Keluarga memainkan peranan yang sangat penting sebagai lingkungan pertama tempat anak-anak tumbuh dan belajar, serta menjadi wadah awal untuk memperkenalkan berbagai norma dan prinsip dasar kehidupan sosial, termasuk nilai-nilai hukum dan keadilan.
Dalam hal ini, keluarga dapat diposisikan sebagai lembaga pendidikan hukum pertama yang menanamkan dasar-dasar moral, etika, serta pengertian mengenai perbedaan antara perilaku yang benar dan keliru.
Sejak usia dini, anak perlu diperkenalkan pada prinsip-prinsip keadilan seperti menghargai hak orang lain, memahami akibat dari perbuatannya, dan belajar menyelesaikan konflik dengan sikap bijak dan adil.
Nilai-nilai ini tidak serta merta muncul, tetapi terbentuk melalui keteladanan, komunikasi yang terbuka, serta konsistensi sikap dan tindakan yang diberikan oleh orang tua dan anggota keluarga lainnya dalam keseharian.
Penanaman nilai keadilan dalam keluarga bisa dimulai dari kebiasaan-kebiasaan kecil, seperti memperlakukan anak-anak secara setara, mendorong perilaku berbagi, serta mengajarkan arti penting dari kejujuran.
Ketika orang tua mampu bersikap adil dalam mengambil keputusan, mendengarkan masukan dari anak, dan menjelaskan secara rasional alasan dari suatu peraturan, anak akan semakin memahami esensi keadilan secara nyata.
Melalui pendekatan yang dilandasi oleh kasih sayang serta penerapan disiplin yang konsisten, anak akan lebih mudah menyerap nilai-nilai hukum yang sebelumnya bersifat abstrak menjadi pengalaman konkret yang membentuk kesadaran hukum sejak awal masa pertumbuhan mereka dan akan terus berpengaruh hingga mereka dewasa.
Keluarga yang secara konsisten menanamkan nilai-nilai keadilan berperan penting dalam membentuk karakter anak.
Anak yang tumbuh dalam lingkungan seperti ini cenderung tidak hanya patuh terhadap hukum, tetapi juga memiliki kepedulian sosial dan kepekaan terhadap hak orang lain.
Kepatuhan tersebut muncul bukan semata karena rasa takut terhadap sanksi, melainkan karena adanya komitmen moral terhadap prinsip keadilan.
Dalam jangka panjang, hal ini dapat berkontribusi pada terbentuknya budaya hukum yang kuat di masyarakat.
Sebab, kesadaran hukum yang ditanamkan sejak dini cenderung lebih bertahan dan membentuk perilaku positif dibandingkan kesadaran yang hanya diperoleh dari pembelajaran formal.
Di sisi lain, orang tua juga perlu menjadikan peraturan dalam rumah sebagai refleksi dari prinsip-prinsip hukum dalam masyarakat luas.
Contohnya, apabila anak melanggar suatu ketentuan, maka harus ada konsekuensi yang adil dan proporsional, serta dijelaskan secara terbuka agar anak belajar memahami bahwa setiap tindakan memiliki dampak.
Proses ini bukan hanya mengajarkan disiplin, tetapi juga menanamkan pemahaman tentang pentingnya tanggung jawab, transparansi, serta akuntabilitas hal-hal yang menjadi pilar utama dalam sistem hukum yang adil.
Keterlibatan aktif orang tua dalam membahas isu-isu sederhana dalam keseharian anak juga dapat menjadi sarana efektif untuk memperkuat penanaman nilai keadilan.
Misalnya, melalui obrolan ringan mengenai pentingnya berlaku adil di sekolah atau menghargai perbedaan pendapat dengan teman.
Percakapan semacam ini akan membantu anak mengembangkan kemampuan berpikir kritis serta meningkatkan rasa peduli terhadap keadilan di dalam kehidupan sosial yang lebih luas.
Dari sini, anak belajar bahwa hukum tidak hanya berupa aturan yang kaku, tetapi juga mencerminkan kepedulian terhadap sesama manusia dan perlindungan terhadap martabat individu.
Di tengah perkembangan teknologi dan era digital yang pesat, keluarga juga berperan dalam membimbing anak untuk menerapkan nilai keadilan di ruang digital.
Orang tua perlu mengingatkan anak agar tidak menyebarkan informasi yang belum terbukti kebenarannya, menghindari tindakan perundungan di media sosial, serta menjaga etika dalam berkomunikasi secara daring.
Dengan demikian, nilai keadilan tidak hanya diterapkan dalam interaksi langsung, tetapi juga dalam dunia maya, di mana anak-anak saat ini banyak menghabiskan waktu dan menjalin hubungan sosialnya.
Selain peran orang tua, iklim keluarga yang harmonis juga memiliki kontribusi besar terhadap keberhasilan penanaman nilai keadilan.
Rumah yang dipenuhi dengan kasih sayang, komunikasi yang terbuka, dan penghargaan terhadap pendapat anak akan menciptakan suasana yang mendukung bagi tumbuhnya kesadaran akan pentingnya memperlakukan sesama dengan adil.
Ketika anak merasa dirinya dihargai, didengar, dan diperlakukan secara setara, ia akan lebih mudah menerapkan perlakuan serupa kepada orang lain dalam lingkungannya.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, menjadi jelas bahwa keluarga memiliki posisi strategis dalam membentuk generasi yang memiliki kesadaran hukum dan menjunjung tinggi keadilan.
Pendidikan hukum tidak semata-mata menjadi tanggung jawab lembaga formal seperti sekolah, tetapi dapat dimulai dari lingkungan terkecil, yakni rumah, melalui interaksi yang hangat, perilaku yang adil, dan kebiasaan yang mengajarkan makna kejujuran dan tanggung jawab.
Oleh karena itu, penting bagi setiap keluarga untuk menyadari dan menjalankan peran vitalnya sebagai sekolah hukum pertama bagi anak-anaknya demi menciptakan masyarakat yang lebih adil, bermoral, dan beradab di masa mendatang.
Penulis:
1. Nur Dzaki Budi Pratama (J500230093)
2. Muhammad Fakhrizal Syafa (J500230034)
3. Handika Muhammad Bimantoro (J500230021)
Mahasiswa Prodi Kedokteran Umum, Universitas Muhammadiyah Surakarta
Dosen Pengampu: Drs. Priyono, M.Si.
Editor: Siti Sajidah El-Zahra
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News