Pada lanskap demokrasi modern, Mahkamah Konstitusi (MK) berdiri sebagai benteng terakhir yang menjaga konstitusi dan membatasi kekuasaan cabang-cabang negara lainnya.
Di Indonesia, pasca-reformasi, MK telah memainkan peran vital dalam menjaga jalannya demokrasi, terutama dalam menguji produk hukum, menyelesaikan sengketa hasil pemilihan umum, dan memastikan perlindungan hak-hak konstitusional warga negara.
Namun, beberapa waktu terakhir, terutama di tengah dinamika politik yang kian memanas atau pasca-kontestasi politik besar, independensi dan kenetralan lembaga ini kerap kali dipertanyakan.
Isu mengenai kenetralan MK menjadi sangat krusial karena putusan-putusan yang dihasilkan memiliki dampak yang luas dan fundamental terhadap arah negara.
Ketika MK dihadapkan pada perkara-perkara yang sarat nuansa politik, seperti sengketa hasil pemilu atau uji materi undang-undang yang pro-kontra, ekspektasi masyarakat akan putusan yang adil, imparsial, dan semata-mata berdasarkan hukum menjadi sangat tinggi.
Kepercayaan publik adalah modal utama bagi MK untuk menjalankan fungsinya sebagai pengawal konstitusi.
Namun, beberapa kejadian atau persepsi publik terkadang menimbulkan keraguan. Misalnya, sorotan tajam terhadap putusan-putusan yang dianggap kontroversial, dugaan adanya intervensi dari kekuatan di luar peradilan, atau bahkan isu mengenai integritas hakim konstitusi.
Hal-hal semacam ini, sekecil apapun, dapat meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi yang seharusnya menjadi penentu keadilan tertinggi.
Jika kepercayaan itu luntur, legitimasi putusan MK akan dipertanyakan, dan ini berpotensi memicu ketidakpastian hukum serta gejolak sosial.
Mengapa Kenetralan MK Begitu Penting?
Pertama, MK adalah penjaga konstitusi. Setiap putusan MK adalah tafsir final terhadap konstitusi. Jika tafsir ini dipengaruhi oleh kepentingan sesaat atau tekanan politik, maka konstitusi sebagai norma dasar negara akan kehilangan kekuatannya dan menjadi alat bagi kekuasaan.
Kedua, MK adalah penyelesaian sengketa politik terakhir. Dalam konteks pemilihan umum, MK adalah wasit yang menentukan siapa pemenang sah. Jika wasit ini dianggap tidak netral, maka hasil pemilihan yang seharusnya legitimate bisa ditolak oleh pihak-pihak yang kalah, dan ini sangat berbahaya bagi stabilitas nasional.
Ketiga, MK adalah pelindung hak asasi warga negara. Melalui uji materi, MK memastikan bahwa setiap undang-undang tidak melanggar hak-hak dasar warga negara. Kenetralan adalah kunci agar MK tetap bisa menjadi harapan bagi masyarakat yang hak-haknya terancam oleh produk hukum.
Baca juga: Dengan Adanya Damkar, Masyarakat Lebih Terbantu Ketimbang dengan Polisi
Menjaga Marwah Mahkamah Konstitusi
Lalu, bagaimana kita dapat menjaga dan mengembalikan kepercayaan terhadap kenetralan Mahkamah Konstitusi?
1. Integritas Hakim Konstitusi adalah Fondasi Utama: Proses seleksi hakim harus benar-benar bersih dari intervensi politik dan hanya didasarkan pada kompetensi, rekam jejak integritas, serta independensi pribadi.
Setelah menjabat, kode etik dan perilaku hakim harus ditegakkan tanpa kompromi. Setiap pelanggaran harus ditindak tegas untuk memberikan efek jera.
2. Transparansi dalam Proses Persidangan dan Pengambilan Keputusan: Masyarakat harus memiliki akses yang jelas terhadap proses persidangan, argumen para pihak, dan dasar pertimbangan putusan. Transparansi dapat meminimalisir spekulasi dan dugaan yang tidak benar.
3. Penguatan Mekanisme Pengawasan: Peran Komisi Yudisial dalam mengawasi etika dan perilaku hakim konstitusi, jika sesuai dengan kewenangan yang ada, perlu dioptimalkan.
Selain itu, pengawasan dari akademisi dan masyarakat sipil juga sangat penting untuk memberikan masukan konstruktif dan kritik yang membangun.
4. Menjaga Jarak dari Politik Praktis: Para hakim konstitusi harus senantiasa menjaga jarak dari hiruk pikuk politik praktis. Pernyataan di luar persidangan yang berpotensi menimbulkan bias atau persepsi keberpihakan harus dihindari.
Mahkamah Konstitusi adalah simbol supremasi hukum dan keadilan. Di tengah riuhnya isu-isu politik yang terjadi di sekitar kita, menjaga kenetralan dan independensi MK adalah tugas bersama.
Ini bukan hanya demi marwah lembaga, tetapi demi keberlanjutan demokrasi dan tegaknya keadilan di Indonesia.
Baca juga: Dinamika Hukum di Indonesia: Bagaimana Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Mengubah Arah Keadilan?
Pilar keadilan ini harus tetap kokoh berdiri, bebas dari intervensi, agar mampu mengayomi seluruh lapisan masyarakat tanpa pandang bulu.
Penulis:Â Graciela Natasha Tessalonica Lektonpessy
Mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum, Universitas Negeri Surabaya
Editor: Anita Said
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News