Kumpulan Puisi: Lalu Lintas Kenangan dalam Paralon

Sastra
Ilustrasi: istockphoto

Lalu Lintas Kenangan dalam Paralon

Lalu lintas kenangan dalam paralon agak tersedat.
Kamar mandi warga pada mampet.
Selokan sekitar juga hanya berisi daun-daun kering.
Tanpa sampah; yang baunya membusuk
selokan bukan lagi tumpukan kenangan.
Tanpa hujan; selokan hanya lubang panjang
yang tidak bisa mengungkapkan kasih sayangnya
karena ia tak punya kekasih.

Sendal Rongsok

Hujan menghanyutkan
sepasang sendal rongsok
yang sebenarnya
memang sudah lama
tak mau lagi
diajak melangkah bersama

Rucika Mild

Biarpun kamu kecil; mirip rokok mild.
Kaya anak kecil lihat ondel-ondel ngacir.
Tapi, kamu selalu buat aku salting:
salto tinggi.

Selalu membuat cintaku mengalir.
Seperti rucika:
yang mengalir sampai jauh.

Bacaan Lainnya

Lima Huruf

Namanya juga hidup;
berat juga punya
lima huruf.

Nama juga cinta;
bodoh juga punya
lima huruf.

Namun, kenapa bukan damai,
padahal ia juga punya
lima huruf?

Kartu Poker

Kata ibuku,
poker adalah permainan yang tidak baik.

Kutanya temanku,
”Bukankah poker permainan yang tidak baik.
Mengapa Joker tidak diikutsertakan untuk dibanting?”

Cing Cong

Betawi tereak, “Cing!”
Madura areak, “Cong!”
Betawi-Madura
jadi
cingcong?

Prosedur Mencirntai Hujan

Mencintai hujan itu
ibarat rambut di kepala
yang sudah lepek seminggu
diusap-usap halus dengan sampo.
Lalu diguyur dengan segarnya air
dari gayung

dan terdengar merdu suara:

byur-byur.

Di Dalam Gerobak Bakso

Di dalam gerobak bakso.
Mi putih memperkenalkan diri
kepada toge dan sawi:
yang satu namanya soun,
yang satu lagi namanya bihun.

Kemudian mi kuning masuk.
Toge dan sawi mempersilakannya
untuk memperkenalkan diri.
Tapi, mi kuning hanya diam dan
suasana berubah hening.

Tugas Angin, 1

Kalau tugas angin adalah
menyampaikan rindu seseorang.
Bearti, Tuhan, menciptakan rindu
agar manusia tetap merasa nyaman
hidup di dunia ini.

Di antara banyak manusia
yang merasa kegerahan
karena tidak lagi ditunggu
kedatangannya.

Iritasi Becek

Sehabis hujan aku pernah
menarik salah satu ranting
untuk menyipratkan tubuhmu
dari sisa-sisa air hujan di pohon:
kita tertawa.

Seketika juga, terlintas dalam ingatan
sebuah peristiwa yang menyedihkan.
Kau meminta putus setelah aku
menginjak salah satu lubang
yang berisi genangan air di jalanan.

Penulis: Muhammad Ridwan Tri Wibowo
Mahasiswa 
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Jakarta

Editor: Ika Ayuni Lestari     

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses