Partisipasi Masyarakat dalam Dana Desa

Partisipasi Masyarakat Dana Desa

Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis data mengenai jumlah kasus korupsi per sektor selama semester pertama tahun 2020. Dalam siaran pers tersebut, Anggaran Desa  menempati kasus korupsi tertinggi yaitu 44 dari total 169 kasusu korupsi. Peringkat tersebut mencakup di bidang pemerintahan dan pertahanan masing-masing 13 kasus. ICW juga mencatat terjadinya tren peningkatan jumlah kasus korupsi. Sepanjang 2015-2018, tercatat 252 kasus dengan total kerugian negara Rp 107,7 miliar.

Lima besar tingkat korupsi menyangkut infrastruktur dan non-infrastruktur terjadi pada berbagai sektor. Yaitu dana desa, pemerintahan, pendidikan, transportasi dan kesehatan. Korupsi sebagai penyakit mental dan acap kambuh bahkan menular. Merujuk pada angka di atas, hal ini semakin mengukuhkan besarnya korupsi dana desa.

Baca Juga: Pemanfaatan Pajak Desa untuk Memberikan Keringanan kepada Masyarakat pada Saat Pandemi Covid-19

Bacaan Lainnya
DONASI

Pertama, warga tidak memiliki rasa memiliki terhadap desa yang mereka tinggali. Hal ini karena warga kerap mengalami kekecewaan, tidak puas terhadap elite desa (kepala desa dan perangkatnya), sehingga elite ini lebih leluasa mencuri uang rakyat dengan virus dan vaksin ketidakjujuran yang selalu bersahabat dengan mereka.

Kedua, gaya hidup aktor pemerintah desa ini. Merangseknya dunia hiburan yang menjangkau desa dan infrastruktur yang memudahkan akses ke kota secara langsung atau tidak juga menyokong praktik korupsi dana desa. Selain gaya aparat desa yang “borjuis” dan “amtenar”, mereka juga sering melakukan penggelapan dengan menggadakan  anggaran di beberapa titik proyek. Misalnya saja sudah didanai APBN, tapi juga di-cover (fiktif) melalui APBD.

Ketiga, politik etis alias balas budi para kepala desa kepada warga konstituen yang ikut  menentukan pemenang dalam pilkades. Keempat, kuatnya mentalitas pencuri di otak kepala desa maupun perangkatnya sebagai idola baru.

Sedangkan Dana Desa bertujuan untuk memberikan kapasitas desa sebagai unit kesatuan masyarakat terkecil untuk memiliki daya ungkit ekonomi yang berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Jumlah APBN Dana Desa yang disalurkan sejak tahun 2015-2020 mencapai lebih dari Rp 329 triliun untuk 71.074 desa (BPS, 2018).

Dana sebesar itu membutuhkan kompetensi  yang mumpuni untuk mengelola  proyek yang dianggarkan. Dana Desa  APBN yang sesuai dengan SDGs PBB, bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik, mengurangi kemiskinan, memperkuat ekonomi desa, mengurangi kesenjangan pembangunan, dan memberdayakan masyarakat.

Baca Juga: Refleksi Desa Wisata di Kabupaten Hulu Sungai Selatan dalam Anugerah Desa Wisata Indonesia 2021

Pencapaian yang perlu mendapatkan apresiasi adalah manfaat yang telah diterima oleh masyarakat sejak peluncuran Dana Desa pada tahun 2015 dimana infrastruktur perdesaan yang telah dibangun berupa jalan sepanjang 191,6 ribu km; jembatan untuk mempermudah akses 1.130,4 km; pasar untuk memperkuat ekonomi: 9 ribu unit.

Kemudian embung sumber air: 4.175 unit; posyandu: 24,8 ribu; sarana air bersih: 959,6 ribu; Fasilitas MCK yang higienis 240,6 ribu unit; Polindes: 9.692 unit; Pusat Pendidikan Anak Usia Dini: 50,9 ribu dan Saluran Drainase 29,5 juta (Kemenkeu, 2019).

Manfaat Dana Desa sudah dirasakan masyarakat, namun bagaimana pemanfaatan Dana Desa dapat dikelola secara optimal, tepat guna dan sesuai dengan ketentuan pelaporan keuangan sehingga kasus korupsi karena ketidaktepatan dalam pengelolaan proyek Dana Desa dapat berkurang.

Banyaknya praktik korupsi dana desa jelas merugikan dan meremehkan warga desa. Kepala desa dan perangkatnya,  yang berfungsi sebagai referensi, sebenarnya telah berubah menjadi mesin pembunuh untuk masa depan desa.

Hal ini menyebabkan ketidakpercayaan masyarakat dan berdampak pada absennya partisipan rakyat, membuat masyarakat lebih memilih untuk diam untuk urusan desa, pemerintahan desa dan lain-lain. Jika dibiarkan berlarut-larut, bukan tidak mungkin desa tersebut akan mengalami stagnasi, bahkan involusi.

Tidak ada salahnya kita mendorong masyarakat untuk  terus memosisikan diri sebagai mata telinga pemerintah bersama BPD, pendamping desa, aparatur hukum, bahkan media melalui pemberitaan dan konten-konten edukasinya. Untuk itu, tanggung jawab transparansi penggunaan dana desa harus dikomunikasikan kepada masyarakat melalui media konvensional dan virtual. Pendekatan ini setidaknya juga menghambat dan membuat para koruptor gemetar.

Upaya Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Pencegahan Korupsi Dana Desa

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah korupsi dana desa adalah; pertama, akses penuh terhadap informasi tentang anggaran dan program desa. Partisipasi masyarakat dapat tercapai secara efektif jika ada akses informasi yang memadai tentang anggaran dan program desa.  

Kedua, adanya kesadaran partisipasi masyarakat. musyawarah desa (Musdes) merupakan tahapan penting dalam pembahasan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RPKDes). Dalam  forum tersebut juga dikemukakan bahwa masyarakat dilibatkan dalam diskusi, untuk memberikan kritik, kontribusi dan saran bagi program yang akan dikelola oleh Pemerintah Desa pada periode yang akan datang.

Baca Juga: Mahasiswa USM Rangkul Taruna Desa Gemakan Displin Prokes

Namun, bahkan jika mereka telah didorong untuk berpartisipasi, namun partisipasi itu bersifat semu dan bukan partisipasi substansial. Hal ini mungkin disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat akan minat terhadap program-program yang ada. Untuk kondisi tersebut, maka perlu untuk mendorong massa untuk berpartisipasi aktif.

Ketiga, akses komunikasi antara Perangkat Desa dan Masyarakat. hal ini berdampak pada peningkatan  motivasi dan peran masyarakat untuk berpartisipasi dalam program desa. Biarkan masyarakat secara sadar ingin berpartisipasi karena beberapa informasi tertentu dapat diakses dengan mudah. Keempat, mengoptimalkan Peran Organisasi dan Peran Badan Permusyawaratan Desa.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa  pengukuran menjadi sangat penting. Potensi peningkatan sumber daya alam dan manusia harus selalu dipantau. Kinerja dipastikan, dimaknai, dan tentu dievaluasi secara periodik. Penetapan sejumlah sasaran menjadi hal yang tidak bisa ditinggalkan.

Anisa Hernaningtyas
Mahasiswa Universitas Lampung

Editor: Diana Pratiwi

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI