Pandangan Remaja di Desa Maduran Mengenai Berita Larangan Usaha Pakaian Thrifting

Opini
Ilustrasi: istockphoto

Abstrak

Penegasan larangan kegiatan thrifting kembali ditegaskan oleh presiden Joko Widodo (Jokowi) setelah dengan adanya larangan impor pakaian bekas tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 40 Tahun 2022 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Dilarang Impor.

Pada Pasal 2 Ayat 3 disebut barang dilarang impor antara lain kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas. Barang-barang tersebut dilarang diimpor karena memiliki dampak buruk bagi kesehatan pengguna, lingkungan, pendapatan negara karena tidak bayar bea dan cukai, serta merugikan produsen lokal.

Penelitian ini berjudul Pandangan Remaja di Desa Maduran Mengenai Berita Larangan Usaha Pakaian Thrifting. Tujuan dari penelitian ini untuk meninjau opini publik dan propaganda masyarakat Desa Maduran mengenai larangan kegiatan thrifting di Maduran.

Bacaan Lainnya

Metode yang kita pakai yaitu dengan mengunakan metode kuantitatif untuk survei dan menganalisis terhadap sampel yang diperoleh dari kuesioner yang sudah disebarkan kepada remaja Desa Maduran, Lamongan.

Kata Kunci: Larangan, Thrifting, Remaja.

Baca Juga: Perspektif Penjual Desa Metatu terhadap Usaha Pakaian Thrifting

A. Latar Belakang

Di Desa Maduran Kabupaten Lamongan saat ini tengah memasuki dunia thrifting, salah satunnya tren koleksi barang thrifting yang sering dikonsumsi remaja. Thrifting juga dapat disebut sebagai kegiatan membeli barang bekas pakai, bukan berarti kualitas barang yang dijual tidak begitu bagus.

Namun sebaliknya, barang yang dijual di toko thrift biasanya masih dalam keadaan baik dan berkualitas. Tren thrifting ini pun kian marak di kalangan remaja Desa Maduran Kabupaten Lamongan, dengan adanya tren ini remaja pun menjadi tertarik untuk mengikuti.

Industri fast-fashion mengeluarkan banyak desain baru dalam periode singkat. Hal ini juga membuat remaja cenderung lebih konsumtif.

Remaja bisa menggunakan pakaian apapun sesuai dengan keinginan konsumen. Adanya merek menengah yang mengeluarkan pakaian dan selalu mengadakan “sale” berkala menyebabkan munculnya istilah “fast-fashion”.

Fast-fashion merupakan istilah yang digunakan oleh retailer dan desainer untuk menggambarkan fenomena dan model bisnis yang diimplementasikan secara luas. Keinginan untuk memiliki pakaian fashion yang berkualitas dengan merek terkenal membuat remaja di Desa Maduran Kabupaten Lamongan tertarik untuk melakukan thrifting dengan harga yang lebih terjangkau.

Kasus yang melatarbelakangi penelitian ini untuk menganalisis dan mengkaji larangan impor pakaian bekas (thrifting) terhadap remaja Desa Maduran di balik tren thrifting. Thrifting merupakan kosakata baru yang muncul untuk menandai aktivitas membeli (mengkonsumsi) pakaian bekas layak pakai.

Penelitihan ini dilakukan dengan menarik data-data dari pendapat remaja di Desa Maduran Kabupaten Lamongan.

Alasan kami memilih tema Pandangan Remaja di Desa Maduran Mengenai Berita Larangan Usaha Pakaian Thirfting adalah untuk melakukan survei dan mengetahui bagaimana statistik yang dirasakan oleh remaja setelah ditetapkan adanya larangan thrifting oleh pemerintah yang sudah tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Dilarang Impor.

Fenomena thrifting fashion sebagai modus konsumsi pakaian bekas layak pakai menjadi alternatif bagi untuk memenuhi kebutuhan berpakaian karena harga pakaian yang murah dan bermerek.

Baca Juga: Tanggapan Produsen Mengenai Usaha Thrifting yang Dilarang oleh Pemerintah

B. Kajian Teori

Opini publik remaja di Desa Maduran mengenai minat thrifting setelah diberlakukan adanya larangan dari Permendag (Peraturan Menteri Perdagangan). Sampai saat ini banyak masyarakat masih mengkonsumsi barang thrifting (bekas) terutama para remaja Desa Maduran di Kabupaten Lamongan, karena menurut mereka harga yang relatif lebih murah dan bermerek.

Bahkan beberapa dari remaja menjadikan barang hasil thrifting sebagai koleksi. Padahal tahun lalu sudah ditegaskan bahwa ada larangan ekspor dan impor barang yang diatur oleh Menteri Perdagangan, nyatanya peraturan ini tidak berlaku pada remaja di Desa Maduran Kabupaten Lamongan yang masih banyak mengkonsumsi barang hasil thrifting, apalagi banyak juga event atau festival biasanya terdapat lapakan barang thrifting yang menarik banyaknya minat pelanggan.

Hal ini menunjukkan bahwa larangan pemerintah tidak menimbulkan efek bagi masyarakat atau komunitas thrifting di Indonesia.

Dengan adanya hal ini, ada beberapa sebutan toko barang bekas yang bisa dibedakan tipenya, di bawah ini ada berbagai macam sebutan toko yang menjual barang bekas:

1. Thrift Shop

Thrift shop merupakan toko atau penjual yang khusus menjual pakaian bekas. Sebagian besar pakaian bekas yang dijual merupakan pakaian bekas impor. Namun, ada beberapa juga yang bekas pakai.

2. Car Boot Sale

Sebenarnya toko ini menjual sama saja dengan thrift shop. Tetapi, yang membedakan adalah tempat penjualannya. Biasanya penjual menawarkan barang bekas menggunakan mobil pribadi.

3. Garage Sale

Garage sale adalah istilah untuk barang yang dijual di garasi. Istilah tersebut berasal dari AS karena pada tahun 1950 barang yang dijual biasanya barang rumahan, sisa produksi, terkena reject atau tidak laku sehingga harga yang ditawarkan sangat murah.

4. Vintage Shop

Vintage shop disebut juga toko barang antik, merupakan toko yang menjual barang atau pakaian zaman dahulu yang kualitasnya masih bagus dan mempunyai desain yang unik. Barang yang dijual dalam vintage shop biasanya mengandung nilai jual yang tinggi karena sulit ditemukan dan eksklusif.

Baca Juga: Dampak Trend Thrifting bagi Lingkungan: Solusi atau Polusi

C. Metode Penelitian

Untuk mengetahui opini tentang pandangan ramaja Desa Maduran Kabupatren Lamongan terhadap larangan thrifting. Penulisan artikel ilmiah ini menggunakan metode penelitian kuantitaif untuk mealakukan survei serta mengetahui seberapa banyak jumlah peminatan konsumen terhadap kemungkinan remaja dalam membeli barang thrift setelah adanya larangan thrifting.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan memberikan kuesioner yang berlandaskan hasil dalam bentuk angka dan juga melalui analisis induktif peneliti kesimpulan hasil analisis dari respon remaja Desa Maduran mengenai kasus ini.

D. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Kuisoner merupakan sebuah teknik pengumpulan data dengan menggunakan sebuah angket yang berisikan pertanyaan yang disebarkan kepada responden. Pertanyaan-pertanyaan yang ada pada kuisoner merupakan pertanyaan yang berhubungan dengan topik penelitian, agar data yang didapat sesuai dengan fakta yang ada.

Peneliti memilih teknik pengumpulan data ini karena dirasa cocok dengan target yang ingin peneliti tuju yaitu remaja dengan kisaran umur 17-20 tahun ke atas dan juga teknik ini lebih mudah untuk menjangkau responden.

Berikut ini merupakan hasil yang didapat dari kuisoner yang disebarkan oleh peneliti melalui Google Form, dari situ didapatkan 56 responden yang mengisi kuisoner yang disebarkan melalui media sosial. Kuisoner ini disebarkan pada tanggal 12-13 April 2023. Berikut adalah hasil kuisonernya:

Bisa dilihat dari grafik di atas kebanyakan yang tertarik melakukan thrifting berusia 19-20 yang merupakan usia awal remaja.

Baca Juga: Usaha Thrift Mengancam Industri Tekstil RI

Jenis kelaminnya didominasi oleh perempuan yaitu dengan total 60,7% sedangkan laki-laki hanya dengan total 39,3%.

Sebanyak 100% responden menjawab bahwa pernah mendengar tentang thrifting dikarenakan semua responden adalah customer aktif dalam kegiatan thrifting.

Dari diagram yang di atas didapat bahwa kebanyakan dari responden pernah melakukan thrifting.

Baca Juga: Larangan Pakaian Impor Bekas ke Indonesia oleh Mendag

Pada data di atas juga didapat bahwa kebanyakan responden yang telah melakukan kegiatan thrifting adalah baru dengan dengan total 37,5% dan dususul oleh responden yang menjawab lebih dari 3 tahun dengan total 26,8%

Dan rata-rata budget yang dikeluarkan oleh responden adalah 100 ribu sampai 200 ribu karena dengan hanya mengeluarkan budget segitu sudah mendapatkan beberapa barang yang masih layak pakai.

Pada data di atas didapat juga bahwa kebanyakan responden membeli barang thrifting di media sosial soalnya lebih murah daripada di pasar.

Baca Juga: Gaya Pakaian Jadul NewJeans di Lagu Barunya, Bawa Y2K Style Jadi Hype Lagi!

Dari data di atas menunjukan bahwa rata-rata responden lebih percaya diri memakai barang hasil thrifting yaitu dengan total 89,5%.

Pada data yang ditunjukan di atas, responden lebih memilih tidak setuju dengan adanya berita tentang larangan thrifting dikarenakan hampir semua responden adalah customer aktif di dunia thrifting.

Dari data di atas menunjukan bahwa responden masih mungkin melakukan kegiatan thrifting ini dan selebihnya akan melakukan thrifting.

Baca Juga: Peluang Bisnis di Era Digital

Dari jawaban responden kualitas barang thrifting cukup bagus tergantung oleh kita yang harus pintar memilih barang dan tidak sedikit pula dari mereka mengatakan tergantung harga yang akan mereka keluarkan.

Baca Juga: Thrift Shop Buubo.id

Menurut beberapa responden di atas tidak ada dampak yang serius bagi dirinya selaku customer thrifting dan selebihnya dampaknya juga mulai susah mencari barang brand yang harganya agak miring dari harga barang brand yang baru.

Baca Juga: Bisnis Online Dikala Pandemi

E. Kesimpulan

Kesimpulan dari data yang kami dapatkan dari segi keuntungan responden yaitu dengan adanya lapak thrifting dikarenakan rata-rata responden lebih memilih barang brand yang hanya tidak bagus saja melainkan juga responden mencari harga yang lebih miring, mayoritas remaja juga berumur 17-20 tahun lebih.

Ketika memakai barang hasil thrifting, responden juga lebih merasa percaya diri dikarenakan barang yang dia pakai merupakan barang brand yang berkualitas, dan 70,2% responden lebih tidak setuju karena dengan adanya berita tentang larangan thrifting, responden jadi sulit untuk mencari barang brand yang masih layak pakai namun dengan harga miring, 28,9% responden juga setuju dengan adanya berita tersebut supaya UMKM di Indonesia khususnya pada bidang fashion bisa menguasai pasar lokal dan dikenal dunia sehingga para konsumen banyak yang memakai produk lokal dalam negeri dibandingkan produk thrifthing luar negeri.

Dari data di atas, bisa deketahui bahwa larangan pakaian thrifting yang sudah ditegaskan oleh pemerintah tidak menganggu minat konsumen untuk melakukan jual beli thrifting di Indonesia, terkhususnya pada remaja Desa Maduran Kabupaten Lamongan.

F. Lampiran Link Kuisoner

https://forms.gle/MiyNvsPYELiTtbnZ8

Penulis: 
1. Moh Indra Yogo Srasetyo

2. Baihaqi Mulana Putra
3. Digeris Bahrudin
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Dosen Pengampu: Beta Puspitaning Ayodya, S.Sos., M.A.
Mata Kuliah: Opini Publik dan Propaganda

Editor: Ika Ayuni Lestari     

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Daftar Pustaka

Aditya, R., & Sujianto, S. (2017, October 1). Implementasi peraturan kementerian perdagangan tentang larangan impor Pakaian Bekas . Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau.

Fatah, A., Sari, D. A. P., Irwanda, I. S., Kolen, L. I., & Agnesia, P. G. D. (2023). PENGARUH LARANGAN IMPOR PAKAIAN BEKAS TERHADAP PENGUSAHA THRIFT. JURNAL ECONOMINA, 2(1), 1321-1328.

Simamora, M. M. C. (2021). Kualitas Produk, Harga dan Kepercayaan terhadap Keputusan Pembelian Thrifting (Doctoral dissertation, STIE YKPN). Diakses pada 20 February 2023

https://www.neliti.com/publications/204227/implementasi-peraturan-kementerian-perdagangan-tentang-larangan-impor-pakaian-be

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0811-2564-888
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.