Pemutihan Pajak Kendaraan Bermotor: Solusi Jangka Pendek dan Dampak Jangka Panjang

Pemutihan Pajak Kendaraan Bermotor
Program Pemutihan Pajak Kendaraan Bermotor Depok (Sumber: Instagram @pemkotdepok)

Pajak daerah merupakan salah satu pilar utama yang memberikan kontribusi terbesar dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pendapatan dari pajak daerah akan digunakan untuk mendukung pembangunan di daerah seperti infrastruktur, jalan raya, sekolah, pelayanan kesehatan, tempat ibadah, dan lain sebagainya.

Dari banyaknya jenis pajak daerah, Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) merupakan salah satu jenis pajak daerah yang memberikan sumbangan terbesar dalam PAD hampir di semua daerah di Indonesia. Sebagai contoh di Provinsi DKI Jakarta yang merupakan daerah dengan penerimaan pajak daerah tertinggi di Indonesia, realisasi PKB pada tahun 2023 adalah sebesar Rp9.416.563.568.950 atau 21,64% dari total penerimaan pajak daerah dan ini merupakan realisasi tertinggi dibanding jenis pajak daerah lainnya.

Sumbangan yang besar dari PKB ini dikarenakan kendaraan bermotor merupakan salah satu kebutuhan yang penting bagi masyarakat dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan jumlahnya selalu meningkat dari tahun ke tahun.

Dibalik potensinya yang besar dalam menopang PAD, tingginya tingkat tunggakan pajak menjadi tantangan besar dalam PKB. Melihat hal ini, pemutihan pajak menjadi kebijakan yang sering diambil oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan penerimaan PKB dan mendorong masyarakat untuk melunasi tunggakan pajaknya.

Bacaan Lainnya

Baca Juga: Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12%

Pemutihan pajak yang dapat berupa penghapusan denda ataupun diskon dalam pokok pajak memiliki daya tarik yang tinggi bagi masyarakat terutama bagi yang mengalami kesulitan keuangan atau berpenghasilan rendah yang mendorong mereka untuk mampu melunasi tunggakan pajaknya.

Hal ini menciptakan keberhasilan dalam jangka pendek berupa peningkatan penerimaan pajak dalam waktu singkat dari tunggakan pajak. Namun, dalam jangka panjang, kebijakan ini juga memiliki risiko seperti terbentuknya moral hazard dan menurunnya kepatuhan pajak.

Oleh karena itu, hal ini menciptakan pertanyaan apakah kebijakan pemutihan pajak ini adalah solusi dalam optimalisasi pajak daerah yang benar-benar efektif?

Apa itu Pemutihan Pajak Kendaraan Bermotor?

Pemutihan PKB adalah salah satu bentuk kebijakan yang diambil oleh pemerintah daerah dengan memberikan keringanan atau melakukan penghapusan kewajiban tertentu terkait PKB. Pemutihan pajak tersebut dapat berupa penghapusan denda keterlambatan PKB ataupun penghapusan atau diskon pokok PKB.

Kebijakan pemutihan PKB banyak dilakukan oleh pemerintah daerah di Indonesia yang tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan dan mempercepat penerimaan pajak serta meringankan beban masyarakat. Sebagai contoh, pada tahun 2024 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Badan Pendapatan Daerah Provinsi (Bapenda) melaksanakan kebijakan pemutihan pajak hingga 31 desember 2024 yang berupa penghapusan sanksi administrasi baik bunga maupun denda untuk PKB dan BBNKB penyerahan pertama.

Kebijakan ini ditetapkan melalui Keputusan Kepala Bapenda Provinsi DKI Jakarta Nomor e-0098 Tahun 2024. Selain itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga memberlakukan kebijakan pemutihan pajak yang berlangsung dari 1 Oktober 2024 hingga 30 November 2024.

Pemutihan pajak yang ditetapkan berupa bebas denda PKB, bebas tunggakan pajak tahun ketiga, keempat, dan seterusnya, bebas BBNKB Kendaraan Kedua, dan diskon PKB 2% dan 4%.

Baca Juga: Evaluasi APBD 2023: Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Batam Belum Capai Target Perlu Optimalisasi Demi Kemajuan Kota

Manfaat Pemutihan Pajak Kendaraan Bermotor

Beberapa manfaat dari adanya kebijakan pemutihan PKB adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan Penerimaan Pajak dengan Cepat

Membayar pajak merupakan hal yang kurang menyenangkan bagi mayoritas orang karena dapat mengurangi pendapatan ataupun tabungan yang dimiliki. Dengan adanya kebijakan pemutihan pajak melalui penghapusan sanksi atau diskon pokok pajak dan lain sebagainya akan memberikan daya tarik dan mendorong masyarakat tersebut untuk melunasi tunggakan pajaknya.

Oleh karena itu, pemutihan PKB ini akan dapat meningkatkan penerimaan pajak dengan cepat. Peningkatan penerimaan pajak dari kebijakan ini menjadi suntikan dana segar yang dapat digunakan oleh pemerintah daerah untuk melakukan pembangunan.

Sebagai contoh nyata, program pemutihan pajak Provinsi Jawa Barat pada 2024 kemarin mampu meningkatkan penerimaan PKB di Samsat Subang sebesar Rp18,55 Miliar atau naik 35% jika dibandingkan dengan rata-rata penerimaan pajak bulanan sebelum adanya kebijakan tersebut.

2. Meringankan Beban Ekonomi Masyarakat dan Sebagai Stimulus Ekonomi

Program pemutihan pajak akan menghapuskan dan/atau mengurangi jumlah pajak ataupun denda yang harus dibayar oleh masyarakat sehingga hal ini akan meringankan beban masyarakat secara finansial.

Dengan jumlah pajak ataupun denda yang harus dibayar menjadi hilang ataupun berkurang maka dapat membuat masyarakat memiliki uang lebih yang bisa digunakan untuk konsumsi maupun investasi yang nantinya akan menggerakkan perekonomian daerah dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.

3. Perbaikan Data Perpajakan

Kebijakan pemutihan PKB juga dapat bermanfaat sebagai momentum bagi pemerintah memperbaiki data perpajakan. Hal ini dikarenakan dalam pemutihan pajak, pemerintah daerah akan melakukan validasi terhadap kendaraan bermotor yang tercatat sebagai tunggakan pajak.

Validasi data kendaraan bermotor ini sangat berguna untuk menghasilkan basis data perpajakan yang akurat karena pada kenyataannya banyak kendaraan bermotor yang sudah tidak aktif maupun dijual tanpa dilakukan balik nama sehingga data perpajakannya menjadi tidak akurat.

 Baca Juga: Polemik Pemungutan Opsen Pajak, Apa Benar Menguntungkan?

Dampak Jangka Panjang dalam Kebijakan Pemutihan Pajak Kendaraan Bermotor

Selain memiliki banyak manfaat, penerapan pemutihan PKB juga memiliki beberapa tantangan dan dampak jangka panjang sebagai berikut:

1. Risiko Moral Hazard

Kebijakan pemutihan pajak yang dilakukan secara rutin atau sering oleh pemerintah daerah dapat menciptakan perilaku negatif masyarakat. Masyarakat mungkin akan dengan sengaja tidak membayar pajak mereka tepat waktu atau dengan sengaja menunda pembayaran pajak karena mereka berharap akan ada kebijakan pemutihan pajak di masa yang akan datang.

Hal ini menyebabkan tingkat kepatuhan pajak masyarakat bergantung pada pemutihan pajak dan dapat menghambat pemerintah daerah untuk mencapai tujuan jangka panjangnya, yaitu menciptakan kepatuhan pajak yang konsisten dan sukarela dari masyarakat.

Pemutihan pajak dalam jangka pendek memang mampu meningkatkan kepatuhan pajak masyarakat yang disertai dengan peningkatan penerimaan pajak, namun setelah kebijakan ini selesai kepatuhan masyarakat akan kembali menurun.

Kasus ini sering terjadi di beberapa daerah yang telah menerapkan pemutihan pajak. Hal ini mengindikasikan bahwa pemutihan pajak ini cenderung bermanfaat dalam jangka pendek sebagai solusi meningkatkan penerimaan pajak namun dalam jangka panjang tidak mengubah pola pikir dan kepatuhan pajak masyarakat.

2. Ketidakadilan bagi Wajib Pajak yang Patuh

Pemutihan pajak dapat menimbulkan rasa tidak adil bagi masyarakat sebagai wajib pajak yang telah patuh dalam melaksanakan kewajiban pajaknya. Pasalnya, kebijakan ini tidak memberikan keuntungan bagi wajib pajak yang patuh dan cenderung dianggap merugikan karena wajib pajak yang menunggak pajak justru diberikan insentif.

Rasa tidak adil yang dirasakan oleh wajib pajak yang patuh ini akan dapat menurunkan kepatuhan pajak dan mendorong wajib pajak untuk tidak patuh atau menunda pelaksanaan kewajiban pajak mereka.

Baca Juga: Meningkatkan Kepatuhan Pajak: Layanan PBB di BPKAD Kota Yogyakarta

Strategi Optimalisasi Kebijakan Pemutihan Pajak Kendaraan Bermotor

Agar kebijakan pemutihan pajak tidak hanya sekedar menjadi solusi jangka pendek namun juga memberikan dampak yang baik dalam jangka panjang, pemerintah perlu menerapkan strategi yang komprehensif dan berkelanjutan. Beberapa hal yang dapat dilakukan sebagai strategi untuk mengoptimalkan kebijakan ini adalah:

1. Meningkatkan Kesadaran Pajak melalui Edukasi kepada Wajib Pajak

Kesadaran pajak yang lebih baik dapat menciptakan masyarakat yang patuh dalam melaksanakan kewajiban pajaknya.

Kesadaran pajak dapat ditingkatkan melalui kegiatan edukasi kepada wajib pajak yang akan memberikan wajib pajak pengetahuan tentang pentingnya pajak daerah dan manfaatnya dalam mendukung pembangunan daerah.

Melalui kesadaran pajak yang baik diharapkan masyarakat akan menjadi lebih patuh dalam melaksanakan kewajiban pajaknya dan tidak bergantung pada kebijakan pemutihan pajak.

2. Melakukan Digitalisasi Sistem Pembayaran Pajak dan Memperbanyak Titik Pembayaran Pajak

Digitalisasi sistem pembayaran pajak dan memperbanyak titik pembayaran pajak akan menyebabkan tidak adanya alasan bagi wajib pajak menunda pembayaran pajak karena hambatan dan kesulitan administratif.

Ketika masyarakat sebagai wajib pajak diberikan kemudahan dalam membayar pajak maka akan membuat masyarakat lebih patuh terhadap pelaksanaan kewajiban pajaknya. Hal ini karena pada dasarnya wajib pajak sebagai manusia menyukai hal-hal yang mudah, praktis, dan tidak menyulitkan.

3. Memberikan Insentif bagi Wajib Pajak yang Patuh

Alih-alih hanya meringankan beban pajak dari wajib pajak yang tidak patuh, pemerintah juga harus memberikan reward atau insentif kepada wajib pajak yang patuh. Hal ini dilakukan untuk mencegah peningkatan wajib pajak tidak patuh karena adanya isu ketidakadilan program pemerintah.

Reward atau insentif yang dapat pemerintah berikan kepada wajib pajak patuh misalnya berupa diskon pajak maupun penghargaan simbolis. Selain mengatasi isu ketidakadilan, wajib pajak yang tidak patuh juga akan terdorong untuk berperilaku patuh karena mereka juga akan tergiur dengan adanya insentif tersebut.

4. Membatasi Frekuensi Kebijakan Pemutihan Pajak

Kebijakan pemutihan pajak yang rutin atau terlalu sering dapat memberikan dampak negatif dalam jangka panjang seperti moral hazard atau ketergantungan sehingga frekuensinya perlu dibatasi.

Kebijakan ini sebaiknya diterapkan hanya dalam keadaan tertentu seperti krisis ekonomi, bencana alam, dan alasan lain yang memerlukan penerimaan pajak dengan segera. Hal ini dilakukan agar tidak merusak integritas dalam sistem perpajakan dan menghindari perilaku buruk yang dapat tercipta di masyarakat.

Baca Juga: Optimalisasi Core Tax Administration System (CTAS) dalam Mengefisiensikan Pajak

Berdasarkan hal-hal di atas, kebijakan pemutihan PKB memberikan manfaat yang besar dalam jangka pendek seperti meningkatkan penerimaan pajak dengan cepat, meringankan beban ekonomi masyarakat dan memberikan stimulus ekonomi dalam waktu singkat, dan memperbaiki data perpajakan.

Namun, dalam jangka panjang dapat memberikan dampak yang kurang baik seperti moral hazard dan menciptakan rasa ketidakadilan bagi wajib pajak patuh.

Oleh karena itu, agar kebijakan ini memiliki dampak yang baik dan berkelanjutan, pemerintah daerah perlu melakukan strategi seperti meningkatkan kesadaran pajak melalui edukasi pajak, melakukan digitalisasi dan memperbanyak titik pembayaran pajak, memberikan insentif bagi wajib pajak patuh, dan membatasi frekuensi kebijakan pemutihan pajak.

Diharapkan melalui strategi tersebut dapat menciptakan kepatuhan dan penerimaan pajak yang lebih baik terutama pada PKB yang pada akhirnya dapat menciptakan kemandirian fiskal akibat PAD yang lebih baik.

 

Penulis: Muhammad Hanif Zulfikri
Mahasiswa Jurusan D-IV Akuntansi Sektor Publik, Politeknik Keuangan Negara STAN

Editor: I. Khairunnisa
Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses