Kepada Siapakah Cinta Harus Kulabuhkan, Rasulullah atau Manusia?

cinta Rasulullah

Siapakah yang lebih pantas untuk kita cintai? Keluarga? Teman? Sahabat? Orangtua? Rasulullah? Ataukah Sang Pacar?

Kehidupan kini, khususnya bagi para remaja, cinta menjadi alat pemerkosaan pada pacar haramnya. Cinta menjadi alasan untuk bunuh diri ketika ia mengutarakan keinginannya menjadi pasangan zina (pacar) seorang laki-laki atau sebaliknya ditolak mentah-mentah. Cinta dijadikan alat pembenaran ketika berzina dengan pasangannya. “Tidak apa-apa bersetubuh dengan yang belum kamu nikahi, asalkan dilakukan berdasarkan cinta sama cinta, suka sama suka.” Naudzhubillah.

Cinta Ilahi itu tidak kotor. Ia suci, agung, menimbulkan ketentraman luar biasa dalam hati. Ia tidak meminta yang haram. Tidak menyentuh yang bukan haknya. Kebahagiaan adalah ketika kita bisa bersama-Nya, dan terbelah jika sejenak kita melupakan-Nya. Cinta sejati akan melahirkan kerinduan yang candu. Rindu bertemu dengan wajah mulia-Nya. Cinta Ilahi terlahir dari keimanan yang kuat.

Bacaan Lainnya
DONASI

Apa yang kita cintai adalah yang Allah perintahkan kita untuk mencintainya, dan apa yang kita benci adalah apa yang Dia benci. Sehingga dengan begitu, cinta kita tidak melenceng dari yang seharusnya. Mencintai makhluk itu fitrah, namun tergantung bagaimana kita mengelola agar cinta kita tidak membuat lupa pada Dia. Tidak menabrak batas-batas kehalalan. Tidak melanggar aturan-aturan, dan tentunya tidak melebihi cinta kita pada Allah dan Rasul-Nya.

Tahukah sobat, Allah mengasihi melebihi kekasih paling terkasih di muka bumi. Dia mencintai melebihi cinta apapun di dunia. Dia tidak menjauh meski kita tengah lalai. Ia tidak marah meski kita marah. Ia tidak mengurangi sedikitpun cinta-Nya meski kita sering lupa. Tapi pertanyaannya, adakah kita pun begitu pada-Nya?

Sobat, tanda cinta kepada Allah itu ketika perasaan kita tenang saat kita bersama-Nya. Seperti seorang kekasih pada kekasihnya, ia akan merasa tenang dan nyaman ketika bersampingan dengan kekasihnya. Adakah kita merasa begitu ketika bersama-Nya? Bisa jadi itu adalah benih cinta teragung dalam hati kita. Akan tetapi, ketika saat kita bertemu dengan Dia, di buku sholat, membaca Al-Qur’an, berdoa di tengah malam, kita merasa jenuh, kesal dan gerah perasaan kita teriritasi karenanya. Bisa jadi itu adalah bukti bahwa kita belum mencintai-Nya dengan pantas.

Perasaan apakah yang timbul ketika kita membaca kitab-Nya? Adakah berdentam hati kita ketika asma agung-Nya disebut? Apa yang hati kita katakan ketika berdoa pada-Nya? Emosi apa yang lantas membekukan perasaan kita ketika tengah bersujud? Bahagiakah? Lelahkah? Sedihkah? Bosankah? Atau tidak enak meletakkan kening di atas tanah berkali-kali setiap hari?

Allah berfirman dalam QS. Ar-Ra’d ayat 28 “Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah, hati menjadi tentram.”Adakah kita merasa begitu? Jika belum, marilah kita tumbuhkan sekuat mampu kita demi meraih cinta-Nya dan demi sebuah kententraman yang hakiki.

Ada tiga perkara, siapa saja yang memilikinya ia telah menemukan manisnya iman. Yaitu orang-orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih dari yang lainnya, prang yang mencintai seseorang hanya karena Allah, dan orang yang tidak suka kembali kepada kekufuran sebagaimana ia tidak suka dilemparkan ke neraka.” (Mutafaq ‘alaih)

Editor: Nizar Sadat
Mahasiswa Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia

Referensi:

Garis Depan. 2011. Mesiu Perubahan. Yogyakarta. Kutlah.

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI