Gimana sih Permainan Politik Uang dalam Pilkada?

Politik Uang
Ilustrasi: istockphoto, karya: z_wei.

Lima hari setelah berjalannya pemungutan suara pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang serentak dilaksanakan pada Rabu, 27 November 2024 di seluruh Indonesia ini mulai banyak timbul isu-isu penggunaan praktik politik uang selama Pilkada berlangsung.

Kasus-kasus dugaan money politics ini menjadi sorotan, terutama di daerah-daerah yang mengalami persaingan yang cukup sengit antara calon kepala daerah.

Masyarakat, dalam beberapa kasus melaporkan adanya pemberian uang tunai ataupun barang sebagai “iming-iming” agar masyarakat memilih calon tertentu.

Tentu praktik ini berpotensi besar merusak substansi demokrasi yang seharusnya berbasis pada integritas dan juga pada kualitas seorang pemimpin, bukan hanya pada transaksi materi yang mengutamakan keuntungan jangka pendek.

Bacaan Lainnya

Lalu, apa itu politik uang?

Politik uang sering disebut juga sebagai “serangan fajar” yaitu bentuk suap-menyuap. Hal ini sebagai upaya dalam mempengaruhi orang lain dengan memberikan imbalan tertentu, baik dalam bentuk uang, barang atau hal lainnya.

Politik uang, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, di nyatakan sebagai perbuatan yang melanggar hukum.

Pasal-pasal dalam undang-undang tersebut memberikan ancaman pidana bagi calon yang terbukti terlibat dalam politik uang ini, dengan tujuan untuk menjaga keadilan dan juga kesetaraan dalam proses pemilihan.

Meskipun demikian, kasus politik uang ini masih sering kali ditemukan, ini menunjukan bahwa penegakan hukum masih menjadi tantangan yang besar.

Baca Juga: Politik Uang atau “Serangan Fajar” dalam Pemilu dan Pilkada 2024

Pengaruh poltik uang dalam Pilkada

Dalam konteks Pilkada 2024, pengaruh politik uang sangat terasa, baik dalam dinamika rakyat maupun dalam proses kampanye itu sendiri. Dan dengan adanya aliran dana yang tidak transparan, para calon dengan sumber daya yang besar memiliki lebih banyak keuntungan dalam memperoleh suara rakyat.

Akibatnya, rakyat tidak memilih berdasarkan kriteria yang ideal, seperti visi dan misi dari calon, melainkan lebih tertarik pada manfaat langsung yang ditawarkan, yang sering kali hanya berupa bantuan jangka pendek atau sesaat.

Dampak yang ditimbulkan dari politik uang dalam Pilkada

Dampak dari politik uang dalam Pilkada ini tidak hanya sekedar merugikan integritas pemilihan, namun juga berdampak pada kualitas dari kepemimpinan yang terpilih.

Seorang pemimpin yang terpilih melalui praktik ini lebih cenderung memprioritaskan pemulihan biaya kampanye dibandingkan dengan pelayanan publik yang berkualitas.

Hal ini justru mengarah pada tindakan korupsi, dimana para calon kemungkinan besar dapat melakukan tindakan yang sekiranya menguntungkan diri sendiri atau kelompoknya setelah terpilih.

Baca Juga: Politik Uang yang Masih Menghantui Pilkada di NTB

Kenapa praktik politik uang dalam Pilkada masih terjadi?

Alasan kenapa praktik ini masih marak, bahkan di era di mana pendidikan politik dan pemantauan semakin gencar dilakukan. Salah satu faktor utama adalah tingkat kesenjangan ekonomi yang tinggi di beberapa kawasan daerah. Para calon mencuri kesempatan ini untuk mendapatkan keuntungan mereka dalam Pilkada.

Maka dari itu banyak masyarakat tertentu yang merasa sulit untuk menolak tawaran yang diberikan karena mereka menganggap hal ini bisa membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.

Namun di sisi lain, masyarakat sendiri sadar jika hal tersebut bertentangan dengan prinsip dari demokrasi. Alasan lainnya yaitu belum maksimalnya pengawasan dari lembaga terkait, seperti pada Bawaslu, juga turut berperan dalam kelangsungan praktik ini.

Bagaimana tindakan kita?

Walau di tengah tantangan politik uang dalam Pilkada, upaya kita untuk mengatasi politik uang tetap harus dilanjutkan. Edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya memilih berdasarkan pada kualitas pemimpin, bukan hanya sekedar “iming-iming” materi, hal ini menjadi langkah penting.

Baca Juga: Analisis Praktik Politik Uang dan Dampaknya terhadap Etika dalam Pemilihan Umum di Indonesia

Selain itu, peningkatan pada kapasitas dan juga sumber daya pengawas pemilu juga sangat diperlukan agar dalam pengawasan bisa berjalan dengan efektif.

Dalam penegakan hukum juga harus lebih tegas dengan mengusut tuntas kasus-kasus dugaan politik uang, serta melibatkan berbagai pihak, termasuk juga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), untuk bersama-sama menjaga demokrasi yang lebih bersih dan juga berkualitas dalam pelaksaan Pilkada.

Penulis: Dwi Ayu Septa Nania Sensivera
Mahasiswa Prodi Hubungan Internasional, Universitas Kristen Satya Wacana

Buku teks mahasiswa

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses