Dari Kelas ke Rumah: Memaksimalkan Merdeka Belajar melalui Keikutsertaan Orang Tua

Merdeka Belajar
Sumber foto: istockphoto

Istilah keterlibatan orang tua telah dibahas secara luas di kalangan pendidik, administrator sekolah, bahkan di kalangan orang tua sendiri, mencakup berbagai dimensi hubungan antara orang tua dan sekolah.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rismandchian dan Doroudi, pada tahun 2019 mengenai gaya belajar, secara tradisional, keterlibatan orang tua dianggap terbatas pada aktivitas di dalam lingkungan sekolah, mencerminkan pendekatan yang berpusat pada sekolah.

Perspektif ini menyiratkan bahwa sekolah dan guru seharusnya memimpin dalam mengarahkan keterlibatan orang tua.

Bacaan Lainnya
DONASI

Selain itu, penekanannya seringkali berkisar pada memberi petunjuk kepada keluarga tentang bagaimana mereka dapat berpartisipasi dalam kegiatan sekolah, dengan perhatian yang lebih sedikit terhadap mendengarkan orang tua dan mencari masukan untuk meningkatkan kinerja akademis dan perilaku peserta didik.

Untungnya, belakangan ini terjadi pergeseran dalam hal mengakui praktik terbaik dalam keterlibatan orang tua yang melampaui konsep konvensional.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ernawati, pada tahun 2023 mengenai peran orang tua dalam mendukung pencapaian peserta didik, pandangan ini mencakup berbagai bentuk keterlibatan orang tua, termasuk bagaimana memperlakukan orang tua, wali, dan orang dewasa lainnya yang berpengaruh sebagai mitra setara dalam keberhasilan peserta didik karena mampu memotivasi diri.

Dalam dinamika pendidikan yang terus berkembang di Indonesia, pengenalan kurikulum Merdeka Belajar menandai perubahan paradigma.

Namun, esensi transformatif sejati dari batasan ini meluas melampaui dinding kelas ke dalam lingkungan hangat di rumah. Dapat terbayangkan dalam perjalanan Merdeka Belajar sebagai wadah luas yang menanti sentuhan kolaborasi antara pendidik dan orang tua.

Kurikulum Merdeka Belajar diperkenalkan sebagai solusi dari monotonnya sistem pembelajaran pada kurikulum sebelumnya, yaitu Kurikulum 2013. Kurikulum yang diresmikan pada tahun 2022 ini menawarkan angin segar bagi peserta didik dalam memaksimalkan proses belajar yang mereka enyam selama lebih dari 10 tahun lamanya.

Peserta didik diajak untuk mengembangkan soft skill dan membangun kreativitas, alih-alih mempelajari hal-hal yang bahkan tidak mereka minati. Meskipun demikian, peserta didik tetap diminta untuk mencapai kompetensi dasar pada bidang literasi dan numerasi.

Ruang yang cukup bagi peserta didik dalam mengembangkan bakatnya melalui Merdeka Belajar ini perlu dimaksimalkan penggunaannya. Peserta didik memerlukan bimbingan yang cukup dari seluruh orang dewasa yang terlibat.

Bukan membatasi peserta didik untuk menimba ilmu secara mandiri, namun ada kalanya mereka butuh dituntun agar proses belajarnya menjadi lebih optimal.

Pada ruang bersama ini, keterlibatan orang tua menjadi palet, memperkaya pengalaman pendidikan. Ini melampaui pemahaman konvensional yang berkembang menjadi lingkungan yang dibuat bersama, di mana pembelajaran melampaui teks buku, bahkan merambah ke dalam keseharian anak-anak.

Saat seorang anak melangkah keluar dari gerbang sekolah, perjalanan berlanjut di rumah. Orang tua menjadi pemimpin simfoni yang memikat, membimbing anak-anak mereka melalui eksplorasi pengetahuan baru.

Kurikulum Merdeka Belajar, dengan penekanan pada kreativitas dan pemikiran kritis, menemukan perluasan alami dalam percakapan yang penuh perhatian di sekitar meja makan, kegembiraan bersama menemukan buku baru, atau eksplorasi minat kolaboratif di luar kelas.

Pengembangan holistik tidak lagi hanya istilah yang terbatas pada laporan sekolah; itu menjadi kenyataan hidup. Orang tua, yang menyadari bakat dan kreativitas unik anak-anak mereka, menjadi navigator di lautan pembelajaran.

Baik untuk menumbuhkan seorang seniman muda, melahirkan seorang ilmuwan yang akan mengubah dunia, membina seorang wirausahawan berjiwa pemberani, membentuk seorang pemimpin yang bijaksana, atau mendukung seorang penggemar sastra, orang tua memainkan peran sentral dalam membuka bakat-bakat beragam yang ada di dalam hati anak-anak mereka.

Sebagian orang tua merasa bahwa dukungan materiil sudah cukup untuk mendukung pengembangan bakat dan kreativitas anak-anak mereka. Namun pada kenyataannya, anak-anak juga membutuhkan dukungan non materiil, berupa dukungan emosional yang terlukis dalam indahnya perhatian, kokohnya motivasi verbal dan non verbal, hingga eloknya sosok teladan yang dapat mereka contoh bagai panutan.

Selain itu, kerja sama yang apik oleh orang tua dengan guru di sekolah sangat diperlukan, mengingat sedikitnya waktu yang anak luangkan di sekolah. Ada satu hal lagi yang seringkali luput diberikan oleh orang tua sebagai dukungan bagi anak-anak mereka, yakni penghargaan.

Bilamana anak mencapai sesuatu yang menjadi targetnya, kelak mereka membutuhkan pengakuan atas keberhasilannya, agar merasa dihargai dan termotivasi untuk menorehkan prestasi-prestasi lain di masa depan. Namun pemberian penghargaan diharapkan untuk tidak diberikan secara berlebihan, agar anak tidak merasa besar kepala dan menuntunnya pada sifat yang angkuh.

Perjalanan Merdeka Belajar menjadi misi bersama, di mana rumah menjadi diperluas dari kelas. Keterlibatan orang tua yang aktif menciptakan lingkungan penyelidikan dan penemuan, di mana rasa ingin tahu tidak terbatas pada waktu tertentu, tetapi menjadi benang kontinyu yang terjalin dalam keseharian anak.

Karena tanpa keikutsertaan dari orang tua, segala sesuatu yang didapatkan di sekolah kadang kala hanyalah tumpukan kertas pudar yang dapat lapuk seiring ditinggalkannya di pojok ruangan. Melalui perspektif ini, terlihat jelas bahwa panduan dari orang tua berfungsi sebagai semacam kekuatan pemberdayaan.

Saat siswa menjelajahi kerumitan perjalanan pendidikan mereka, kehadiran orang tua yang terlibat dan mendukung, memberikan keyakinan yang diperlukan untuk terbang menuju pencapaian tinggi.

Mereka bukan hanya sebagai penonton; melainkan sebuah kolaborasi di mana tantangan bertarung bersama, kemenangan dirayakan bersama, dan semangat Merdeka Belajar yang kuat ditempa, sebagaimana tergambar dari pengalaman anak-anak di Indonesia.

Penulis: Hana Sajidah
Mahasiswa Pendidikan Khusus Universitas Negeri Jakarta

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI