Kekerasan seksual adalah tindakan yang dilakukan dengan konteks memaksa, mencakup perilaku-perilaku hal yang tidak diinginkan yang dimaksud seperti pemaksaan seksual.
Umumnya kekerasan seksual senantiasa terjadi oleh wanita, sebagaimana munculnya anggapan bahwa wanita-wanita yang menggunakan pakaian pendek dianggap selalu mengundang nafsu pria.
Awal dari munculnya korban kekerasan seksual pada wanita biasanya pelaku jahat yang berusaha memaksa untuk melakukan hubungan seksual namun, kekerasan dimulai karena pelaku yang tidak menerima penolakan sehingga melakukan kekerasan fisik untuk dapat memenuhi nafsunya.
Stereotip gender dan patriarki yang terus-menerus berkembang dari mulut ke mulut anggapan yang selalu muncul dan terus selalu ada yaitu bahwa umumnya kekerasan seksualĀ yang terjadi pada wanita selalu dimulai karena wanita yang menjadi korban di anggap selalu membuka aurat.
Sebagai contoh seorang wanita yang tidak menutup aurat terlihat normal karena ia tidak memakai hijab untuk menutup auratnya padahal, di Indonesia banyak sekali wanita-wanita lain yang menggunakan hijab juga menjadi korban kekerasan seksual.
Patriarki yang sudah ada secara turun-temurun yaitu anggapan bahwa laki-laki yang digambarkan memiliki kekuasaan yang lebih dibanding wanita, sama halnya dengan wanita yang menjadi korban kekerasan seksual, wanita yang mengalami tindakan tersebut seringkali disalahkan. Anggapan datangnya nafsu yang muncul dimulai karena pakaian yang digunakannya dirasa mengundang nafsu.
Baca Juga:Ā Pentingnya Peran Orang Tua dalam Mencegah Penyimpangan Seksual
Bentuk kekerasan seksual tidak hanya berupa pemaksaan seksual saja, seperti hal nya peristiwa verbal harassment. Tindakan yang dilakukan secara verbal seperti mengejek, merendahkan, menghina dan mengintimidasi, secara langsung dan tidak langsung perilaku ini dapat berdampak pada kondisi psikologis korban.
Hal ini sering di terjadi, umumnya pelaku yang melakukan tindakan ini akan berlindung dibalik kata ābercandaā seperti istilah body shaming tindakan mengomentari kondisi penampilan dengan cara yang menghina ataupun merendahkan.
Verbal harassment diberikan kepada korban yang tidak mau mengikuti perintah pelaku dengan maksud wanita yang mengalami kekerasan seksual dan menolak akan mendapatkan ancaman dan ancaman itulah yang berujung kekerasan fisik.
Kondisi yang dapat dilihat bahwa korban kekerasan seksual pasti mengalami kondisi psikologis yang tidak baik salah satunya, korban yang mengalami tindakan seperti itu umumnya cenderung mengalami cemas yang berlebihan yang berkepanjangan.
Korban yang selalu merasa diselimuti oleh rasa bersalah sehingga hal inilah yang membuat korban mengalami stress. Korban yang memiliki kondisi seperti ini pun cenderung mengurung diri dan menjauh dari sosial, mengalami trauma yang berkepanjangan membuat korban sedikit susah untuk mengungkapkan perasaannya dan lebih memilih untuk menghindar dari sosial.
Tidak hanya berpengaruh dengan kondisi psikologis saja tetapi, pada aspek kesehatan terutama pada bagian fisiknya yaitu biasanya korban yang mendapatkan perlakuan fisik ditandai dengan ditemukannya bagian tubuh yang lebam dan memar akibat tindakan pukulan yang diterima.
Lebam dan memar yang ditandai dengan warna biru keunguan berbentuk bulat atau oval yang dialami muncul karena pukulan dari benda tumpul. Proses penyembuhan kondisi ini pun memerlukan penanganan khusus dan sedikit memerlukan jangka waktu untuk penyembuhan.
Baca Juga:Ā Stop Pelecehan Seksual, Mahasiswa KKN Undip Gelar Sosialisasi Pencegahan Pelecehan Seksual di Desa Kepatihan
Dukungan responsif sangat diperlukan untuk membantu proses pemulihan kondisi psikologis maupun kondisi kesehatan, peduli dan membuat korban merasa lebih aman. Korban yang di selimuti oleh rasa bersalah dan rasa malu umumnya sangat sulit menjelaskan kondisinya, dengan inilah korban sangat membutuhkan dukungan responsif untuk membantunya merasa lebih baik.
Orang tua sebagai orang terdekat di sarankan untuk memulai dengan mempercayai korban, di mana orang tua yang mengalami kasus seperti ini pada anaknya harus mengutamakan kepercayaan.
Kepercayaan yang dilakukan dengan tidak langsung menyalahkan korban sama halnya seperti istilah victim blaming, victim blaming ialah istilah di mana korbanlah yang di salahkan atas peristiwa yang menimpanya bukannya pelaku melainkan korbannyalah yang dianggap menjadi penyebab sekaligus pelaku, menjadi pendengar yang baik khususnya ketika korban mulai berani menceritakan kronologinya.
Hal lainnya yang tidak disarankan yaitu jangan memaksa atau menggurui korban untuk menceritakan segala kronologi saat kejadian, karena korban yang mengalami trauma akan sulit untuk menceritakan apa yang terjadi. Responsif inilah yang diperlukan oleh korban kekerasan seksual terutama dukungan orang tua, dan dukungan inilah yang sekiranya dapat memperbaiki kondisi psikologis korban.
Dukungan responsif tidak hanya dari orang tua saja, orang sekitar juga dapat memberikan dukungan yaitu dalam bentuk verbal. Dukungan verbal sangat berpengaruh baik terhadap kondisi psikologis korban seperti memberi semangat dan membuatnya merasa nyaman ketika berada di lingkup sekitar sehingga korban akan tidak mudah untuk merasa kesepian.
Korban yang mengalami trauma mungkin cenderung untuk mengurung diri di dalam ruangan dengan itu pentingnya responsif dari lingkungan sekitar terutama orang terdekat untuk cenderung memantau perkembangan kesehatan fisik dan mental korban agar tidak terus-menerus hidup penuh dengan perasaan gelisah dan rasa bersalah.
Orang tua bisa rutin mengajak berkomunikasi secara rutin dan terus memberikan perhatian yang ekstra guna membantu mengeluarkannya dari kegelisahan.
Sebagai korban, cobalah untuk bangkit dan bangun rasa kepercayaan diri lawan segala hal yang susah dan sangat disarankan sebagai korban kekerasan seksual untuk dapat mengunjungi psikolog terdekat untuk mencurahkan segala isi hati dan yakinlah bahwa bukan dukungan dari orang sekitar yang mampu membuat kondisi psikologisnya membaik namun dalam dirinya terdapat kekuatan yang kuat membuatnya akan membaik.
Ā
Penulis: Namira Calista
Mahasiswa Jurusan Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang
Editor: I. Khairunnisa
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News