Mengambil keputusan merupakan salah satu hal yang paling sering kita lakukan dalam kehidupan sehari hari dan juga menjadi aspek penting dalam kehidupan manusia, baik ranah pribadi maupun professional.
Dalam kehidupan sehari-hari, mengambil keputusan sudah dilakukan bahkan sejak bangun tidur seperti memilih untuk bangun pagi atau siang, memilih sarapan apa, memakai baju apa, memilih menggunakan kendaraan apa untuk pergi ke kantor dan lain sebagainya.
Mungkin pengambilan keputusan yang seperti itu tidak terlalu sulit dalam memutuskannya, lain cerita jika pengambilan keputusan itu terkait karir kita, keluarga kita, hubungan, dan hal-hal yang lebih kompleks. Hal yang seperti itu membutuhkan pertimbangan yang lebih mendalam terutama dalam bersikap rasional.
Bersikap rasional dalam mengambil keputusan berarti menggunakan logika dan alasan yang jelas dalam proses pemilihan berbagai opsi, berdasarkan fakta dan data yang tersedia, sambil mengesampingkan emosi dan tekanan eksternal yang bisa mempengaruhi penilaian. Memiliki keberanian untuk berpikir rasional adalah keterampilan yang harus dikembangkan demi kebaikan dikemudian hari.
Namun, keberanian untuk bersikap rasional sering kali diuji oleh tekanan sosial dan budaya. Dalam masyarakat, keputusan sering kali dipengaruhi oleh norma sosial, tradisi, dan harapan keluarga.
Misalnya, dalam konteks pernikahan, banyak orang yang merasa tertekan untuk menikah pada usia tertentu atau dengan pasangan pilihan keluarga, meskipun mereka mungkin merasa belum siap atau tidak cocok.
Keberanian untuk bersikap rasional dalam situasi ini berarti memiliki keberanian untuk mengevaluasi pilihan hidup secara objektif dan membuat keputusan yang paling sesuai dengan kebahagiaan dan kesejahteraan pribadi, meskipun mungkin bertentangan dengan harapan sosial.
Selain tekanan sosial, perkembangan teknologi informasi yang begitu cepat juga memainkan peran besar dalam mempengaruhi keputusan kita. Di era digital ini kita dibanjiri dengan informasi yang belum jelas kebenarannya dan opini dari berbagai sumber, mulai dari berita hingga media sosial.
Ini seringkali menciptakan kebisingan yang mengaburkan kemampuan kita untuk bersikap rasional. Misalnya keputusan untuk memilih membeli produk seringkali dipengaruhi oleh iklan dan promosi yang emosional daripada evalusai objektif terhadap kebutuhan dan kualitas produk.
Dalam hal ini, keberanian untuk bersikap rasional berarti memiliki keteguhan untuk menyaring informasi, dan membuat keputusan berdasarkan fakta dan analisis kritis.
Keberanian untuk bersikap rasional juga penting dalam konteks sosial dan politik. Era digital dimana informasi seringkali sengaja dibuat hanya untuk menggiring emosi seseorang, informasi yang dipenuhi hoax dan disinformasi, memiliki kemampuan berani bersikap rasional menjadi penting bagi setiap masyaralat, agar masyarakat tidak mudah di adu domba.
Misalnya pada pemilihan umum, masyarakat yang memiliki keberanian bersikap rasional tentu akan memilih kandidat berdasarkan dari visi-misi, rekam jejak, program kerja dan kredibilitas kandidat, bukan hanya karena satu suku, kampanye yang emosional atau karena mendapat sumbangan sembako.
Dalam menentukan jalan karir juga diperlukan keberanian bersikap rasional, keberanian ini menuntun kita menetukan jalan karir berdasarkan potensi, minat, keterampilan, dan prospek masa depan, bukan karena mengikuti tekanan sosial dan harapan keluarga.
Kita ambil contoh freshgraduate dari kampus terkenal di jakarta dengan gelar sarjana ekonomi yang hingga saat ini belum mendapat pekerjaan yang ia idam-idamkan yaitu kerja kantoran di gedung-gedung tinggi jakarta dan menolak pekerjaan yang selain dari itu karena gengsi dengan keluarga dan temannya.
Dari kasus di atas sangat jelas itu bukan sikap rasionalitas, sikap raisonal dalam memilih karir akan memudahkan kita dalam menemukan jalan-jalan lain karena kita tidak terfokus pada emosional saja, melainkan analisis dan objektif.
Mungkin langkah-langkah sikap rasional yang bisa dilakukan dari kasus di atas bisa dimulai dengan merefleksi diri terkait apa yang sebenarnya kita inginkan dari karir dan apa yang penting baginya.
Seperti, apakah prestise akan kerja digedung-gedung tinggi Jakarta lebih penting daripada kepuasan kerja?, apakah pekerjaan ini sesuai dengan keterampilan saya?, apakah saya memiliki minat bekerja di kantoran atau hanya tekanan eksternal belaka?. Jawablah pertanyaan di atas dengan hati terdalam.
Selanjutnya perlu melakukan riset mendalam dengan mengumpulkan data dari beberapa peluang kerja dan membandingkannya dengan kondisi lapangan kerja di Jakarta.
Lakukan perbandingan tanpa melibatkan emosional untuk mendapatkan perbandingan yang objektif akan prospek kerja dari beberapa peluang tersebut. Jika masih sulit untuk mengesampingkan emosional mungkin diperlukan konsultasi pada pihak profesional atau teman yang dipercaya dapat membantu.
Dengan konsultasi, mentor atau teman akan memberikan perspektif yang lebih objektif dan membantu menilai pilihan-pilihan tadi. Dan langkah akhir tentukan pilihan terbaik.
Dalam proses ini fokuslah pada proses pengambilan keputusan (precess orientation) bukan pada konsekwensi keputusan tersebut, karena dengan orientasi pada proses mewajibkan kita untuk bertanggungjawab dalam pengambilan keputusan dengan informasi yang tepat.
Kesimpulannya, keberanian untuk bersikap rasional adalah keterampilan yang sangat dibutuhkan bagi setiap masyarakat. Karena ini melibatkan kemampuan untuk mengevalusai pilihan pilihan secara objektif dan analisis kritis.
Di era sekarang yang mana dipenuhi tekanan sosial, disinformasi, kebisingan media, memiliki keberanian untuk bersikap rational adalah kunci kesejahteraan pribadi.
Penulis: Muhamad Faqih Rahman
Mahasiswa Manajemen Bisnis Syariah, Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI
Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News