Kerja sama transportasi pada dasarnya merujuk pada bentuk kolaborasi antara dua pihak atau lebih baik antar negara, antar lembaga, maupun antara pemerintah dan sektor swasta yang bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan sistem transportasi.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kerja sama diartikan sebagai kegiatan bersama untuk mencapai suatu tujuan, sementara transportasi adalah proses pemindahan orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain.
Bila digabungkan, kerja sama transportasi berarti segala bentuk sinergi yang dilakukan untuk mengatur, membangun, atau mengelola infrastruktur, sistem, dan pelayanan transportasi.
Tujuan akhirnya adalah menciptakan jaringan transportasi yang efisien, aman, dan mendukung mobilitas masyarakat serta pertumbuhan ekonomi.
Contoh kerja sama transportasi yang nyata bisa dilihat dalam proyek kereta cepat Jakarta–Bandung yang melibatkan Indonesia dan Tiongkok.
Baca juga: China-Indonesia: Keseimbangan atau Dominasi?
Melalui kolaborasi ini, kedua negara tidak hanya berbagi teknologi dan pendanaan, tetapi juga sumber daya manusia dan tanggung jawab operasional.
Kerja sama antara Indonesia dan Tiongkok dalam proyek pembangunan kereta cepat Jakarta–Bandung resmi dimulai pada akhir September 2015.
Saat itu, Indonesia akhirnya memberikan kepercayaan kepada Tiongkok untuk membangun jalur kereta cepat pertama di Tanah Air, setelah mempertimbangkan berbagai aspek teknis dan finansial dari dua negara kandidat Tiongkok dan Jepang. Proyek ini menjadi bagian dari inisiatif ambisius Tiongkok yang dikenal sebagai Belt and Road Initiative.
Jalur sepanjang 142,3 kilometer ini dirancang untuk menghubungkan ibu kota Jakarta dengan Bandung, kota besar di Jawa Barat yang kerap menjadi tujuan bisnis dan wisata.
Pada bulan Oktober 2015, lahirlah PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC), sebuah perusahaan patungan yang menjadi tulang punggung pelaksanaan proyek ini.
Indonesia memegang 60% saham melalui konsorsium BUMN, sementara 40% sisanya dikuasai oleh pihak Tiongkok melalui Beijing Yawan Co. Ltd.
Pembangunan fisik proyek ini diawali pada Januari 2016, ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Presiden Joko Widodo.
Namun, pelaksanaannya tidak selalu berjalan mulus. Proyek ini menghadapi sejumlah kendala, mulai dari pembebasan lahan yang berlarut-larut hingga tantangan besar akibat pandemi COVID-19 yang memperlambat pengerjaan.
Meski demikian, dengan berbagai penyesuaian dan negosiasi ulang, proyek ini akhirnya berhasil diselesaikan dan resmi beroperasi pada tanggal 1 Oktober 2023. Kereta cepat ini diberi nama “Whoosh”—akronim dari Waktu Hemat, Operasi Optimal, Sistem Hebat.
Ia mampu melaju hingga kecepatan 350 km per jam, memangkas waktu tempuh Jakarta–Bandung dari lebih dari tiga jam menjadi hanya sekitar 40 menit. Sebuah lompatan besar dalam sejarah transportasi Indonesia.
Dampak Positif Kerjasama Indonesia – Tiongkok dalam Proyek Kereta Cepat
1. Peningkatan Konektivitas dan Efisiensi Transportasi
Salah satu manfaat paling terasa dari proyek ini adalah waktu tempuh antara Jakarta dan Bandung yang dipangkas secara drastis dari sebelumnya tiga jam menjadi hanya sekitar 40 menit.
Perubahan ini membawa efek domino: Mobilitas masyarakat meningkat, efisiensi logistik lebih baik, dan aktivitas ekonomi dua kota besar ini pun ikut terdongkrak.
Bahkan, beberapa sumber memperkirakan pertumbuhan ekonomi di Bandung bisa mencapai 6%, sementara Jakarta sekitar 4,8% hingga 5,6% (TSN Indonesia, 2023).
2. Transfer Teknologi dan Penguatan SDM Nasional
Proyek ini tidak hanya membangun infrastruktur fisik, tapi juga turut memperkuat fondasi pengetahuan Indonesia. Lewat alih teknologi dari Tiongkok, para insinyur dan teknisi Indonesia mendapat pelatihan langsung di bidang konstruksi, pengoperasian, dan pemeliharaan kereta cepat. Ini menjadi investasi jangka panjang dalam pengembangan kapasitas sumber daya manusia nasional (Kompasiana, 2023).
3. Pendorong Pertumbuhan Pariwisata dan Ekonomi Lokal
Dengan akses transportasi yang jauh lebih cepat, tempat-tempat wisata di sekitar Bandung seperti Kawah Putih dan Tangkuban Perahu kini lebih mudah dijangkau.
Wisatawan pun semakin banyak berdatangan, yang otomatis berdampak positif pada pelaku usaha kecil hingga sektor perhotelan dan kuliner lokal (CRI Indonesia, 2023).
Baca juga: Dampak Perang Dagang AS-Tiongkok terhadap Perekonomian Indonesia
Dampak Negatif Proyek Kereta Cepat
1. Dampak Sosial dan Lingkungan terhadap Komunitas Sekitar
Pembangunan proyek ini bukannya tanpa gesekan. Banyak warga mengeluhkan getaran pembangunan yang merusak rumah mereka.
Tak sedikit pula yang terdampak karena perubahan saluran air yang menyebabkan banjir musiman. Selain itu, pembangunan stasiun dan fasilitas penunjang lainnya memicu konversi lahan, menambah masalah lingkungan seperti polusi dan tumpukan sampah baru (DW Indonesia, 2023; Alinea, 2023).
3. Ketergantungan Ekonomi terhadap Tiongkok
Meskipun proyek ini membawa teknologi mutakhir, ketergantungan yang tinggi pada pendanaan dan teknologi dari Tiongkok memunculkan kekhawatiran tersendiri.
Sebagian kalangan menilai dominasi asing dalam proyek strategis nasional bisa menjadi bumerang dalam jangka panjang, terutama jika tidak diimbangi dengan kemandirian teknologi lokal (Kumparan, 2023).
3. Masalah Aksesibilitas dan Biaya
Meskipun disebut “kereta cepat untuk rakyat”, realitanya tidak semua kalangan bisa menikmati layanan ini. Harga tiket yang cukup mahal bagi sebagian besar masyarakat kelas menengah ke bawah menjadi hambatan tersendiri.
Ditambah lagi, lokasi stasiun yang jauh dari pusat kota memaksa penumpang untuk menggunakan moda transportasi tambahan, yang menambah biaya dan mengurangi kenyamanan (DW Indonesia, 2023).
Kesimpulan
Kerja sama antara Indonesia dan Tiongkok dalam membangun kereta cepat Jakarta–Bandung ini memang jadi momen penting buat negeri kita.
Lewat proyek ini, Indonesia berhasil menunjukkan keinginannya untuk maju di bidang transportasi dengan mengadopsi teknologi modern dari Tiongkok.
Dampak positifnya jelas terasa, seperti waktu perjalanan yang jauh lebih singkat, mobilitas orang yang lebih lancar, dan kesempatan buat tenaga kerja Indonesia belajar teknologi baru.
Selain itu, pertumbuhan ekonomi dan pariwisata di Bandung dan sekitarnya pun jadi terdorong.
Tapi, tidak bisa bisa dipungkiri, ada juga masalah yang muncul. Beberapa warga terdampak pembangunan, ada persoalan lingkungan, dan ketergantungan pada teknologi serta dana dari luar negeri yang patut jadi perhatian.
Apalagi harga tiket yang masih cukup mahal membuat aksesnya belum merata untuk semua kalangan masyarakat.
Baca juga: Memahami Pentingnya Statistik dalam Jurusan Hubungan Internasional
Jadi, proyek ini memang membawa kemajuan, tapi sekaligus juga mengajarkan kita untuk lebih hati-hati dan cermat dalam merencanakan kerja sama besar di masa depan.
Supaya hasilnya benar-benar bermanfaat luas dan tak hanya untuk segelintir pihak saja.
Penulis: Arjuna Tomas Tandi
Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional, Universitas Cenderawasih
Daftar Pustaka
Alinea. (2023). Sengsara yang Terempas Kereta Cepat.
AP News. (2023, October 1). Indonesian president launches Southeast Asia’s first high-speed railway, funded by China. https://apnews.com/arti
CRI Indonesia. (2023, September 7). Kereta Cepat Dorong Pariwisata Lokal.
DW Indonesia. (2023, Oktober 3). Kereta Cepat dan Dampaknya ke Lingkungan dan Warga.
Embassy of the People’s Republic of China in Indonesia. (2017, April 6). Duta Besar Xie Feng Menyaksikan Penandatanganan Kontrak EPC Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Kompasiana. (2023, December 3). Kerja Sama Infrastruktur Indonesia–Tiongkok: Studi KCJB.
Kumparan. (2023, Agustus 15). Ketergantungan Indonesia terhadap Tiongkok dalam Proyek Infrastruktur.
TSN Indonesia. (2023). Dampak Sosial Ekonomi Kereta Cepat Jakarta–Bandung.
Editor: Anita Said
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News