Indonesia dikenal sebagai negeri tropis yang kaya raya. Dari Sabang sampai Merauke, tanahnya subur dan penuh potensi.
Di desa-desa, kita bisa dengan mudah menemukan buah pisang, mangga, nanas, hingga kopi dan kakao yang tumbuh melimpah.
Tapi di balik kelimpahan itu, tersimpan masalah besar yang sering luput dari perhatian: Food loss.
Food loss adalah hilangnya hasil pangan sebelum sampai ke tangan konsumen bukan karena tak ada pembeli, tapi karena sudah rusak di jalan.
Di desa-desa, terutama untuk komoditas yang mudah busuk seperti buah dan sayur, food loss terjadi karena kurangnya fasilitas penyimpanan dan transportasi yang memadai.
Bayangkan, hasil jerih payah petani bisa membusuk hanya karena tidak sempat sampai ke pasar tepat waktu. Masalah ini bukan sekadar soal ekonomi.
Setiap buah yang terbuang juga berarti sia-sianya air, tenaga kerja, pupuk, dan energi. Belum lagi emisi karbon yang meningkat dari pembusukan bahan organik.
Di sinilah teknologi digital bisa menjadi penyelamat.
Baca juga: Tingkatkan Produktivitas Padi Musim Rendeng, Kementan Buka Pelatihan Sejuta Petani dan Penyuluh
Petani Cerdas, Teknologi Cepat
Lewat pendekatan green digital entrepreneurship, petani bisa mengakses teknologi yang membantu mereka menekan kerugian, sekaligus menjaga alam.
Ini bukan sekadar bertani pakai aplikasi, tapi mengubah cara bertani jadi lebih modern, efisien, dan ramah lingkungan.
Bayangkan sebuah aplikasi yang memberi tahu petani kapan waktu panen terbaik, bagaimana kondisi pasar hari ini, hingga cuaca minggu depan.
Dengan data real-time, petani bisa membuat keputusan lebih tepat. Tidak panen terlalu dini, tidak kirim saat pasar sepi.
Di beberapa wilayah Indonesia, seperti Sulawesi, sudah ada kelompok petani kakao yang memakai aplikasi untuk menjadwalkan panen dan distribusi.
Hasilnya? Lebih sedikit hasil panen yang rusak, dan harga jual jadi lebih baik.
Contoh lain seperti TaniHub dan RegoPantes telah membuktikan bahwa digitalisasi mampu membuka akses pasar luas bagi petani kecil.
Teknologi yang Ramah Lingkungan
Inovasi digital yang digunakan pun tak asal canggih, tapi juga berkelanjutan.
Mulai dari penyimpanan hasil panen dengan tenaga surya, kemasan yang bisa terurai alami, hingga sistem pencatatan panen yang efisien. Dengan pendekatan ini, petani bukan cuma untung, tapi juga jadi bagian dari solusi lingkungan.
Namun tentu, tantangan masih ada. Banyak petani belum akrab dengan gawai dan aplikasi. Maka, pelatihan dan pendampingan jadi kunci.
Pemerintah, kampus, dan organisasi masyarakat perlu bersinergi untuk meningkatkan literasi digital di kalangan petani.
Baca juga: Kunjungi Petani Milenial Pasuruan, Kementan Sampaikan 3 Elemen Utama Syarat Keberhasilan Petani Muda
Saatnya Anak Muda Bertani dengan Cara Baru
Era digital membuka peluang baru bagi generasi muda. Bertani kini bukan cuma urusan cangkul dan sawah, tapi juga startup, sensor, dan data.
Green digital entrepreneurship bisa menjadi gerbang bagi anak muda untuk kembali ke desa dengan cara yang lebih modern dan berdaya saing.
Kolaborasi antara pemerintah, startup agritech, swasta, dan akademisi sangat penting.
Pemerintah membangun infrastruktur dasar, startup menyediakan teknologi praktis, kampus menyumbang riset dan pelatihan, sementara petani menjadi pelaku utama di lapangan.
Baca juga: Nilai Tukar Petani Turun (NTP), Harga Gabah Kering Tingkat Petani Naik. Apakah Petani Sejahtera?
Menanam Harapan, Menuai Masa Depan
Mengurangi food loss bukan sekadar soal menyelamatkan buah dari pembusukan. Ini tentang menanam harapan untuk pertanian yang lebih tangguh, efisien, dan lestari.
Teknologi digital, jika digunakan secara bijak, bisa menjadi sahabat petani dalam meraih masa depan yang lebih cerah.
Saatnya kita melihat petani bukan sebagai korban dari keterbatasan, tapi sebagai pionir dalam perubahan. Dengan inovasi, kolaborasi, dan semangat keberlanjutan, pertanian tropika Indonesia siap melangkah ke level selanjutnya.
Penulis:
1. Windasari Kamelia Mujoko
2. Yolanda Azzahra. Y
Mahasiswa Jurusan Program Magister Sains Agribisni, IPB University
Editor: Anita Said
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News