Menyingkap Akar Bullying yang Tersembunyi di Pesantren melalui Pandangan Psikoanalitik

Menyingkap Akar Bullying yang Tersembunyi di Pesantren melalui Pandangan Psikoanalitik

Bullying adalah perilaku agresif yang biasanya dilakukan seseorang untuk mengintimidasi atau mendominasi orang lain yang dinilai lebih lemah.

Perilaku penyimpangan sosial ini dapat terjadi dimana saja, termasuk di pesantren. Sebagai lembaga pendidikan yang berlandaskan agama, pesantren diharapkan menjadi tempat yang aman dan mendukung perkembangan moral serta rohani santrinya.

Namun, kenyataannya, bullying juga dapat terjadi dalam lingkungan pesantren. Pendekatan psikoanalisis memberikan wawasan mendalam tentang akar permasalahan bullying.

Memahami Akar Psikologis Bullying di Pesantren

Pesantren, yang memiliki aturan yang ketat dan struktur disiplin yang kuat dapat menjadi lingkungan di mana perilaku Bullying sering terjadi. Menurut psikoanalisis, perilaku agresif sering kali merupakan hasil dari konflik dan ketegangan yang tidak disadari, yang mungkin berakar pada pengalaman masa lalu individu.

Bacaan Lainnya

Santri yang menjadi pelaku Bullying mungkin merasa tertekan atau kurangnya mendapatkan perhatian dari orang-orang di sekitarnya, yang kemudian membuat mereka eertindak agresif sebagai cara untuk melindungi diri atau menunjukkan kekuatan.

Mekanisme Pertahanan dan Identifikasi dengan Agresor

Salah satu konsep penting dalam psikoanalisis adalah mekanisme pertahanan. Proyeksi misalnya, adalah proses di mana seseorang menempatkan perasaan tidak nyaman atau dorongan negatif mereka pada orang lain. Dalam konteks pesantren, seorang santri yang merasa tidak aman atau marah mungkin mengekspresikan perasaannya dengan cara menekan santri lain untuk mengalihkan perasaan tersebut.

Konsep “Identifikasi dengan Agresor” yang diperkenalkan oleh Anna Freud juga relevan. Seorang santri yang merasa tertekan oleh orang-orang di sekitarnya seperti, senior atau figur otoritas  mungkin meniru perilaku agresif yang sama untuk merasa lebih kuat dan mengontrol situasi. Dengan menjadi pelaku Bullying, mereka berusaha melindungi diri dari rasa takut dan perasaan rendah diri.

Dampak Psikologis pada Korban Bullying di Pesantren

Korban Bullying di pesantren dapat mengalami trauma psikologis yang mendalam, yang berdampak pada perkembangan emosional dan rohani mereka. Menurut teori psikoanalisis, trauma ini dapat mengganggu perkembangan ego dan super-ego, dua komponen penting dalam struktur kepribadian.

Korban mungkin mengalami penurunan harga diri, kecemasan, depresi, dan bahkan dalam beberapa kasus dapat mengalami keinginan untuk menyakiti diri. Psikoanalisis juga membantu kita memahami bahwa trauma ini tidak hanya akibat dari pengalamn eksternal, tetapi juga dari interaksi kompleks antara pengalaman tersebut dengan dinamika bawah sadar individu.

Lingkungan religius yang seharusnya mendukung perkembangan moral justru bisa menjadi sumber stres yang memperburuk kondisi psikologis korban.

Baca Juga: Peran Guru dan Kepala Sekolah pada Kasus Bullying di Sekolah

Pendekatan Psikoanalitik dalam Mengatasi Bullying di Pesantren

Terapi psikoanalisis dapat memainkan peran penting dalam mengatasi Bullying di pesantren. Bagi pelaku, terapi bertujuan untuk mengungkap dan mengatasi konflik bawah sadar yang mendorong perilaku agresif mereka. Dengan memahami akar dari perilaku tersebut, pelaku dapat belajar mengembangkan cara-cara baru untuk mengekspresikan diri dan berinteraksi dengan orang lain secara lebih sehat.

Bagi korban, terapi psikoanalitik membantu mereka memproses pengalaman traumatis dan membangun kembali rasa diri yang kuat. Proses terapi memungkinkan korban untuk mengeksplorasi perasaan dan konflik internal mereka, serta mengembangkan strategi koping yang lebih adaptif. Ini sangat penting dalam konteks pesantren, di mana nilai-nilai moral dan spiritual menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari.

Terapi psikoanalisis melibatkan beberapa teknik dan pendekatan yang bertujuan untuk mengungkap dan mengatasi konflik bawah sadar serta membantu individu memahami dan mengatasi masalah emosional mereka. Beberapa metode terapi psikoanalisis yang mungkin diterapkan dalam konteks mengatasi Bullying di pesantren termasuk:

  1. Asosiasi Bebas (Free Association): Klien diminta untuk berbicara tentang apa saja yang muncul di pikiran mereka tanpa sensor atau penilaian. Tujuannya adalah untuk mengungkapkan pikiran bawah sadar yang mungkin terkait dengan perilaku atau perasaan tertentu.
  2. Analisis Mimpi (Dream Analysis): Terapis dan klien bekerja sama untuk mengeksplorasi isi dan makna mimpi, yang dianggap sebagai jalan ke pikiran bawah sadar.
  3. Analisis Transference dan Countertransference: Terapis mengamati dan menganalisis cara klien memindahkan perasaan dan reaksi mereka terhadap orang-orang penting dari masa lalu mereka kepada terapis (transference) dan sebaliknya (countertransference).
  4. Interprestasi (Interpretation): Terapis memberikan penafsiran tentang makna dari perasaan, pikiran, dan perilaku klien berdasarkan pemahaman dari proses terapi.
  5. Penggalian Konflik Bawah Sadar (Uncovering Unconscious Conflicts): Terapi berfokus pada mengidentifikasi dan mengatasi konflik emosional yang tersembunyi atau tertekan yang mungkin menjadi penyebab perilaku agresif atau respons traumatis.
  6. Penyadaran Insight (Insight): Membantu klien untuk mencapai pemahaman mendalam tentang diri mereka sendiri dan akar dari masalah mereka, sehingga mereka dapat mengembangkan cara-cara yang lebih sehat dalam berinteraksi dan bereaksi.

Baca Juga: Incidents of Bullying: Bullying among Students is Widespread in Indonesia

Refleksi dan Implikasi bagi Pesantren

Memahami Bullying melalui lensa psikoanalisis memberikan wawasan mendalam tentang kompleksitas perilaku manusia dalam konteks religius. Ini menekankan pentingnya pendekatan yang komprehensif dalam mengatasi Bullying, yang tidak hanya fokus pada aspek permukaan tetapi juga menggali dinamika bawah sadar yang mendasari perilaku tersebut.

Pesantren perlu mengadopsi pendekatan yang holistik, melibatkan pendidikan emosional, dukungan psikologis, dan terapi psikoanalitik bila diperlukan. Dengan demikian, lingkungan pesantren dapat menjadi tempat yang benar-benar mendukung perkembangan moral, spiritual, dan psikologis santri.

 

Dengan demikian, melalui pendekatan psikoanalitik terhadap Bullying di pesantren, kita dapat melihat betapa kompleksnya perilaku manusia dalam lingkungan religius. Menggali konflik bawah sadar yang mendasari perilaku agresif memungkinkan kita menciptakan langkah-langkah yang lebih efektif untuk mengatasi masalah ini.

Langkah ini tidak hanya membantu mengurangi insiden Bullying tetapi juga mendukung perkembangan psikologis dan emosional yang lebih sehat bagi santri. Dengan cara ini, pesantren dapat benar-benar menjadi tempat yang aman dan mendukung pertumbuhan moral dan spiritual para santri, sehingga membentuk generasi yang kuat dan berakhlak mulia.

 

Penulis: Nuro Azlina Puadi
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam, Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Madani Yogyakarta

Editor: I. Khairunnisa

Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses