Keraton Yogyakarta telah mengajukan gugatan terhadap PT Kereta Api Indonesia (KAI) karena PT Kereta Api Indonesia (KAI) mengklaim kepemilikan tanah di kawasan Stasiun Tugu, yang mencakup area seluas 297.192 meter persegi.
Gugatan ini dilayangkan ke Pengadilan Negeri Yogyakarta dengan nomor perkara 137/Pdt.G/2024/PN YK, dan mencakup tuntutan ganti rugi simbolis sebesar Rp1.000. Keraton Yogyakarta menggugat PT Kereta Api Indonesia (KAI) ke Pengadilan Negeri Yogyakarta terkait klaim kepemilikan tanah yang saat ini tercatat sebagai aset KAI.
Dalam gugatannya, keraton menuntut ganti rugi sebesar Rp1.000, dengan alasan tanah tersebut secara sah milik Kesultanan Yogyakarta dan secara sengaja didaftarkan oleh PT KAI sebagai aset perusahaan.
Gugatan ini muncul setelah upaya negosiasi selama bertahun-tahun antara keraton dan PT KAI tidak membuahkan hasil. Kuasa hukum keraton, Markus Hadi Tanoto, menyatakan bahwa perkara ini bukan sekadar sengketa lahan biasa, melainkan dugaan pencaplokan lahan Sultan Ground oleh PT KAI.
Ia menegaskan bahwa fokus gugatan adalah pada penegakan aturan dan kejelasan kepemilikan tanah tersebut, dalam gugatannya, keraton meminta agar pengadilan mengakui tanah tersebut sebagai milik kesultanan dan mencabut pencatatan aset tersebut dari catatan PT KAI.
Sultan Hamengkubuwono X menjelaskan bahwa tanah di Stasiun Tugu merupakan aset yang seharusnya tidak dapat dicatatkan atas nama pihak lain tanpa persetujuan resmi dari keraton. Proses hukum saat ini sedang memasuki tahap mediasi, dengan sidang mediasi dijadwalkan berlangsung setelah Pilkada Serentak 2024.
Jika mediasi tidak berhasil, kasus ini akan dilanjutkan ke persidangan. Pihak keraton memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) yang menjadi dasar gugatan mereka, meskipun mereka belum mempublikasikan bukti tersebut di tahap awal.
Baca Juga:Â Pementasan Macapat oleh Paguyuban Sekar Kenanga di Bangsal Srimanganti Keraton Yogyakarta
Apa sebenarnya maksud gugatan ini?
Besaran tuntutan ganti rugi sebesar Rp1.000 dipilih sebagai simbol untuk menekankan pentingnya tertib administrasi dan kepatuhan terhadap hukum, serta menunjukkan bahwa keraton tidak ingin memberatkan masyarakat Yogyakarta.
Istilah “nyuwun sewu,” yang berarti “minta izin” dalam bahasa Jawa, juga menjadi bagian dari narasi gugatan ini, menekankan pentingnya pengakuan atas hak-hak historis keraton.
Dengan langkah hukum ini, Keraton Yogyakarta berharap untuk mendapatkan kejelasan dan pengembalian hak atas tanah yang selama ini diklaim oleh PT KAI sebagai aset mereka.
Penulis: Aditya Juan Binur
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Kristen Satya Wacana
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru di Google News
Daftar Pustaka
https://tirto.id/mediasi-lanjutan-perkara-keraton-gugat-kai-dilanjut-usai-pilkada-g52z