Mau Dibawa Kemana Konsep Restorative Justice?

Opini
Ilustrasi: istockphoto.com

Akhir-akhir ini di Indonesia konsep kebijakan Restorative Justice cukup banyak diangkat dalam berbagai tema yang menarik, baik dalam webinar maupun seminar. Berbagai macam kebijakan telah diatur oleh kepolisian dan kejaksaan.

Kebijakan Restorative Justice di tingkat penyidikan, penerapan keadilan restorative diatur melalui Surat Edaran Kapolri Nomor SE/8/VII/2018 Tahun 2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif dalam Penyelesaian Perkara Pidana jo. Perarutan Polri Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif yang menyatakan proses penyidikan dapat dilakukan keadilan restoratif apabila terpenuhi syarat-syarat yang ditentukan pada Peraturan Kapolri tersebut.

Pada tingkat penuntutan Restorative Justice melalui Peraturan Jaksa Agung (Perja) Nomor 15 Tahun 2020 yang diundangkan pada tanggal 22 Juli 2021 diharapkan mampu menyelesaikan perkara tindak pidana ringan (Tipiring) selesai tanpa ke meja hijau.

Bacaan Lainnya

Baca Juga: Restorative Justice di Indonesia dalam Menyelesaikan Tindak Pidana dan Pengaruhnya di dalam Sistem Peradilan Pidana

Sejak dikeluarkannya Peraturan Jaksa Agung tersebut, mungkin telah banyak di berbagai daerah yang bisa selesai tanpa melanjutkan ke persidangan. Adapun syarat–syarat bagi orang yang “berhak” menerima Restorative Justice adalah:

  1. Tindak Pidana yang baru pertama kali dilakukan;
  2. Kerugian di bawah Rp2,5 juta;
  3. Adanya kesepakatan antara pelaku dan korban.

Bagaimana dengan pernyataan Kepala Kejaksaan Tinggi atas kasus penyelesaian kasus penganiayaan oleh Mario Dandy terhadap David Ozora.

Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menawarkan pihak David damai atau restorative justice atau RJ dengan salah satu pelaku penganiayaannya, yakni AG dalam penyelesaian kasus penganiayaan oleh Mario Dandy terhadap David Ozora.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Kejati DKI Jakarta Reda Manthovani pasca kunjungannya ke pihak David di Rumah Sakit Mayapada, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Kamis (16/03/2023).

Pendapat saya sebagai mahasiswa hukum, pernyataan tersebut tidak tepat disampaikan dalam kondisi sekarang. Apalagi kasus yang menimpa David Ozora tergolong dalam penganiayaan berat yang mungkin bisa menyebabkan kematian.

Baca Juga: Kasus Rafael Trisambodo, Apakah Indonesia Masih Negara Hukum atau Negara Tekanan Sosial?

Kasus penganiayaan yang dilakukan oleh Mario Dandy tidak dapat memenuhi syarat-syarat orang yang berhak menerima Restorative Justice. Sehingga menurut saya kasus penganiayaan tersebut dilanjutkan saja ke tahap persidangan dan pelaku mendapatkan efek jera atas perbuatannya.

Sepertinya Kejati tersebut membuat gaduh saja dan tidak begitu memahami konsep Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Penulis: Irwan Adi
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning Pekanbaru Riau

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0811-2564-888
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.