Kearifan Lokal: Pasar Terapung Muara Kuin sebagai Ikon Pariwisata Kota Banjarmasin

Kearifan Lokal: Pasar Terapung Muara Kuin sebagai Ikon Pariwisata Kota Banjarmasin
Foto Ikon Pariwisata Banjarmasin Pasar Terapung Muara Kuin di Sungai Barito

Kalimantan Selatan adalah salah satu provinsi yang terletak di Pulau Kalimantan, Indonesia.

Provinsi ini memiliki sungai-sungai yang indah sebagai penghubung antarwilayah satu dengan yang lainnya yang berada di Kalimantan.

Sungai-sungai tersebut memiliki dampak yang cukup besar bagi penduduk di sekitarnya.

Salah satunya adalah munculnya sebuah pasar trasdisional yang melakukan aktivitas jual-beli berada di atas sungai atau air.

Bacaan Lainnya

Pasar tradisional tersebut dikenal dengan nama Pasar Apung.

Pasar Apung ini merupakan pasar apung pertama dan tertua di Indonesia, sudah sejak 400 tahun yang lalu pasar ini menjadi tempat aktivitas jual beli masyarakat sekitar Sungai Barito.

Baca Juga: Danau Sipin: Ketika Wisata Air Menyatu dengan Kearifan Lokal Jambi

Berdasarkan sejarahnya, pada zaman dahulu pasar ini digunakan sebagai tempat tukar menukar barang (barter) seperti hasil pertanian dan perkebunan.

Namun, seiring berkembangnya sektor perekonomian serta teknologi, pasar ini sudah menggunakan uang sebagai alat transaksi jual beli.

Pasar apung adalah tempat aktivitas jual beli yang dilakukan di atas perahu yang berlayar di satu sungai atau danau.

Pasar Apung merupakan pasar tradisional yang memiliki ciri khas tersendiri, sehingga menjadi ikon pariwisata Banjarmasin, tepatnya perairan Sungai Barito (Muara Kuin).

Dari banyaknya pasar tradisional di indonesia, pasar apung ini yang memiliki keunikan atau khas tersendiri seperti suasana pasar yang unik dengan pemandangan perahu-perahu dan sungai yang berjejer.

Adanya festival pasar terapung oleh pemerintah Kota Banjarmasin digunakan sebagai daya tarik wisatawan dan melestarikan budaya lokal.

Festival pasar apung ini menyuguhkan berbagai rangkaian acara menarik, seperti lomba acil pasar terapung, lomba foto, balap jukung, dan lomba kampung Banjar.

Pasar Terapung Muara Kuin atau Pasar Terapung Sungai Barito adalah pasar tradisional yang memiliki lokasi sangat menarik, yaitu terapung di atas Sungai Barito (Muara Kuin), Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Baca Juga: Berjuang di Pasar: Kisah Seorang Pemuda Pedagang Sayur yang Pantang Menyerah

Bukan hanya untuk tempat jual beli, namun juga menjadi simbol kekayaan budaya dan tradisi masyarakat di daerah tersebut.

Keberadaan Pasar Terapung Muara Kuin diperkirakan sudah ada sejak abad ke-14, bahkan sebelum berdirinya kerajaan Banjar pada tahun 1595.

Pasar ini berkembang secara alami berakar dari kehidupan masyarakat yang sangat bergantung pada sungai untuk jalur utama tranportasi.

Keberadaan pasar apung ini sangat strategis karena terletak di pertemuan beberapa anak sungai.

Kearifan Lokal: Pasar Terapung Muara Kuin sebagai Ikon Pariwisata Kota Banjarmasin
Foto Pedagang di Pasar Apung Muara Kuin (Sumber: Penulis)

Pasar Terapung Muara (Sungai) Kuin merupakan pusaka saujana Kota Banjarmasin.

Pasar ini menjadi aset yang penting bagi para pedagang dan pembeli menggunakan alat transportasi yang biasa disebut dengan jukung, sebutan perahu dalam bahasa Banjar, namun ada juga yang memakai perahu bermesin atau klotok.

Baca Juga: Melestarikan Kesenian Jaranan di Era Modern sebagai Bentuk Tradisi Kearifan Lokal Bangsa Indonesia

Pasar ini beroperasi setelah sholat subuh sampai pukul 07.00 WITA atau 09.00 WITA.

Kegiatan jual beli antara pedagang dan para pembeli, yaitu di mana masing-masing perahu pedagang akan mendekat ke perahu yang ada pengunjungnya, kemudian para pedagang mulai untuk mempromosikan dagangan mereka.

Matahari yang memantulkan sinar cahayanya menjadi saksi di mana para pedagang mengemudikan perahunya sambil menjajakan barang dagangannya, seperti sayur-mayur, kue tradisional, aksesoris khas banjar, perabot rumah, buah-buahan, dan hasil kebun dari kampung-kampung sepanjang aliran Sungai Barito.

Setelah kegiatan jual beli selesai atau bubarnya para pedagang di pasar ini ditandai dengan pedagang yang mendayung perahu meninggalkan lokasi pasar dan pergi menyusuri anak-anak sungai.

Biasanya, para pedagang akan melanjutkan berjualan dengan menawarkan sisa dagangannya kepada para penduduk yang rumahnya berada di sepanjang Sungai Barito.

Pendapatan para pedagang dari hasil berjualan di pasar terapung tidak menentu, biasanya hanya berkisar Rp200.000,00 hingga Rp400.000,00 tergantung musim dan banyaknya wisatawan yang berkunjung ke pasar apung.

Baca Juga: Matinya Pasar Tanah Abang: Penyebab dan Solusi

Banyaknya pengunjung baik yang sekedar berwisata maupun membeli kebutuhan pokok di pasar terapung menjadi salah satu faktor penentu bagi keberlangsungan pasar apung, sebagai ikon pariwisata yang menjadi sumber perekonomian masyarakat.

Pasar Apung Sungai Barito mayoritasnya adalah pedagang wanita.

Para pedagang wanita menggunakan jukung yang dikayuh dengan dayung untuk menjual hasil produksinya sendiri atau tetangganya yang biasa dikenal dengan “dukuh”.

Sedangkan, tangan kedua yang memberi dari para dukuh untuk dijual kembali disebut dengan “panyambangan”.

Keistimewaan pasar ini terdapat 2 cara transaksi, yaitu yang pertama masih menganut transaksi barter antar para pedagang, yang dalam bahasa Banjar disebut bapanduk.

Nilai kearifan lokal ini didapat dari nilai saling percaya, gotong royong, serta kerjasama antara pedagang dan pembeli di pasar apung.

Kedua dengan transaksi jual beli barang dengan menggunakan alat tukar (uang).

Kekhasaan di pasar ini menggunakan tanggui atau topi bundar yang terbuat dari anyaman daun nipah.

Digunakan untuk melindungi dari panas dan hujan saat berdagang.

Baca Juga: Lenong: Melestarikan Seni Tradisional Betawi di Tengah Arus Modernisasi

Penggunaan topi ini juga memiliki nilai yang mengandung alam, seni, dan identitas budaya.

Pasar Terapung Muara Kuin ini menawarkan prespektif yang kaya akan antropologi, yang disebabkan oleh interaksi antar budaya, ekonomi dan struktur sosial masyarakat Banjar.

Pertama, peran gender dalam ekonomi tradisional, di mana perempuan memiliki peran sentral dalam aktivitas ekonomi lokal, yaitu mayoritas para pedagang di pasar apung adalah perempuan yang menggunakan perahu jukung untuk menjajakan barang dagangannya.

Didominasi oleh perempuan sebagai pedagang di pasar ini mencerminkan dinamika sosial masyarakat Banjar.

Di mana perempuan tidak hanya berperan dalam rumah tangga, tetapi juga aktif berkontribusi pada perekonomian.

Kedua, sebagai simbol budaya dan kearifan lokal. Pasar apung tidak hanya menjadi tempat transaksi ekonomi, melainkan juga sebagai simbol budaya kota banjar yang mengandung nilai estetika dan tradisi seperti penggunaan topi anyaman daun nipah (tanggui) yang menjaga kepala serta wajah para pedagang dari paparan sinar matahari, hujan, serta menjadi identitas budaya yang memperkuat rasa kebersamaan dan kearifan lokal.

Ketiga, sistem transaksi barter (bapanduk). Di era modernisasi ini, para pedagang sudah menggunakan uang sebagai alat transaksi jual beli.

Baca Juga: Menilik Warisan Budaya di Tengah Pasar Lama Kota Tangerang

Namun, pasar apung masih mempertahankan sistem barter tradisional yang disebut bapanduk.

Dalam sistem ini mencerminkan nilai sosial, seperti saling percaya, gotong royong, dan kerja sama antarpedagang.

 

Penulis:
1. Dea Fitriyani
2. Annisa Nur Jannah
3. Mei Nur Uswatun Agne Azizah
4. Diva Refiana Aryaning Putri
Mahasiswa Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

Dosen Pengampu: Hartosujono, S.E., S.Psi., M.Si.

 

Refrensi

Fitriah, L., & Ita. (2021). BioPhy: Rahasia Indahnya Pasar Terapung.

Hafidha, R. N., Farida, L. E. 2021. Eksotika Pasar Terapung Lok Baintan. Banjarmasin: Dinas Kebudayaan Pawisata, Kabupaten Banjar.

Miyanti, E. D. F. (2021). PASAR TERAPUNG DI SUNGAI BARITO BANJARMASIN (Doctoral dissertation, Universitas Atma Jaya Yogyakarta).

Maryam Mustika. (2023). PERSEPSI WISATAWAN PASAR TERAPUNG DALAM PENGEMBAGAN IKON PARIWISATA KOTA BANJARMASIN. Jurnal Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, 425-457.

Nurhikmah, N., Sanusi, A., & Triatmanto, B. (2022). Pemberdayaan Perempuan Dan Kinerja Pedagang Perempuan Pasar Terapung Di Kalimantan Selatan.

 

Editor: Siti Sajidah El-Zahra
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses