Pandangan Hukum Islam terhadap Adopsi Anak

Adopsi Anak

Adopsi adalah pengambilan anak yang dilakukan oleh seseorang terhadap anak yang jelas nasabnya untuk dijadikan anaknya sendiri. Hal ini itu dilakukan untuk memberi kasih sayang, nafkah pendidikan dan keperluan lainnya. Rasulullah pernah melakukan adopsi, yakni ketika mengangkat Zaid bin Haritsah sebagai anaknya.

Pada dasarnya, tidak semua praktik adopsi dilarang. Pengangkatan anak ada yang diperbolehkan, tetapi harus mengikuti aturan yang sesuai dengan Islam. Bahkan dalam sejarah Nabi Muhammad, sebelum menerima kerasulannya telah mempunyai seorang anak angkat yang bernama Zaid putra Haristah dalam status hamba sahaya yang dihadiahkan oleh Khadijah bin Khuwailid.

Adapun konsekuensi adopsi anak yang diperbolehkan dalam islam, seperti yang diungkapkan oleh Mahmud Syalthut, yaitu praktik pengangkatan anak yang dilakukan seseorang yang sudah diketahui bahwa anak yang diangkatnya tersebut adalah anak orang lain lalu diperlakukannya seperti anak sendiri dalam kasih sayang dan pendidikan, akan tetapi ia tidak memasukan nasab anak itu kepada dirinya. 

Bacaan Lainnya
DONASI

Agama Islam mendorong setiap muslim untuk memelihara anak orang lain yang terlantar, miskin, tak mampu, dan membutuhkan pendidikan tanpa memutuskan hubungan anak tersebut kepada orang tuanya. Pemeliharaan itu hanya berdasarkan atas penyantunan semata, sesuai dengan anjuran Allah Swt dan bukan karena imbalan yang mengikat[1].

Hukum adopsi diatur dalam firman-Nya: “Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu sebagai ibumu, dan dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. dan Allah mengatakan yang Sebenarnya dan dia menunjukkan jalan (yang benar). Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; Itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka. Maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu, dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Ahzab: 4-5)

Islam membolehkan pengangkatan anak (adopsi) dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. Nasab anak angkat tetap dinisbatkan kepada orang tua kandungnya, bukan orang tua angkatnya
  2. Anak angkat itu dibolehkan dalam islam, tetapi sekedar sebagai anak asuh, tidak boleh disamakan dengan status anak kandung; baik dari segi pewarisan, hubungan mahhram, maupun perwaliaan (dalam perkawinan)
  3. Karena anak angkat itu tidak berhak menerima warisan dari orang tua angkatnya, maka boleh mendapatkan harta benda dari orang tua angkatnya berupa hibah, yang maksimal sepertiga dari kekayaan orang tua angkatnya
  4. Anak angkat tidak boleh mempergunakan nama orang tua angkatnya secara langsung kecuali sekedar sebagai tanda pengenal/alamat
  5. Tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua biologis dan keluarga

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa seseorang dapat memungut dan mengangkat anak, asal saja nasab anak tersebut tidak dihilangkan.

Semua ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi anak kandung, tidak boleh diberlakukan bagi anak pungut dan anak angkat. Islam menghendaki, bahwa pemungutan dan pengangkatan anak, lebih dititikberatkan kepada kemanusiaan yaitu perawatan, pemeliharaan, dan pendidikan anak tersebut, bukan karena alasan lain.

Prinsip pengangkatan anak menurut Islam bersifat pengasuhan dengan tujuan agar seorang anak tidak sampai terlantar atau menderita dalam pertumbuhan dan perkembangan.

Agama Islam menganjurkan untuk saling tolong menolong sesamanya. Jika melihat dari segi budi pekerti dan sosial, maka orang yang melakukan pengangkatan anak berarti telah melakukan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Islam.

Tim Penulis:

1. Moch Iqbal Maulana Azis
Mahasiswa Hubungan Internasional, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, Universitas Islam Indonesi.

2. Nur Zaytun Hasanah
Mahasiswa Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia

Referensi:

Mahjahudin Haji. 2003. Masailul fiqhiah. Jakarta: Kalam Mulia

Muderis Zaini. 2002. Adopsi, Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem Hukum. Jakarta: Sinar Grafika

Kurnia Ilshi. 1996. Problematika Hukum Islam; Hukum Anak Pungut dalam Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus

Samsul Ma’araif. 2005. kaidah-kaidah Fiqih. Bandung: Pustaka Ramadhan


[1] Muderis Zaini, Adopsi, Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), hlm. 52

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI