Musik K-pop tidak hanya menjadi fenomena hiburan, tetapi telah menjelma menjadi bentuk budaya populer global yang kuat dan mempengaruhi perilaku konsumsi jutaan penggemar di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Dilansir dari Goodstats.id Indonesia menduduki peringkat ketiga tertinggi secara global dalam streaming K-pop pada tahun 2024, dengan 7,4 miliar kali streaming, hanya kalah dari Jepang (9,7 miliar) dan Amerika Serikat (9,2 miliar).
Tingginya antusiasme tersebut tampak dari cepatnya penjualan tiket konser yang sering kali “sold out” hanya dalam beberapa menit, serta tingginya keterlibatan konsumen dalam pembelian merchandise dan keikutsertaan dalam berbagai event digital maupun langsung.
Di tengah pertumbuhan konser K-pop di Indonesia, peran promotor konser menjadi sangat krusial sebagai penghubung antara artis K-pop dan para penggemarnya.
Tidak hanya berfungsi sebagai penyelenggara teknis, promotor juga menjadi bagian dari pengalaman konsumen secara keseluruhan, mulai dari proses pembelian tiket hingga pelaksanaan acara.
Oleh karena itu, loyalitas konsumen terhadap promotor konser K-pop menjadi fenomena penting untuk dikaji, khususnya di kalangan dewasa awal yang sangat responsif terhadap pengalaman digital dan sosial mereka.
Salah satu contoh kasus yang menarik perhatian publik adalah konser DAY6 di Jakarta pada Mei 2024, yang diselenggarakan oleh Mecima Pro.
Sejumlah penggemar menyampaikan keluhan terkait perubahan venue secara mendadak, kurangnya komunikasi, serta ketidakjelasan dalam penanganan refund tiket.
Dilansir dari Tempo.co, banyak penggemar membandingkan kualitas penyelenggaraan konser oleh Mecima Pro dengan promotor lain seperti Dyandra, dan mempertanyakan profesionalisme serta transparansi pelayanan promotor tersebut.
Kasus ini menunjukkan bahwa loyalitas konsumen terhadap promotor konser tidak bersifat mutlak, melainkan dipengaruhi oleh pengalaman nyata yang mereka alami.
Dalam teori perilaku konsumen, loyalitas tidak hanya ditentukan oleh kepuasan sesaat, tetapi juga oleh keterlibatan emosional, pengalaman berulang, serta persepsi terhadap kualitas layanan.
Baca juga: Budaya K-Pop Mulai Merajai Indonesia
Namun, belum banyak penelitian yang secara khusus menggambarkan bentuk-bentuk loyalitas konsumen terhadap promotor konser, khususnya di kalangan dewasa awal.
Sementara itu, (Zaini, 2006) menyebut bahwa konsumsi K-pop di Indonesia menciptakan gaya hidup baru yang sangat terpengaruh oleh emosi, komunitas, dan teknologi digital.
Oleh karena itu, penting untuk menggambarkan dan memahami bagaimana loyalitas terhadap promotor konser terbentuk dan diekspresikan oleh konsumen.
Loyalitas konsumen merupakan komitmen mendalam untuk melakukan pembelian ulang terhadap produk atau jasa secara konsisten di masa depan, meskipun terdapat pengaruh situasi dan upaya pemasaran dari pesaing.
Konsumen yang loyal akan menunjukkan perilaku pembelian ulang, pengalaman positif, memiliki komitmen emosional dan kognitif terhadap merek tertentu, Oliver dalam (Yuliana, 2018).
Dalam konteks industri konser K-Pop di Indonesia, loyalitas ini tidak hanya tertuju pada artisnya, melainkan meluas ke pihak promotor konser yang memegang peran penting dalam menyusun keseluruhan pengalaman menonton.
Promotor seperti Mecima Pro, Dyandra, IME, dan lainnya berperan sentral dalam proses mengatur distribusi tiket, penyediaan fasilitas, hingga pengelolaan komunikasi dengan penonton.
Oleh sebab itu, loyalitas konsumen terhadap promotor konser menjadi aspek penting yang layak untuk diteliti lebih dalam, khususnya di kalangan dewasa awal yang sangat responsif terhadap pengalaman emosional dan digital mereka.
Loyalitas konsumen terhadap promotor konser dapat dianalisis melalui empat dimensi utama sebagaimana dijelaskan oleh Oliver dalam penelitian (Iqbal, 2021), yaitu:
Loyalitas Kognitif : Berdasarkan pengetahuan atau pengalaman sebelumnya terhadap promotor.
Loyalitas Afektif : Muncul karena keterikatan emosional dari pengalaman positif.
Loyalitas Konatif : Ditandai dengan keinginan kuat untuk terus memilih promotor tertentu.
Loyalitas Tindakan : Terwujud dalam perilaku nyata seperti pembelian ulang dan rekomendasi orang lain
Baca juga: DAY6 dan My Day: Harmoni Kehangatan dalam Batasan yang Penuh Makna
Penelitian ini menggunakan Metode kualitatif deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan suatu fenomena yang diteliti tanpa melakukan perubahan atau manipulasi terhadap variabel, dengan pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung (Hanyfah et al., 2022).
Partisipan dalam penelitian ini dipilih menggunakan metode purposive sampling.
Purposive sampling adalah sebuah metode sampling non random sampling dimana Peneliti memilih sampel berdasarkan kriteria khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian, sehingga sampel tersebut dapat memberikan respons yang relevan terhadap permasalahan penelitian (Lenaini, 2021).
Loyalitas pelanggan diukur menggunakan alat ukur yang dikembangkan oleh (McMullan & Gilmore, 2003).
merujuk pada definisi yang dikemukakan oleh Oliver (1999), alat ukur loyalitas pelanggan terdiri dari empat dimensi utama, yaitu kognitif, afektif, konatif, dan tindakan.
Wawancara dilakukan terhadap dua narasumber dewasa awal (LR, 22 tahun dan IN, 25 tahun). Analisis dilakukan berdasarkan empat dimensi loyalitas konsumen menurut Oliver (1999):
1. Loyalitas Kognitif
LR menunjukkan loyalitas kognitif rendah terhadap promotor Mecima Pro karena pengalaman buruk, seperti sistem ticketing manual dan perubahan venue tanpa refund.
“Tadinya venue-nya di JIS, terus tiba-tiba GBK Madya… gak ada opsi refund… sistemnya tuh gak bener.”
Sebaliknya, IN menilai Dyandra sebagai promotor yang layak secara kualitas dan harga.
“Mulai dari sistem ticketing hingga benefit yang diterima, semuanya terasa layak.”
2. Loyalitas Afektif
LR tidak membentuk keterikatan emosional dengan promotor, hanya tetap hadir demi artis favorit.
“Kalau EXO dibawain sama Mecima lagi… tetap ikut. Tapi buat EXO doang.”
IN justru terkesan secara emosional terhadap sikap Dyandra yang meminta maaf di atas panggung.
“ Itu menunjukkan komitmen mereka untuk memperbaiki diri.”
3. Loyalitas Konatif
LR enggan memilih promotor yang sama, kecuali karena terpaksa.
“Terpaksa… ya kalo EXO, mau nggak mau nonton.”
Sementara IN secara tegas menolak untuk menonton konser dari promotor yang mengecewakan.
“Aku kapok… bahkan kalau artis favoritku sekalipun dibawa oleh Mecima.”
4. Loyalitas Tindakan
LR tidak pernah merekomendasikan promotor yang mengecewakannya.
“Enggak, aku nggak nyaranin soalnya trauma.”
IN sebaliknya aktif merekomendasikan Dyandra karena pelayanan yang baik.
“Aku pasti sarankan Dyandra sih, bahkan temen ku dari fandom yang lain pun tau kalau pelayanannya bagus ”
Hasil wawancara menunjukkan bahwa loyalitas konsumen terhadap promotor konser K-Pop sangat dipengaruhi oleh pengalaman pribadi.
IN menunjukkan loyalitas yang kuat terhadap promotor Dyandra di semua dimensi, dari penilaian rasional hingga rekomendasi nyata.
Sebaliknya, LR menunjukkan loyalitas yang selektif dan lebih terarah pada artis, bukan promotor.
Ia tetap menghadiri konser meski kecewa pada promotor demi artis favoritnya, yang menandakan bahwa loyalitas terhadap promotor bisa tergeser oleh ikatan emosional terhadap artis.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa loyalitas konsumen dalam industri konser K-Pop sangat kompleks dan dipengaruhi oleh berbagai dimensi pengalaman, baik secara rasional maupun emosional.
Promotor yang mampu memberikan pengalaman menyeluruh yang positif dan berkesan memiliki peluang lebih besar untuk membangun loyalitas konsumen yang berkelanjutan.
Penulis:
1. Najma Zahidah
2. Rabela Dekasari
Mahasiswa Jurusan Psikologi, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr Hamka
Dosen Pengampu: Alvin Eryandra, S.Psi., M.Si
Editor: Anita Said
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News