Meninjau Etika, Moral, dan Kepemimpinan Etis dalam Kasus Korupsi pada Praktik Bisnis

Beberapa waktu lalu, terdapat kasus korupsi yang menimpa perusahaan pertambangan yaitu Timah. PT Timah Tbk (TINS) merupakan salah satu bagian dari PT Mineral Industri Indonesia (Persero) atau kerap disebut sebagai MIND ID.

PT Timah Tbk didirikan pada 2 Agustus 1976 yang berpusat di Pangkalpinang dan beroperasi di Kepulauan Bangka Belitung, Riau, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Cilegon. Perusahaan ini bergerak dalam bidang usaha pertambangan, terkhusus pertambangan timah, nikel, dan batu bara.

PT Timah Tbk menjadi salah satu perusahaan tambang di Indonesia yang kinerjanya cukup baik. Pada tahun 2021, PT Timah Tbk mencatat pendapatan sebesar Rp14.607 triliun dengan laba bersih sebesar Rp1.368 triliun.

Bacaan Lainnya

Seorang peneliti etika dan moral, Priyono menyatakan bahwa, dari perspektif moral, korupsi berarti pelanggaran atau perusakan integritas dalam melaksanakan kewajiban publik melalui tindakan yang ilegal. Hal ini sesuai dengan tindakan beberapa pihak yang terlibat dalam kasus korupsi PT Timah Tbk, yang melakukan pelanggaran dan perusakan integritas dengan beroperasi secara ilegal dan melanggar peraturan operasi.

Baca juga: Dampak Pertambangan Batubara bagi Ekosistem Lingkungan

Secara umum, IUP merupakan salah satu surat izin yang harus dimiliki oleh perusahaan tambang sebelum perusahaan tersebut beroperasi. IUP dapat dikatakan sebagai “pondasi” perusahaan tersebut diperbolehkan untuk beroperasi, karena sebagian aspek perusahaan direpresentasikan di surat izin itu.

Pada kasus ini, PT Timah Tbk. mengantongi IUP, tetapi IUP tersebut hanya mewakili 53% dari lahan yang digunakan oleh perusahaan untuk beroperasi. 47% sisanya merupakan lahan operasi yang tidak memiliki izin, notabene PT Timah Tbk melakukan korupsi atas lahan yang dimiliki oleh negara sehingga menimbulkan kerugian secara finansial dan non-material.

Hal tersebut dapat dikatakan kerugian secara finansial karena seharusnya PT Timah Tbk membayar perizinan atas IUP sebesar 88,9 ribu hektare, tetapi perusahaan beroperasi dengan lahan 170 ribu. Biaya perizinan atas 81,1 ribu hektare yang seharusnya dibayarkan, menjadi tidak diterima oleh negara.

Di sisi lain, kerugian secara non-material didominasi atas kerugian kerusakan lingkungan. Tentunya, lahan non-IUP yang dilakukan operasi merupakan aset lingkungan yang dimiliki oleh negara. Jika dilihat dari sudut pandang akuntan, maka penggunaan lahan tanpa perizinan dan tanggung jawab setelah pertambangan merupakan pengurangan dari nilai aset tetap berupa lingkungan dari pihak negara ditambah negara perlu mengeluarkan biaya pemulihan secara sia-sia.

Tetapi tidak hanya penyelewengan perizinan, PT Timah Tbk juga melakukan penyelewengan kekuasaan oleh direksi terkait dengan mendirikan perusahaan boneka dan menggunakan aset perusahaan untuk membiayai perusahaan boneka tersebut dalam proses pencucian hasil tambang dari lahan non-IUP. Atas dasar itu, PT Timah Tbk dapat dikatakan secara jelas bahwasannya pihak-pihak terkait melakukan korupsi.

Korupsi merupakan tindakan yang tidak etis dan tidak bermoral. Dikutip dari buku etika yang ditulis oleh Duska, etika secara garis besar berkaitan dengan benar atau salah, baik atau buruk. Korupsi merupakan tindakan yang salah dan buruk.

Ini disebabkan karena korupsi merupakan tindakan mengambil hak atau kepemilikan orang lain dan dilakukan oleh orang yang tidak memiliki izin atas hal tersebut. Contohnya pihak terkait menggunakan lahan yang bukan miliknya. Atas dasar itu, tindakan ini merupakan tindakan yang tidak etis.

Di sisi lain, tindakan ini juga tidak bermoral. Berdasarkan pernyataan Pramuda, moral adalah tingkah laku yang menaati kaedah-kaedah dan menjadi pakem di masyarakat. Apabila diurutkan, kaedah-kaedah bermasyarakat seperti saling menghormati, tidak merugikan atau menyakiti orang lain, bertindak dengan sopan, dan kaedah-kaedah lainnya harus ditaati oleh tiap individu di dalam kelompok masyarakat tersebut agar ketentraman dan kedamaian dapat tercipta.

Jika seorang individu atau kelompok tidak menaati kaedah tersebut, maka dapat dikataka bahwasannya mereka merupakan manusia yang amoral atau tidak bermoral. Sama halnya dengan kasus korupsi yang dilakukan oleh pihak terkait PT Timah Tbk yaitu melakukan pengambilan hak orang lain tanpa izin, notabene tidak menghormati dan tidak memiliki kesopanan kepada pemilik dari hak tersebut. Atas dasar itu, PT Timah Tbk dapat dikatakan bahwa melakukan tindakan tidak bermoral.

Baca juga: Kompetisi Esai Hukum Energi dan Pertambangan 2020

Kasus korupsi ini dapat terjadi karena beberapa hal. Pertama yaitu kepemimpinan yang kurang baik dan tidak etis. Pemimpin adalah kapten kapal suatu perusahaan dan di dalam kapal tersebut terdapat banyak manager atau karyawan yang merupakan bagian dari awak kapal.

Jika kapten kapal mengarah ke utara, maka awak kapal juga harus mengarah ke utara. Sama halnya dengan praktik bisnis dalam perusahaan. Jika pemimpin ingin menjalankan suatu kebijakan terkait rencana strategis perusahaan, maka karyawan dibawahnya harus men-support kebijakan tersebut agar berjalan lancar dan mencapai tujuannya.

Tetapi, hal yang dilakukan oleh kapten kapal tidak selalu benar dan dapat memberikan efek positif terhadap orang lain secara pasti. Oleh karena itu, dibutuhkan kepemimpinan yang etis. Gea menyatakan bahwa kepemimpinan etis berarti menekankan pentingnya menggunakan pertimbangan moral sebagai landasan untuk tindakan atau keputusan.

Contohnya seperti suatu perusahaan melakukan pertambangan. Maka pimpinan tidak hanya memikirkan bagaimana tambang tersebut berjalan, tapi juga memikirkan bagaimana dampak yang dirasakan oleh pihak eksternal. Selanjutnya, pimpinan akan menentukan CSR dan melakukan pertambangan hijau agar dampak atas operasi tambang tidak merugikan orang lain.

Namun, berbeda dengan pimpinan PT Timah Tbk. Pimpinan PT Timah Tbk hanya memikirkan keuntungan saja tanpa memikirkan dampak lingkungan dan dampak terhadap negara. Tidak hanya itu, pemimpin PT Timah Tbk juga tidak melakukan pemulihan setelah melakukan aktivitas tambang.

Atas dasar itu, kepemimpinan etis menjadi salah satu poin yang perlu dimiliki oleh pemimpin PT Timah Tbk untuk kedepannya. Selain aspek kepemimpinan etis, yang kedua adalah faktor pendorong berdasarkan Fraud Triangle Theory. Menurut Cressey, sebelum seseorang melakukan kejahatan, mereka akan melalui dua fase yaitu (1) orang menerima tanggung jawab kepercayaan dan keadaan dengan itikad baik (2) keadaan tersebut membuat mereka melanggar kepercayaan.

Setelah itu orang tersebut akan kehilangan itikad baik dan mulai melakukan kejahatan. Dengan kata lain, dibutuhkan tekanan, kesempatan, dan rasionalisasi untuk seseorang melakukan kejahatan atau pelanggaran. Pada kasus korupsi PT Timah Tbk. para pemimpin memiliki ketiga aspek tersebut sehingga pelanggaran dapat dilakukan.

Pertama, pimpinan memiliki tekanan atas keinginan untuk memperkaya dirinya dan tekanan untuk menjaga kestabilan nilai di pasar modal. Kedua, pimpinan memiliki kesempatan untuk melakukan korupsi seperti terdapat cela dalam perizinan, rekanan swasta yang ikut andil, dan faktor pendukung lainnya. Terakhir, pimpinan merasionalisasikan korupsi tersebut. Pemimpin dengan karakteristik seperti ini menggunakan prinsip egoisme dalam etika tindakannya.

Prinsip egoisme atau keegoisan menurut Duska adalah mengejar kepentingan diri sendiri dengan mengorbankan orang lain dan menurut Weruin etika egoisme mereduksi tujuan tindakan atau keputusan demi kepentingan diri sendiri tanpa perlu memperhatikan kepentingan orang lain.

Baca juga: Tinjauan Dampak Lingkungan: Analisis Dampak Lingkungan pada Pembangunan Gedung Apartemen

Berdasarkan itu, pemimpin PT Timah Tbk menggunakan sebagian aspek-aspek Fraud Triangle Theory dan kedudukannya untuk mendapatkan keuntungan pribadi tanpa memikirkan kepentingan orang lain, notabene pemimpin dari PT Timah Tbk memiliki prinsip egoisme dan secara garis besar prinsip ini merupakan tindakan yang tidak etis.

Penulis: Muhammad Hakim

Mahasiswa Jurusan Akuntansi, Universitas Airlangga

Editor: Anita Said

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Ikuti berita terbaru di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI