Kendari, Sulawesi Tenggara – Dramaturgi adalah ilustrasi kehidupan manusia diatas panggung yang menggambarkan situasi dramatik untuk ditunjukkan kepada penonton. (20/6/2025)
Kehidupan sehari-hari yang ditampilkan oleh para aktor bertujuan untuk menyampaikan pesan pada drama. Sama halnya dengan pertunjukan drama teater Tumirah sang mucikari yang dipentaskan Uafest Ke-4 Sastra Indonesia dalam Gedung Teater Fakultas Ilmu Budaya (FIB).
Terjadinya kerusuhan diawali dari kritik sosial negara dimasa orde baru, dimana sistem kekuasaan dapat menindas mereka yang lemah dan terpinggirkan, seperti pekerja seks yang menjadi alat untuk memuaskan nafsu dan menjadikan mereka sebagai sumber informasi.
Tumirah dikenal sebagai sang mucikari, berumur 40 tahun yang mulai resah dengan kehidupannya karena masih saja menjadi pelayan seks hampir setiap hari oleh para lelaki bernafsu. “Zaman semakin maju, namun manusia tetap saja tidak pintar”. Ujar Tumirah sang mucikari.
Baca Juga: UAS Prodi Teater ISI Solo: Parade Wayang Wong Hansadarya 2023 “Panakawan Termehek-mehek”
Pada drama yang dipentaskan konflik mulai terjadi di awal drama yang memperlihatkan Tumirah dan para pelacur mengkritik situasi perang dan propaganda yang terus berlangsung. Hingga terjadinya kericuhan sejumlah ninja-ninja yang meneror para pekerja seks di dalam rumah bordil sederhana, yang terletak di pinggir hutan.
Tumirah mulai di interogasi oleh para ninja dan para pelacur yang lain diperkosa bahkan ada yang dibunuh. Di akhir drama juga diperlihatkan tewasnya Sukab kekasih Tumirah di tangan para ninja.
Jadi begitulah adegan drama dari pementasan di Gedung Teater Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Halu Oleo yang dipentaskan selama dua hari oleh 190 Mahasiswa Sastra Indonesia dari dua angkatan yang berbeda. Sulawesi Tenggara, Jumat (20/6/2025) malam.
Drama yang dipentaskan dengan tajuk Tumirah sang mucikari tuai komentar para penonton, yang berlangsung lebih dari 3 jam pementasan. Mulai dari mengundang tawa, hingga trauma dan ketakutan besar yang dirasakan oleh para pemain Tumirah.
Baca Juga: Gebyar Sangiran: Teater Suku Manusia Purba
Pementasan festival Ujian Akhir Semester (UAS) ke-empat ini adalah agenda tahunan mahasiswa Sastra Indonesia. “Kegiatan ini merupakan bentuk praktek mata kuliah Karya Kreatif bagi semester empat dan pergelaran sastra bagi semester enam, jadi festival ini adalah ajang untuk menampilkan karya”. Kata ketua panitia Dwi Rahma Indah Rusli pada jumat (20/6/2025) malam. Dikutip dari TribunnewsSultra.com.
Naskah film Tumirah sang mucikari ditulis oleh Seno Gumirah Ajidarma. Film Tumirah yang dipentaskan di Gedung Teater FIB merupakan garapan sutradara Marwan Maani.
“Saya sebagai penonton yang melihat secara langsung pertunjukan drama tersebut, mengapresiasi atas pertunjukan yang dipentaskan karena di awal saya sudah salfok sama konsep panggungnya yang dihiasi dengan pohon-pohon kemudian terdapat rumah yang sederhana beratap daun kelapa kering, yang menggambarkan suasana kampung”, kata salah satu penonton, Cinta.
“Drama ini saya bisa lihat kritik tajam bagaimana peran media itu bekerja dan hanya sekedar menjadi pemicu sensasionalisme. Dalam drama juga membahas terkait dengan pengacara yang politisi. Kemudian dibalik aparat polisi, akan datang atau berpihak ketika kerusuhan sudah tidak terjadi lagi”, kata penonton, Selma Wati.
“Drama Tumirah ini mengajarkan kemanusiaan yang mana Tumirah yang dikenal sebagai wanita rusak/pelacur oleh masyarakatnya. Akan tetapi disini kita bisa lihat sisi kemanusiaan Tumirah lebih tinggi dibandingkan dengan manusia yang tidak tahu apa-apa dan langsung saja menyimpulkan. Jadi pertunjukan kali ini bagi saya paling the best deh”, kata penonton lainnya, Ranti Triana.
Penulis: Nur Rahmi
Mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia, Universitas Halu Oleo Kendari
Editor: I. Khairunnisa
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News