Orang Berilmu Tak Paham Agama, Tapi Mengaku Dirinya Ustadz dan Orang Pintar

mengaku ustadz

Agama Islam merupakan agama terakhir dan merupakan agama yang menyempurnakan agama-agama sebelumnya. Islam mengajarkan dan mengatur tentang bagaimana menuntut ilmu. Ilmu adalah cahaya Allah ke dalam hati manusia, yang dengannya kehidupan mereka menjadi lurus dan terbimbing.

Oleh karena itu, ilmu tidak dapat diraih tanpa memperhatikan prasyarat dan tatacara yang layak baginya. Ilmu pun tidak akan tumbuh di dalam hati yang tidak siap untuk menerimanya.

Di sinilah adab diperlukan, yakni suatu disiplin fisik dan mental yang mengantarkan seseorang agar mencapai kondisi yang layak bagi masuknya ilmu, untuk kemudian diharapkan tumbuh dan berbuah. Bila dari setiap ilmu diharapkan buah dan berkahnya, maka tidak ada ilmu yang bisa diajarkan tanpa adab, meski banyak ilmu yang bisa dikuasai tanpanya.

Malik bin Anas pernah berkata: “Pelajarilah adab sebelum engkau mempelajari ilmu.” Ibnul Mubarak pernah berkata: “Seseorang tidak akan mencapai kemuliaan dengan salah satu macam ilmu selama dia tidak menghiasi amalnya dengan adab.”

Bacaan Lainnya

Abul Hasan al-Mawardi berkata: “Setiap orang yang belajar dari orang lain, selama dia tidak melanggengkan adab dalam dirinya, maka apa yang telah ia dapatkan dari gurunya itu akan berhamburan dan ia akan kembali kepada tabiatnya yang semula.”

Allah-lah sumber ilmu, yang mengajari manusia apa-apa yang semula tidak mereka ketahui, terutama tentang siapa dirinya dan siapa Tuhannya. Memandang ilmu sebagai semata-mata elemen dunia material adalah kesalahan fatal, yang sayangnya telah menjadi kelaziman peradaban sekuler kontemporer.

Ibnu Syihab az-Zuhri berkata: “Sesungguhnya ilmu ini adalah pendidikan dari Allah yang dengannya Allah mendidik Nabi-Nya dan dengannya pula beliau mendidik umatnya. Ia adalah amanah Allah kepada Rasul-Nya agar ditunaikan dengan semestinya. Maka, siapa yang mendengar suatu ilmu, hendaklah ia menjadikannya di depannya sebagai hujjah antara dia dengan Allah.”

Ilmu yang didapat nantinya akan berguna kelak di akhirat. Orang yang berilmu belum tentu memiliki agama yang baik, orang yang berilmu agama juga belum tentu beragama dengan baik.

Sebagai contoh orang yang menuntut ilmu pada bidang keagamaan mereka mungkin hanya sekedar mendapatkan gelar dan keakademikan namun tidak menerapkan nya dalam kehidupan sehari-hari.

Ada juga orang yang hanya sekedar membaca tanpa memahami dan mendalami ilmu agama menjadi sok pintar dan mengaku bahwa dirinya ustad dan orang pintar.

Konteks dalam berilmu dan mencari ilmu bahwa ilmu yang didapat seharusnya bisa dibagikan kepada orang lain, namun dalam catatan ilmu yang kita bagi itu juga sudah dipahami dan didalami oleh diri kita terlebih dahulu.

Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Manusia yang paling berat mendapat siksa di hari kiamat, yaitu orang yang mempunyai ilmu, yang Allah tidak memberi manfaat atas ilmunya”.

Dasar kita hidup itu adalah saling berbagi, contohnya berbagi ilmu pengetahuan. Orang yang mencari ilmu pengetahuan tapi ilmu yang didapat tidak ada manfaatnya, tidak mau berbagi, tidak mendalami ilmunya, banyak mengundang mudharat maka tidak berguna atas dia mencari ilmu.

Seiring berkembangnya zaman, kita juga tanpa disadari masuk dalam zaman jahiliyah atau zaman yang bodoh, banyak orang penipu yang mengaku dirinya Rasul, mengaku dirinya ustad dan orang yang memiliki ilmu agama.

Sangat disayangkan hidup di dunia ini sangatlah singkat, hanya hari ini dan hari esok, mengapa dan atas dasar apa mereka mengaku dirinya sebagai Rasul dan orang yang pandai agama?

Ia hanya mencari kebahagiaan di dunia namun melupakan kebahagiaan akhirat. Contoh saja Guz Syamsudin, ia orang berilmu namun menyalahgunakan agama Islam untuk membodohi masyarakat.

Sangat disayangkan sekali, banyak kerugian masyrakat yang mengeluarkan uang untuk berobat dengan kedok obat alternatif dengan ilmu agama.

Tim Penulis:

1. Habib Rifai
Mahasiswa Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia

3. Nur Zaytun Hasanah
Alumni Mahasiswa Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia

2. Arifianto Syahalief Rachman
Mahasiswa Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia

Editor: Rahmat Al Kafi

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses