Era globalisasi yang sedang terjadi sekarang ini kian mengaburkan batas-batas geografis dan budaya, keberagaman menjadi salah satu ciri utama masyarakat modern.
Indonesia, dengan lebih dari 300 suku dan 700 bahasa, memiliki potensi besar untuk menjadi teladan dalam menjaga keharmonisan di tengah perbedaan. Namun, fakta menunjukkan bahwa perbedaan sering menjadi pemicu konflik.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa hampir 70% konflik sosial di Indonesia terkait dengan isu etnis dan agama.
Oleh sebab itu, pendidikan multikultural di Sekolah Dasar (SD) bukan hanya sebuah pilihan, tetapi kebutuhan yang mendesak. Namun, apakah pendidikan ini mampu menjadi solusi jangka panjang atau hanya sekadar formalitas dalam kurikulum?
Pendidikan multikultural di tingkat SD berperan penting dalam membangun dasar yang kuat untuk generasi mendatang, yang akan hidup di masyarakat yang beragam.
Pada usia ini, anak-anak mulai membentuk cara pandang terhadap dunia dan lingkungan sekitarnya. Dengan mengenalkan konsep keberagaman dan saling menghormati, anak-anak dapat tumbuh menjadi individu yang lebih toleran dan terbuka.
Baca Juga:Â Manajemen Pendidikan Budaya dan Karakter Pendidikan di Sekolah
Pendidikan multikultural menjadi alat yang efektif untuk menanamkan kesadaran sosial dan pemahaman lintas budaya. Anak-anak tidak hanya mempelajari budaya mereka sendiri tetapi juga mengenal budaya lain, sehingga wawasan mereka semakin luas.
Ada beberapa alasan kuat mengapa pendidikan multikultural perlu diterapkan sejak dini. Pertama, usia SD adalah masa perkembangan kognitif yang penting.
Menurut teori Jean Piaget, anak-anak belajar melalui pengalaman langsung dan interaksi sosial. Dengan mengenalkan berbagai budaya dan nilai yang berbeda, anak-anak memiliki kesempatan untuk memahami keberagaman secara langsung.
Kedua, pendidikan multikultural membantu menumbuhkan empati dan solidaritas. Penelitian dari University of California menunjukkan bahwa anak-anak yang terpapar keberagaman cenderung memiliki tingkat empati yang lebih tinggi.
Mereka mampu memahami pengalaman orang lain dan melihat dunia dari perspektif yang berbeda. Menurut laporan American Psychological Association (APA), keterlibatan anak-anak dalam program multikultural meningkatkan keterampilan sosial dan emosional mereka secara signifikan.
Ketiga, pendidikan multikultural dapat mencegah munculnya diskriminasi. Laporan UNICEF menunjukkan bahwa anak-anak yang tidak mendapatkan pendidikan keberagaman lebih rentan mengembangkan prasangka terhadap kelompok lain.
Baca Juga:Â Kembangkan Potensi Desa Minggirsari Blitar menjadi Desa Wisata Berbasis Pendidikan dan Kesenian Budaya
Dengan memperkenalkan nilai-nilai keberagaman sejak dini, kita dapat membentuk sikap positif terhadap perbedaan.
Pendidikan multikultural berdampak besar pada pembentukan karakter anak. Anak-anak yang diajarkan untuk menghargai perbedaan cenderung memiliki sikap hormat terhadap budaya lain.
Hal ini tidak hanya bermanfaat bagi hubungan antarindividu tetapi juga dalam membangun masyarakat yang harmonis. Melalui kegiatan lintas budaya, seperti mempelajari tradisi dan kebiasaan dari daerah lain, anak-anak dapat memperkuat rasa solidaritas mereka.
Penelitian Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) menunjukkan bahwa siswa yang terpapar pendidikan multikultural memiliki sikap toleransi yang lebih tinggi.
Selain itu, studi dari Pew Research Center menunjukkan bahwa generasi muda yang terpapar keberagaman budaya memiliki pandangan lebih positif terhadap imigran dan kelompok minoritas.
Implementasi pendidikan multikultural di SD dapat dilakukan melalui berbagai cara. Salah satunya adalah dengan mengenalkan budaya daerah melalui pelajaran seni dan budaya.
Program seperti “Hari Budaya,” di mana setiap kelas mewakili daerah tertentu, dapat menjadi metode efektif untuk mengenalkan keberagaman.
Baca Juga:Â Anak Bangsa, Satu Pelangi: Pendidikan Multikulturalisme sebagai Pondasi Masa Depan
Kegiatan lintas budaya, seperti festival makanan atau pertukaran siswa antar daerah juga membantu anak-anak belajar tentang budaya lain sekaligus berbagi budaya mereka sendiri.
Selain itu, penggunaan materi pembelajaran yang mencerminkan keberagaman menjadi langkah penting. Buku teks dan sumber belajar lainnya harus mencakup cerita dari berbagai latar belakang budaya, sehingga siswa dapat melihat keberagaman dalam narasi pembelajaran.
UNESCO mencatat bahwa kurikulum yang inklusif dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dan menurunkan angka putus sekolah.
Namun, tantangan dalam pelaksanaan pendidikan multikultural tetap ada. Banyak sekolah masih menganggapnya sebagai tambahan dalam kurikulum, bukan prioritas utama. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pelatihan guru atau keterbatasan sumber daya.
Survei Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI tahun 2022 mengungkapkan bahwa hanya 30% guru SD yang merasa siap mengajarkan pendidikan multikultural secara efektif.
Selain itu, banyak materi pembelajaran yang belum sepenuhnya mencerminkan prinsip multikulturalisme. Dibutuhkan kolaborasi antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat untuk mengatasi tantangan ini.
Baca Juga:Â Masyarakat, Budaya, dan Politik: Membaca Dinamika Terkini
Guru perlu mendapatkan pelatihan khusus tentang cara mengajarkan multikulturalisme dengan metode yang relevan dan menarik. Misalnya, pelatihan pengajaran berbasis proyek atau pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran.
Dukungan orang tua juga krusial dalam mendukung pendidikan multikultural. Orang tua dapat mengenalkan latar belakang budaya mereka kepada anak-anak dan mendukung kegiatan sekolah yang berkaitan dengan keberagaman.
Dengan mengajarkan nilai-nilai toleransi dan penghormatan terhadap perbedaan sejak dini, kita dapat membentuk generasi yang empatik dan bersolidaritas tinggi.
Pendidikan multikultural bukan hanya solusi untuk masa depan, tetapi kebutuhan yang harus diwujudkan sekarang. Bersama-sama, pemerintah, guru, dan orang tua dapat menciptakan pendidikan multikultural yang efektif dan bermakna di sekolah dasar.
Dengan demikian, keberagaman tidak lagi menjadi penghalang, tetapi kekuatan untuk membangun masyarakat yang harmonis dan inklusif.
Penulis: Putri Anas Tasya Basuki
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Pendidikan Ganesha
Editor: Siti Sajidah El-Zahra
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News