Indonesia sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang dilintasi garis khatulistiwa yang juga berada di antara dua samudera dan dua benua, yaitu samudera Pasifik dan Hindia serta benua Asia dan Australia. Tentu saja berimbas terhadap kepemilikan pulau-pulau lebih dari 17.504 pulau dan kurang lebih 700 bahasa daerah yang begitu beragam, serta tidak lupa memiliki identitas sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia dan negara dengan berpenduduk terbesar keempat di dunia.
Dengan semua faktor-faktor pendukung tersebut, tidaklah heran bahwasanya negara ini memiliki julukan sebagai negara adidaya di bidang budaya atau kultur. Julukan ini tidaklah datang begitu saja, melalui Konferensi Budaya Internasional yang diadakan di Bandung, 24-25 Oktober 2018 hampir sebagian besar delegasi dari berbagai Negara menyematkan julukan tersebut kepada Indonesia.
Di satu sisi kita patut bersyukur, dengan julukan seperti itu, negara kita Indonesia setidaknya semakin memberikan andil, bargaining position, serta pandangan internasional kepada Indonesia juga semakin positif. Namun, di sisi lain, kekuatan serta modal budaya atau kultur tersebut tidak akan membuahkan hasil apa-apa. Maka dari itu untuk meramu semua modal yang sudah kita miliki tersebut butuh segenap kerja sama, perhatian dan dukungan dari setiap elemen bangsa ini, baik pemerintah maupun masyarakat.
Kalau boleh dianalogikan, modal-modal budaya yang begitu besar dan berlimpah yang masih tersimpan di setiap daerah-daerah di nusantara sampai detik ini pun kita sebagai bangsa masih berupaya mencari dan memformulasikan metode yang pas atau cocok untuk menyatukan semua modal tersebut, sehinnga menjadi satu kesatuan kekuatan budaya nan mendunia.
Jika kita telisik lagi ke berbagai sudut pandang, kekayaan budaya/kultural tersebut belum mampu menyentuh serta merubah sendi-sendi fundamen kehidupan bangsa ini. Sejauh ini yang terlihat oleh penulis adalah baru sekedar aspek ekonomilah kekayaan kultural tersebut memberikan efek, sayangnya seringkali sasaran efeknya belum signifikan disertai perjalanannya yang memang kurang konsisten. Contohnya, bisa kita lihat formulasi-formulasi wisata kampung adat yang saat ini sedang booming-booming-nya dicanangkan di berbagai daerah di seluruh nusantara.
Akan tetapi, permasalahan terbesar justru datang dari bagaimana cara atau pun metode yang digunakan untuk mengemas seluruh kekayaan kultural tersebut menjadi satu kesatuan paket yang pada tujuannya bisa memberikan andil besar terhadap semua aspek atau komponen kehidupan bangsa ini.
Coba kita lihat negara sebesar Amerika Serikat. Jika kita paham betul, sebenarnya Amerika Serikat tidak memiliki identitas luhur atau identitas asli. Justru bangsa Amerika Serikat yang kita kenal sekarang merupakan pendatang dari masyarakat kulit putih benua Eropa yang memiliki tujuan untuk menemukan kehidupan yang jauh lebih layak serta menghindari sistem Eropa yang mereka rasa menghimpit perikehidupan mereka. Dan juga, identitas atau bangsa asli Amerika Serikat yang juga kita kenal adalah suku Indian.
Nah, pertanyaannya kenapa justru Amerika Serikat yang notabene sama sekali tidak memiliki identitas kultural asli menjadi negara adidaya dengan menguasai seluruh aspek kehidupan global.
Wisata Kampung Adat Cireundeu
Pemandangan yang indah dengan adat istiadatnya yang santun, menjadi salah satu ciri yang membuat Kampung Adat Cireundeu memiliki potensi yang besar untuk dijadikan sebagai salah satu role model pengelolaan sebuah kultur/budaya sehingga nantinya menjadi sesuatu yang bernilai dengan berbasiskan pariwisata.
Kampung Adat Cireundeu yang terletak di kota Cimahi, Jawa Barat memang sudah lama menjadi proyek pengembangan yang dilakukan oleh pemerintah setempat dengan melibatkan masyarakat terkait, untuk memasarkan Kampung Adat Cireundeu ini menjadi destinasi wisata dengan skala internasional.
Dengan mempersiapkan masyarakat yang sadar wisata, memberikan pelatihan-pelatihan softskill berupa pelatihan bahasa, manajemen pariwisata, pengetahuan lingkungan budaya dan sosial sampai memupuk business ability yang pada akhirnya diharapkan masyarakat Cireundeu selaku pihak terkait mampu menerima wisatawan lokal maupun mancanegara, sudah barang tentu bisa membuat sumber PAD pemerintah selain meningkatkan siklus perekonomian masyarakat dengan tetap melestarikan budaya/kultur dan lingkungan.
Selain itu sejauh penulis amati pengembangan wisata kampung adat Cireundeu ini juga tanpa mengesampingkan peningkatan di sektor yang lain pula, yaitu peningkatan dan pembangunan sarana dan prasarana serta infrastruktur guna menunjang akses pengunjung untuk mengunjungi tempat tersebut. Dan tidak lupa pula keunikan yang sudah menjadi trendmark bagi sebagian besar kalangan adalah keunikan di sisi kulinernya, seperti yang kita ketahui kampung adat Cireundeu terkenal akan masyarakatnya yang mengonsumsi singkong sebagai pangan utama dalam keseharian mereka, bahkan organisasi PBB yang mengurus permasalahan pangan dunia, yaitu FAO beberapa saat yang lalu telah melakukan kajian dan penelitian, bahwa kebiasaan masyarakat kampung Adat Cireundeu ini bisa menjadi model ketahanan pangan se-dunia.
Jadi menurut penulis, sesuai dengan judul tulisan ini berarti saat ini kita sudah memiliki modal yang lebih dari cukup, untuk menduniakan kekayaan kultur dan budaya yang kita miliki ke pentas internasional, mimpi menjadikan Indonesia sebagai episenterum budaya/kultur untuk dunia dengan menjadikan masyarakat adat di setiap daerah mempunyai value berskala dunia.
Penulis merasa kita bisa mencontoh konsep atau skema Wisata Kampung Adat Cireundeu untuk membuat konsep serupa terhadap seluruh budaya dan adat di nusantara, dengan begitu kita bisa percaya Indonesia adalah adidaya dalam hal budaya, adat atau kultur sehingga dunia bisa memandang kita sebagai kesatuan bangsa yang kaya akan budaya berbasiskan masyarakat adat serta posisi kita di kancah internasional semakin diperhitungkan.
Rendy Merta Rahim
Pengajar di PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) yayasan Imam Syafei
Baca juga:
Pasar Jajan Tradisional Kampung Budaya Polowijen Mampu Dongkrak Ekonomi Kreatif
Ciptakan Kedamaian dengan Budaya Toleransi
Apresiasi Budaya Korea, Mahasiswa Belajar Buat Kimbap di Road to Korean Culture Day 2018