Pertumbuhan populasi dunia yang semakin pesat, tidak terkecuali Indonesia, akan menghadirkan tantangan besar dalam memastikan ketersediaan pangan yang mampu mencukupi kebutuhan semua orang. Selain harus mencukupi, pangan yang tersedia tentu tetap harus berkualitas, aman, dan berkelanjutan.
Indonesia kaya akan bahan pangan segar seperti sayur, buah, dan lain-lain. Namun bahan-bahan segar tersebut umumnya tidak dapat bertahan lama dan berujung menjadi food loss.
Food loss adalah kondisi saat bahan pangan segar seperti sayur, buah, dan lain-lain sudah tidak dapat diolah karena kualitas atau keamanannya sudah menurun, sehingga tidak akan mencapai tahap konsumsi. Kondisi seperti itu tentu tidak ideal jika dihadapkan dengan situasi meningkatnya kebutuhan pangan.
Fermentasi dapat menjadi salah satu solusi untuk mengurangi food loss. Selain mampu untuk memperpanjang umur simpan, proses fermentasi juga mampu meningkatkan nilai gizi pangan tersebut. Saat ini produk fermentasi yang umum ditemukan adalah tempe, tape, keju, yoghurt, dan masih banyak lainnya.
Ruang penelitian untuk produk fermentasi masih sangat luas, contohnya seperti pengembangan tempe menggunakan kacang-kacang lokal untuk mengurangi jumlah impor kedelai di Indonesia.
Pengembangan tersebut dapat membantu menjaga ketahanan pangan di Indonesia karena kacang-kacang lokal tentu lebih mudah untuk ditemukan dan dikembangkan dibandingkan harus bergantung pada produk impor.
Selain itu, untuk mencukupi kebutuhan pangan di Indonesia, pemanfaatan limbah pangan untuk menghasilkan produk pangan baru dapat dilakukan. Sampai sekarang, masih banyak limbah pangan seperti bagian kulit, biji, dan lain-lain yang yang dibuang begitu saja.
Baca Juga:Â Strategi Kunci untuk Ketahanan Pangan yang BerkelanjutanÂ
Peluang penelitian untuk pemanfaatan limbah tersebut masih terbuka sangat lebar, yang tentu saja selain mengurangi limbah, menjawab kebutuhan pangan yang meningkat, juga mampu menciptakan peluang usaha baru.
Sudah ada beberapa pengembangan pemanfaatan limbah pangan menjadi produk pangan baru, seperti contohnya pemanfaatan biji nangka menjadi mi. Melalui pemanfaatan seperti ini, tekanan pada sumber daya alam yang terbatas, seperti harus menunggu musim panen atau rawan gagal karena hama, dapat berkurang.
Selain itu, edukasi publik juga merupakan hal yang penting dilakukan, khususnya oleh orang-orang yang ahli dalam bidang pangan.
Tentunya semua ide dan peluang tersebut tidak akan dapat terwujud tanpa adanya kerja sama antar berbagai pihak seperti pemerintah, masyarakat, serta orang-orang yang ahli di bidang pangan yang paham dengan sains dan teknologi mengenai pangan.
Dengan adanya kolaborasi antar semua pihak, sangat memungkinkan untuk munculnya inovasi ilmiah yang mampu menjadi jawaban dari tantangan mengenai kecukupan pangan.
Penulis:Â Angelica Natasha Ibrahim
Mahasiswa Ilmu Pangan, Institut Pertanian Bogor
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru di Google News