Kedaulatan Pulau Sipadan-Ligitan antara Indonesia dan Malaysia: Kasus di Mahkamah Internasional (ICJ) 2002

Indonesia dan Malaysia
Indonesia dan Malaysia (Sumber: Ilustrasi by Dierga Ramadhani)

Sengketa mengenai kedaulatan Pulau Sigitan dan Ligitan antara Indonesia dan Malaysia menjadi salah satu masalah yang kompleks dalam Hukum Internasional, dan keputusan berakhir pada Mahkamah Internasional (ICJ) di tahun 2002.

Sengketa ini bermula dari ketidakjelasan garis Batas antara Indonesia dan Malaysia di Perairan Timur Kalimantan oleh Belanda-Inggris pada perjanjian 1981, namun mediasi perundingan antara Indonesia dan Malaysia gagal diselesaikan selama bertahun-tahun dan pada Tahun 1977, kedua negara sepakat membawa sengketa ini kepada ICJ untuk menghindari potensi konflik lebih lanjut.

Pemicu Sengketa

Sengketa ini berawal dari perjanjian 1981 antara Belanda dan Inggris yang mengatur batas landas kontinen yang kini menjadi wilayah Indonesia dan Malaysia.

Pulau Sipadan dan Ligitan yang berada di Perairan Timur Kalimantan menjadi sumber klaim atas batas kontinen kedua negara.

Bacaan Lainnya

Indonesia mengklaim kedua pulau tersebut karena merupakan bagian wilayah yang diwariskan Belanda dan sebaliknya Malaysia menentang klaim tersebut karena kedua pulau tersebut sudah berada di bawah kedaulatan mereka setelah dikuasai oleh Inggris.

 

Proses Persidangan ICJ

Proses persidangan di ICJ terbagi menjadi dua bagian, yaitu Argumentasi Tertulis (Written Pleadings) dan Argumentasi Lisan (Oral Pleadings). Argumentasi Tertulis terbagi menjadi 3 tahap, yaitu: Memorial (dasar argumentasi), Memorial Counter (bantahan Argumentasi), dan Reply (balasan argumentasi).

Argumentasi Tertulis

1. Argumentasi Indonesia (Memorial)

Indonesia mengakui kedaulatan kedua pulau tersebut berdasarkan perjanjian 1981 mengenai wilayah yang diatur oleh Belanda dan Inggris. Dalam konteks ini, berdasarkan peta perjanjian 1981, bahwa Pulau Sipadan dan Ligitan merupakan bagian teritorial Belanda dan diwariskan kepada Indonesia setelah kemerdekaan.

2. Argumentasi Belanda (Memorial)

Malaysia memaparkan 3 klaim terhadap Pulau Sipadan dan Ligitan. Pertama, klaim kedua pulau didasarkan serangkaian transaksi dari Kesultan Sulu yang diwariskan kepada Inggris, kemudian kepada Malaysia. Kedua, Malaysia dan Inggris sudah melakukan penguasaan damai semenjak Tahun 1878, yang menunjukan bahwa kepulauan tersebut adalah milik Malaysia. Ketiga, Malaysia menegaskan bahwa Indonesia telah mengabaikan kedua pulau tersebut, yang dimana menurut prinsip Hukum Internasional, bahwa hak suatu wilayah dapat diperoleh oleh pihak ketiga apabila wilayah tersebut diabaikan oleh pemilik aslinya dalam kurun waktu tertentu.

3. Bantahan Indonesia (Memorial Counter and Reply)

Indonesia membantah pernyataan Malaysia mengenai klaim kepemilikan Kesultanan Sulu, melainkan Kesultanan Bulungan yang memiliki hak kedua pulau tersebut pada awalnya. Selain itu, Indonesia menegaskan Malaysia berdasarkan perjanjian 1981 yang tidak menyebutkan kedaulatannya atas kedua pulau.

Indonesia juga menyoroti, bahwa Malaysia tidak pernah menunjukan keterlibatannya terhadap penguasaan dan pelaksanaan administrasi, sehingga Malaysia tidak memiliki klaim yang sah atas Pulau Sipadan dan Ligitan.

4. Bantahan Malaysia (Memorial counter dan Reply)

Malaysia membantah argumentasi Indonesia terkait Perjanjian 1981, bahwa Perjanjian tersebut tidak mendasar. Malaysia juga menanggapi peta kuno milik Indonesia tidak sah karena Malaysia memiliki banyak peta kuno lainnya yang mendukung kedaulatan Malaysia terhadap kedua pulau tersebut.

 

Argumentasi Lisan

Indonesia menyatakan bahwa Malaysia melakukan keputusan sepihak karena menguasai kedua pulau tersebut sehingga dianggap tidak menghormati sebelum adanya keputusan final untuk status quo. Sedangkan Malaysia berargumen, bahwa penguasaan damai dari Inggris pada 1878 merupakan bukti kuat kedaulatan Malaysia terhadap kedua pulau tersebut.

Keputusan ICJ

Pada 17 Desember 2002, ICJ mengeluarkan putusan mengenai sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan. Mayoritas hakim ICJ, dari 16 hakim dari 17 hakim menjatuhkan pilihannya bahwa kedaulatan Pulau Sipadan dan Ligitan berada di tangan Malaysia dan hanya satu hakim yang berpihak kepada Indonesia. Alasan ICJ menjatuhkan kedaulatan kedua pulau kepada Malaysia adalah sebagai berikut

  1. Penguasaan Damai Malaysia dan Inggris pada Tahun 1878 yang menunjukan Malaysia memiliki hak atas kedua pulau tersebut.
  2. Konsisten kebijakan Inggris, Inggris dianggap lebih konsisten dalam menguasai dan jelas dibandingkan kebijakan penguasaan oleh Belanda.
  3. Pengendalian yang efektif oleh Malaysia, Malaysia menunjukan efektivitasnya dalam mengelola kedua pulau tersebut, baik dalam hal administrasi maupun pengelolaan wilayah.
  4. Prinsip Terra Nullius, berdasarkan prinsip Hukum Internasional (Terra Nullius), bahwa kedua pulau tersebut menjadi bagian dari kedaulatan Malaysia karena Malaysia telah mengendalikan wilayah tersebut dalam periode waktu yang lama tanpa adanya klaim sah dari Indonesia.

 

Kesimpulan

Kasus sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan dimenangkan oleh Malaysia berdasarkan putusan Mahkamah Internasional (ICJ) pada 17 Desember 2002 yang didasari oleh penguasaan damai Malaysia dan Inggris di Tahun 1878 dan efektivitas Malaysia dalam pengendalian kedua pulau tersebut.

Meskipun Indonesia mengajukan klaim atas Sejarah dan perjanjian internasional, keputusan ICJ menetapkan bahwa kedaulatan jatuh kepada Malaysia karena dianggap lebih mendasar dan berhak atas kedua pulau tersebut.

 

Penulis: Dierga Ramadhani
Mahasiswa Hubungan Internasional, Universitas Kristen Satya Wacana

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses