Reog dan Kesan Mistis yang Menyertainya
Reog Ponorogo merupakan salah satu pertunjukan tari tradisional yang berasal dari Ponorogo, Jawa Timur.
Salah satu daya tarik utama dari pertunjukan ini adalah kemampuan pembarong (penari utama) dalam mengangkat topeng dadak merak hanya dengan kekuatan gigi.
Fenomena ini seringkali memunculkan pandangan beragam di tengah masyarakat dan menimbulkan pertanyaan hingga kontroversi mengenai kemungkinan adanya kekuatan supranatural yang menyertainya.
Terlebih, bobot dadak merak bisa mencapai 40 hingga 50 kilogram, bahkan ada yang diklaim mencapai 100 kilogram (DetikTravel, 2022).
Tak heran jika sebagian penonton percaya bahwa atraksi tersebut tidak mungkin dilakukan hanya dengan menggunakan tenaga manusia biasa.
Apalagi, pertunjukan Reog sering disertai dengan ritual, doa-doa, dan pantangan tertentu.
Namun, apakah semua itu semata-mata berasal dari kekuatan supranatural?
Ketika Ilmu Fisika Berbicara
Jika melihat dari sudut pandang ilmiah, kemampuan seorang pembarong dalam mengangkat dadak merak sebenarnya bisa dijelaskan melalui prinsip dasar ilmu fisika.
Salah satu faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan atraksi ini adalah desain topeng yang dirancang dengan distribusi beban seimbang.
Kepala singa di bagian depan dan hiasan bulu merak yang melengkung ke belakang berfungsi menyeimbangkan beban, sehingga titik pusat gravitasinya berada pada posisi stabil.
Dalam konsep fisika, hal ini memungkinkan beban terasa lebih ringan saat diangkat.
Seorang dosen fisika dari Universitas Muhammadiyah Ponorogo, sebagaimana dikutip Harian Mataraman (2024), mengungkapkan:
“Kalau kita hanya melihat dari sisi mistisnya saja, seolah tidak mungkin dilakukan. Tapi kalau kita pahami distribusi gaya, prinsip momen, dan latihan ototnya, ini bisa dijelaskan secara ilmiah.”
Baca Juga: Reog Krida Sayekti Sendratari Ramayana “Anoman Obong”
Selain desain, faktor latihan fisik juga sangat menentukan. Para pembarong menjalani latihan khusus dalam waktu yang tidak singkat.
Mereka harus melatih kekuatan otot leher dan rahang secara rutin, bahkan selama lebih dari satu tahun.
Dalam laporan DetikTravel (2022), salah satu pembarong mengatakan:
“Kami punya alat latihan khusus, semacam tali beban yang ditarik pakai gigi. Itu harus dilatih terus menerus, bisa setahun lebih sampai kuat.”
Dengan demikian, kemampuan ini bukan semata-mata hasil kekuatan magis, melainkan kombinasi antara desain alat yang tepat, latihan intensif, serta penguasaan teknik tubuh yang presisi.
Apresiasi Baru terhadap Tradisi Lama
Melihat Reog Ponorogo dari sudut pandang ilmu pengetahuan bukan berarti mengurangi nilai budaya yang terkandung di dalamnya.
Sebaliknya, pendekatan ilmiah justru dapat memperkaya cara pandang kita dalam menghargai tradisi yang ada.
Baca Juga: Revitalisasi Wayang Gedhog Madura: Mahasiswa Bispro Ikuti Seminar Budaya di Taman Budaya Cak Durasim
Pembarong tidak hanya memainkan peran sebagai penari, tetapi juga menjadi simbol dedikasi dan kekuatan manusia dalam menguasai teknik ekstrem secara konsisten.
Beberapa unsur yang sering dianggap mistis dalam seni Reog sebenarnya lebih tepat dimaknai sebagai bentuk penghormatan dan etika budaya, bukan sebagai penjelasan utama atas kemampuan luar biasa para pembarong.
“Kalau tidak dilatih fisiknya, meskipun sudah tirakat, tetap tidak kuat mengangkat dadak merak,” ujar seorang pembarong dalam wawancara dengan Merdeka.com (2022).
Reog Ponorogo merupakan refleksi dari kebudayaan yang sangat kaya, di dalamnya tersimpan harmoni antara tradisi, seni, dan sains.
Kita tidak harus memilih antara supranatural dan ilmu pengetahuan.
Dalam seni Reog, keduanya justru hadir berdampingan, memperlihatkan betapa luar biasanya warisan budaya bangsa kita.
Penulis: Andinta Izza Kholidatuzzahra
Mahasiswa Prodi Teknologi Informasi, Universitas Islam Negri Walisongo
Editor: Siti Sajidah El-Zahra
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News