah ini, berdasarkan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982, secara sah termasuk dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Namun, klaim Tiongkok yang bersifat sepihak dan didasarkan pada “hak historis” telah memicu ketegangan yang mengancam stabilitas kawasan.
Salah satu dampak utama dari klaim ini adalah masuknya kapal-kapal ikan dan penjaga pantai Tiongkok ke wilayah ZEE Indonesia, yang jelas melanggar hukum internasional. Kehadiran kapal-kapal tersebut tidak hanya mengganggu aktivitas nelayan Indonesia, tetapi juga menimbulkan rasa tidak aman dan ketakutan dalam menjalankan mata pencaharian mereka.
Beberapa insiden bahkan menunjukkan adanya tindakan intimidatif yang berpotensi memicu konflik militer skala kecil. Pemerintah Indonesia telah mengambil sejumlah langkah tegas, seperti meningkatkan patroli dan kehadiran Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) di kawasan Natuna Utara. Kebijakan ini merupakan bentuk perlindungan terhadap kedaulatan dan integritas teritorial Indonesia.
Baca Juga: Di Tengah Ketegangan Laut China Selatan, di mana Posisi Indonesia?
Namun demikian, pendekatan militer semata tidak cukup. Diplomasi aktif dan tegas juga harus terus dijalankan dalam forum bilateral maupun multilateral, seperti ASEAN, untuk menolak klaim sepihak Tiongkok dan menegaskan pentingnya supremasi hukum internasional di kawasan.
Baca Juga: China-Indonesia: Keseimbangan atau Dominasi?
Dengan demikian, klaim Nine Dash Line oleh Tiongkok bukan hanya persoalan batas maritim, tetapi juga merupakan tantangan strategis terhadap kedaulatan, keamanan, dan stabilitas regional. Indonesia harus konsisten bersikap tegas, cerdas, dan seimbang antara kekuatan militer dan diplomasi agar dapat mempertahankan hak-haknya di Laut Natuna Utara tanpa memperkeruh situasi regional.
Penulis: Firon Christian Tandia Ayomi
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Cendrawasih
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Daftar Pustaka
“Laut China selatan” https://law.ui.ac.id/hikmahanto-juwana-kompas-cetakposisi-indonesia-di-laut-tiongkok-selatan/ %20di%20Laut%20Tiongkok%20Selatan,dalam%20konflik% 20Laut%20Tiongkok%20Selatan.
“Fakultas Hukum universitas Indonesia. Hikmahanto Juwana”, kompas cetak.
https://www.britannica.com/place/South-China-Sea
“fakta menarik laut China selatan”.
https://scholarhub.ui.ac.id/jkskn/v016/iss2/7/ %20konflik,ketidakpastian%20perdagangan%2C%20dan%2 Ostabilitas%20politik.
“Dampak terhadap keamanan maritim”.
https://kumparan.com/petrichorpterichor/tantanganekonomi-dan-ancaman-kedaulatan-indonesia-di-laut-chinaselatan-22qQOAEDD9f
“Ada China Di Natuna”.
https://youtu.be/TiSOEORBib4?si=dXyAG17srxAn_Y2G
Ikuti berita terbaru di Google News