Participatory Design dalam Kajian Perancangan Standarisasi Museum Kayu

Participatory Design

Abstrak

Dalam beberapa decade terakhir, berbagai jenis museum di berbagai belahan dunia semakin gencar mengajak Masyarakat untuk terlibat dalam merayakan budaya melalui berbagai jenis aktivitas. Mereka memperkenalkan media yang variatif dan berhasil mematahkan stereotip lama bahwa museum dikenal sebagai bangunan yang menyimpan koleksi dari warisan masa lalu. Sehingga muncul lah gagasan bahwa ditawarkan pengalaman yang interaktif merupakan salah satu pendorong orang-orang untuk berkunjung Kembali ke museum. Namun faktanya, Sebagian museum besar dikalimantan masih jauh tertinggal di belakang dan masih terhalang oleh keterbatasan dana. Maka dari itu, penerapan Participatory Design menjadi sebuah alternatif untuk menjembatani visi misi museum dengan kebutuhan Masyarakat yang disasarnya. Penelitian ini merupakan tahapan dari perancangan desain yang menggunakan metode Observasi, wawancara sampai analisis konten. Sekaligus berfungsi merumuskan data siap olah yang dibutuhkan dalam tahapan perancangan desain agar mencapai standarisasi museum yang ditargetkan.

Kata Kunci : Museum, Participatory Design, Desain

Abstract

In the last few decades, various types of museums in various parts of the world have increasingly invited the public to be involved in celebrating culture through various types of activities. They introduced a variety of media and succeeded in breaking the old stereotype that museums are known as buildings that store collections of past legacies. So, the idea emerged that being offered an interactive experience is one of the incentives for people to return to the museum. But in fact, most of the big museums in Kalimantan are still far behind and are still hampered by limited funds. Therefore, the application of Participatory Design is an alternative to bridging the museum’s vision and mission with the needs of the community it is targeting. This research is a stage of designing a design that uses the method of observation, interviews to content analysis. At the same time, it functions to formulate ready-to-process data needed in the design stages in order to achieve the targeted museum standardization.

Bacaan Lainnya
DONASI

Keywords : Museum, Participatory, Design

Pendahuluan

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (2009) pada Bab 1 Ketentuan Umum, Pasal 1 No.1, museum merupakan lembaga penyimpanan, perawatan, pengamanan, dan pemanfaatan benda-benda materiil hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa.

Sementara itu, pada Edaran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.66 (2015) tentang museum, menyatakan bahwa museum melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi, dan mengkomunikasikannya kepada masyarakat.

Dari kedua definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa fungsi dasar dari museum telah bertransformasi tidak hanya menjadi semacam gudang penyimpanan koleksi historis semata. Namun sepatutnya ikut berperan sebagai pusat pendidikan, penelitian, hingga pariwisata.

Maka dari itu dibutuhkan berbagai langkah tata kelola permuseuman yang memenuhi standar baik nasional maupun internasional. Seperti yang dicantumkan pada tabel 1 mengenai tiga jenis indikator Standardisasi Museum (Anonim, N.D) berdasarkan aspek Humas dan Pemasaran.

Tabel 1. Standarisasi Museum ditinjau dari aspek Humas & Pemasaran

Poin V – Pendanaan: Aktivitas Hubungan Masyarakat dan Pemasaran
Museum Tipe AMuseum Tipe BMuseum Tipe C
Kebijakan dan Prosedur Operasional Standar hubungan masyarakat dan pemasaranKebijakan hubungan masyarakat dan pemasaranAktivitas hubungan masyarakat dan pemasaran
Kegiatan promosi yang dilakukan museumDokumen promosi kegiatan yang dilakukan museum secara lisan, tertulis, gambar (visual), dan/atau cinderamata kepada publik  Sarana informasi dalam bentuk media cetak dalam bahasa Indonesia  
Media untuk menyalurkan opini publik kepada museum  Sarana informasi dalam bentuk media cetak dan/atau media elektronik dalam bahasa Indonesia dan/atau Inggris 
Sarana informasi dalam bentuk media cetak dan media elektronik dalam bahasa Indonesia dan Inggris  

Di Indonesia sendiri terdapat 435 jumlah museum yang resmi terdaftar di Pusat Data dan Statistik Dikbud (2019), ratusan di antaranya masih banyak didominasi oleh provinsi-provinsi yang tersebar di pulau Jawa.

Dengan satu museum yakni Museum Kabupaten Kotawaringin Timur museum yang masih tergolong dalam tipe C.

Padahal sebagaimana yang diketahui bahwa Sampit memiliki potensi wisata sejarah yang sangat besar mengingat secara historis ada banyak sekali kekayaan hasil budaya sejak masa-masa menguatnya pengaruh budaya barat terhadap invasi ke Indonesia dan juga Sejarah antar suku yang sempat pecah.

Berlanjut dengan dengan lahirnya produk-produk akulturasi dari intensnya aktifitas orang-orang belanda. Namun bagaimanapun, warisan kebudayaan masyarakat Sumatera Selatan yang belum bisa dikelola secara maksimal tidak dapat memberikan manfaat yang signifikan terhadap tumbuhnya ekosistem wisata historis.

Hal ini jelas, mengindikasikan adanya kendala besar yang dihadapi oleh pengelola Museum Kayu sehingga memerlukan partisipasi aktif dari berbagai pihak untuk mencapai standardisasi museum Tipe A.

Metode Penelitian

Beberapa jenis metode penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data primer sehingga dapat mengembangkan sebuah rancangan dasar pengembangan koleksi bagi Museum Kayu antara lain: Observasi Partisipan, dan kuesioner terstruktur dengan mengikuti prinsip dasar dari Participatory Design.

Alasan dipilihnya Participatory Design untuk mengembangkan Museum SMB II dalam mencapai standardisasi museum Tipe A dibandingkan dengan strategi desain konvensional lain seperti pitching desain, sayembara, maupun jasa konsultasi desain terdapat pada faktor partisipasi dan interaksinya.

Mengingat kendala yang sementara dihadapi oleh pihak museum tergolong cukup kompleks dimana masalah museum saat ini bukan hanya ketersediaan koleksi, namun juga menyangkut konservasi struktur dan peningkatan kualitas SDM.

Maka dilakukan lah pembatasan topik melalui metode klasifikasi data berdasarkan ruang lingku dari masing-masing kendala yang berhubungan dengan penerapan ilmu Desain dan Advertising.

Maka klasifikasi data terkait ilmu Desain dan Advertising dibagi menjadi tiga topik utama, yaitu Branding & Promotion, Business Plan, dan Community Development.

Kesimpulan

Mengelola museum adalah tugas yang besar, tidak hanya bagi para pekerja museum, akan tetapi kita juga Masyarakat disekitarnya.

Bagaimanapun, untuk mencapai kondisi yang ideal dimana museum bisa dimanfaatkan bagi Masyarakat, dibutuhkan pendampingan secara khusus oleh tim desain melalui pendekatan Participatory Design.

Skema aktifitas yang berhubungan dengan kajian, konsep, serta implementasi Participatory Design dapat dijadikan rujukan utama.

Penelitian ini merupakan tahap untuk mendukung rangkaian perancangan desain, yaitu collecting data, maka terdapat banyak informasi pendukung dan detail yang masih belum dimuat oleh penulis lainnya.

Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa implementasi Participatory Design terhadap Museum Kayu, Kalimantan Tengah sangatlah menarik untuk dikaji lebih dalam.

Penulis: Yehezkiel Agustianus dan Gerry Maluhamadaton Lamadoken
Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Daftar Pustaka

file:///C:/Users/user/Downloads/792-Article%20Text-1681-1-10-20201112.pdf diakses pada tanggal 22-06-2023

https://e-journal.upr.ac.id/index.php/enggang/article/view/2465 diakses pada tanggal 22-06-2023

http://e-journal.uajy.ac.id/3282/ diakses pada tanggal 22-06-2023

https://asosiasimuseumindonesia.org/anggota/276-museum-kayu-sampit.html diakses pada tanggal 23-06-2023

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI