Etika Pancasila sebagai Solusi atas Krisis Moral Tenaga Kesehatan

Kekerasan Seksual
Kekerasan Seksual

Kasus kekerasan seksual oleh oknum tenaga kesehatan bukan lagi hal yang mengejutkan, namun tetap menyisakan luka mendalam.

Terbaru, publik dikejutkan dengan kasus seorang dokter di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung yang memperkosa kerabat pasien.

Sebelumnya, publik juga digegerkan oleh kasus serupa yang melibatkan tenaga medis di RS Persada Malang.

Peristiwa-peristiwa ini menggambarkan bahwa profesi yang seharusnya menjunjung tinggi etika justru mulai kehilangan nilai dasarnya. Maka pertanyaan mendasar muncul: Di mana letak moral kita sebagai bangsa?

Bacaan Lainnya

Etika tidak hanya berbicara soal baik dan buruk, melainkan tentang kesadaran untuk bertindak berdasarkan nilai-nilai luhur yang dijunjung bersama.

Dalam konteks Indonesia, Pancasila hadir bukan hanya sebagai dasar negara, tetapi juga sebagai pedoman etika hidup bermasyarakat.

Bertens (2018) menjelaskan bahwa etika adalah nilai dan norma moral yang menjadi acuan manusia dalam mengatur perilakunya.

Dalam konteks ini, Pancasila berperan sebagai fondasi moral yang mengikat warga negara secara kolektif.

Baca juga: Pancasila dan Prinsip Musyawarah: Gugatan terhadap Legislasi Kilat di Indonesia

Etika Pancasila: Cermin Jati Diri Bangsa

Etika Pancasila bersumber dari lima sila yang mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa. Ia bukan hanya panduan normatif, tetapi juga sistem moral yang berakar dari budaya, sejarah, dan kearifan lokal.

Dalam tulisannya, Lestari (2023) menyebutkan bahwa etika Pancasila merupakan norma dasar yang mengatur kehidupan manusia dalam berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.

Nilai-nilai ini seharusnya tidak hanya dikenang saat upacara bendera, tetapi harus hidup dalam tindakan nyata sehari-hari.

Sayangnya, kasus kekerasan seksual oleh tenaga medis menjadi bukti bahwa nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan dua sila pertama Pancasila telah diabaikan.

Sila pertama mengajarkan kesadaran spiritual bahwa setiap tindakan harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Sedangkan sila kedua menuntut penghormatan terhadap martabat manusia.

Ketika seorang dokter yang memiliki posisi kuasa dan kepercayaan justru melakukan pelanggaran, maka jelas terjadi pengkhianatan terhadap nilai-nilai tersebut.

Krisis Etika di Balik Profesi Mulia

Dokter adalah profesi yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Dalam sumpahnya, dokter dituntut menjaga integritas, mengutamakan keselamatan pasien, dan bertindak profesional.

Namun saat seorang dokter menjadi pelaku kekerasan seksual, yang terjadi bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga keruntuhan nilai moral.

Masyarakat yang seharusnya merasa aman justru merasa terancam di tempat pelayanan kesehatan.

Ini bukan sekadar kegagalan individu, tetapi cerminan dari lemahnya implementasi etika Pancasila dalam kehidupan nyata.

Selama nilai-nilai tersebut hanya menjadi hafalan atau simbol formal, kita akan terus menyaksikan kemerosotan moral bahkan dalam ruang yang seharusnya menjadi benteng terakhir kepercayaan publik.

Baca juga: Putusan MK dan Etika Pancasila: Menegakkan Nilai Kemanusiaan Di Era Digital

Dari Simbol ke Tindakan: Menanamkan Etika Sejak Dini

Pancasila harus hidup dalam tindakan, bukan hanya menjadi hiasan retoris. Langkah konkret perlu dimulai dari pendidikan karakter sejak usia dini, dengan menanamkan nilai kejujuran, empati, dan tanggung jawab di keluarga dan sekolah.

Dunia kerja, termasuk institusi kesehatan, juga harus serius menanamkan nilai integritas melalui pelatihan, pengawasan, dan evaluasi berbasis etika.

Masyarakat sebagai pengawas sosial juga memegang peranan penting dalam menolak pembiaran dan budaya diam.

Ketika semua elemen bergerak secara kolektif, maka Pancasila dapat menjadi benteng kokoh dalam menghadapi krisis etika dan moral yang semakin nyata.

Baca juga: Eksistensi Demokrasi dalam Negara Hukum

 

Penulis:

1. Adam Fawwaz
2. Dhanya Kusumawardani
3. Geraldy Chafrina
4. Muhammad Fayzul Haq
5. Muhammad Zevrizal Maksum

Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Universitas Brawijaya

Editor: Anita Said
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

 

Ikuti berita terbaru di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses