New Normal Menghapus Istilah Kupu-Kupu pada Mahasiswa

new normal

Nur Prangawayu
Pengurus Himpunan Mahasiswa Teknik Industri UPN “Veteran” Yogyakarta

Akhir 2019 menjadi gerbang periodisasi dari peradaban yang baru. Ibarat prasejarah yang merupakan periodisasi waktu bagi manusia yang belum mengenal tulisan, sedangkan sejarah sebaliknya, masa dimana manusia sudah mengenal tulisan. Hal yang sama akan terjadi, masa prapandemi dan masa pandemi. Ini bukan merupakan suatu hal yang baru, pasalnya pandemi telah menjadi musuh umat manusia di setiap abadnya. Dikutip penjelasan dari Liputan6.com (9/4/2020), beberapa pandemi tersebut dimulai dari tahun 1720 dengan The Great Plague of Marseille, 1820 dengan pandemi Kolera, 1920 dengan Flu Spanyol, dan 2020 dengan COVID-19. Memang setelah ditelusuri tidak tepat pada tahun 1720, 1820, 1920 atau 2020. Tetapi yang pasti terjadi pada akhir abad dan/atau awal abad dan merubah dinamika kehidupan manusia di berbagai sektor pasca tragedi tersebut.

Masa Pandemi COVID-19

Berdasarkan periodisasi waktu yang penulis usulkan, kita berada pada masa pendemi. Masa di mana manusia berada di pertengahan kegelapan, masa ini akan terus berlangsung selama vaksin belum ditemukan. Mengapa masa ini begitu mencolok sehingga harus diseparasi dari masa prapandemi?

Bacaan Lainnya
DONASI

Pasalnya, pada masa ini terjadi perubahan budaya secara masif pada seluruh aspek kehidupan manusia, seperti peralihan seluruh sistem yang pada awalnya dilakukan secara offline menjadi online. Terlepas dari hal tersebut, belakangan ini terdengar istilah “New Normal” yang masih hangat untuk diperbincangkan. Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmita menjelaskan New Normal adalah perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal namun ditambah dengan menerapkan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan Covid-19. Wiku menambahkan bahwasanya masyarakat diperkirakan akan menjalani kehidupan secara New Normal hingga ditemukan vaksin yang dapat digunakan untuk mengobati, juga sekaligus sebagai penangkal virus corona (Covid-19).

“Transformasi ini adalah untuk menata kehidupan dan perilaku baru, ketika pandemi, yang kemudian akan dibawa terus ke depannya sampai ditemukannya vaksin untuk Covid-19,” katanya.

Di tengah masa ini, terdapat banyak kebiasaan manusia yang mengalami pergeseran, tak terkecuali bagi mahasiswa. Perubahan budaya hidup tersebut telah merubah kehidupan mahasiswa, salah satunya ialah menghilangnya istilah “Kupu-kupu” di kalangan mahasiswa.

Mengapa Istilah “Kupu-kupu” Menghilang?

Seperti dilansir dari Brilio.net (21/10/2017) bahwa mahasiwa dapat dibedakan menjadi 3 tipe utama, yaitu Kupu-kupu, Kunang-kunang, dan Kura-kura. Kupu-kupu merupakan akronim dari “Kuliah-pulang, kuliah-pulang”. Mahasiswa tipe ini merupakan mahasiswa yang memilih untuk menghabiskan waktu setelah kuliah untuk pulang ke tempat tinggalnya. Kupu-kupu datang ke kampus seperlunya saja, yaitu saat jam kuliah reguler. Berdasarkan terminologinya, istilah ini terbagi menjadi kata “kuliah” yang berarti mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dan “pulang” yang berarti pergi ke rumah atau tempat asal.  Oleh karena itu, mufrodat “pulang” pada kata ini menjadi hilang, hal ini dikarenakan menghilangnya elemen jarak, tempat dan waktu dari kata tersebut.

Terlepas dari permasalahan mufrodat/kosakatatersebut. Tipe ini seringkali dianggap sebagai manusia yang tidak bisa keluar dari zona nyaman dan antisosisal, padahal dengan aktivitas di rumah bukan berarti segalanya menjadi tidak produktif bukan? Ada banyak hal produktif yang dapat dilakukan, bahkan lebih produktif jika dibandingkan dengan dua tipe lainnya yang cenderung dekat dengan sosial, seperti membaca buku, menulis artikel (seperti penulis sekarang), atau bahkan bisnis online. Namun, sebagaimana budaya yang tidak mungkin ada jika tidak ada leluhur, paradigma masyarakat ada dan pasti ada yang memulainya, mengakibatkan stigma negatif langsung tertuju pada tipe ini. Eksistensi tipe “Kupu-kupu” ini semakin terancam, berbeda dari kedua tipe lainnya, khususnya di masa pandemi COVID-19.

Tipe Kunang-kunang yang merupakan kepanjangan dari “Kuliah nangkring, kuliah nangkring” ini tidak terjadi pergeseran makna dalam hal aktivitasnya, hal yang sama juga berlaku untuk tipe Kura-kura atau “Kuliah rapat, kuliah rapat”.

Lalu, Apa Masalahnya?

Penulis mengangkat ini bukan untuk membahas terkait kosakata saja, tapi penulis ingin mengajak untuk melihat dari sudut pandang lain, sudut pandang “Gila” penulis. Hilangnya istilah Kupu-kupu menandakan akhir dari statustersebut. Status yang dianggap mempunyai konotasi negatif oleh masyarakat atau bahkan mahasiswa itu sendiri. Dan tahukah anda jikalau paradigma sudah tertanam, maka 1000 pemuda Kupu-kupu pun akan kesulitan menyabut Semeru dari akarnya. Benar bahwa “pencitraan” itu sangat perlu dan tidak bisa selalu dianggap hal negatif. Istilah yang mewakili aspek realisme, penyeimbang dari idealisme yang selalu mahasiswa gaungkan.

Kembali lagi, New Normal dapat dijadikan sebagai ajang bagi mahasiswa untuk “rebranding” secara Kaizen, mempertahankan yang sudah dirasa baik dan memperbaiki hal yang belum baik. Selamat berjuang kembali wahai mahasiswa.

Hidup Mahasiswa!

Hidup Rakyat Indonesia!

Referensi

Larassaty, L. (2020, Mei 19). Retrieved Mei 20, 2020, from https://health.grid.id/read/352157964/beredar-istilah-new-normal-di-tengah-pandemi-covid-19-apa-artinya?page=3

Wicaksono, P. E. (2020, April 9). Retrieved Mei 20, 2020, from https://www.liputan6.com/cek-fakta/read/4224034/cek-fakta-wabah-muncul-tiap-abad-pada-1720-1820-1920-dan-2020

Editor : Muflih Gunawan

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI