Pengaruh Dampak Lingkungan pada Gempa terhadap Proyek Konstruksi Bangunan yang Membuat Kerusakan Struktural

Pengaruh Dampak Lingkungan pada Gempa terhadap Proyek Konstruksi Bangunan yang Membuat Kerusakan Struktural

Indonesia masih banyak sekali yang mengalami kerusakan pada bangunan struktural yang disebabkan oleh dampak lingkungan salah satunya adalah gempa bumi. Gempa bumi adalah getaran yang terjadi di permukaan bumi. Gempa bumi terjadi ketika ada pergerakan energi di kerak bumi atau pergerakan lempeng tektonik.

Indonesia berada di peringkat 37 dari 180 negara yang mengalami bencana alam dan berada di urutan ke-2 yang sering mengalami terjadi gempa bumi.

Indonesia sering mengalami gempa bumi penyebabnya karena dilalui oleh pertemuan 3 lempeng tektonik, yaitu : Lempeng Indo-Australia, Lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik. Agar meminimalisir dampak gempa bumi terhadap konstruksi bangunan perlu adanya inovasi seperti Base Isolation.

Base Isolation atau Isolasi Dasar adalah teknologi inovasi konvensional yang sering digunakan jembatan atau bangunan gedung bertingkat terbuat dari karet. Isolasi dasar salah satu teknologi untuk mengurangi dari dampak bencana alam seperti gempa bumi.

Bacaan Lainnya

Bahan dasar utama dari isolasi dasar yaitu karet, jenis karetnya yang digunakan adalah karet Hevea. Karet Hevea merupakan produsen Indonesia terbesar di dunia yang sering digunakan untuk produk rumah tangga, pekerjaan tanah, dan bahan konstruksi seperti isolasi dasar.

Baca Juga: Participatory Design Workshop: Pendekatan Partisipasi dalam Desain Rancangan Struktur dan Bangunan Tahan Gempa

Bukan hanya digunakan pada bangunan saja, tetapi pada struktur jembatan juga bisa digunakan Base Isolation  karena memiliki menyeimbangkan gaya getaran. Selain untuk menyeimbangkan getaran gaya, isolasi dasar memiliki kelebihan lain yaitu mampu menahan beban bangunan dan meneruskan defleksi horizontal relatif terhadap tanah dan mampu mengeluarkan biaya lebih sedikit karena kerusakan sangat minim. Kelemahan dari isolasi dasar adalah tidak bisa digunakan pada tanah lunak.

Cara kerja isolasi dasar adalah dengan cara menyeimbangkan getaran gaya horizontal seperti gempa. Isolasi dasar terletak di antara pada fondasi dasar untuk mencegah getaran struktur. Karena terbuat dari karet isolator dasar bersifat elastis terhadap pembebanan yang dialaminya sehingga dapat menyeimbangkan pada bangunan bertingkat maupun jembatan.

Sifat karet yang digunakan isolasi dasar sebagai bahan dasar utama bukan memakai karet biasa, tetapi karet yang bisa menahan beban bangunan atau struktur yang berat. Bukan hanya untuk gempa bumi saja, tetapi isolasi dasar bisa menyeimbangkan gedung tinggi karena angin dengan cara mengembalikan posisi gedung pada semula.

Jenis-jenis isolasi dasar ada dua jenis sesuai kebutuhan dan jenis struktur masing-masing. Dua jenis isolasi dasar yaitu High Damping Rubber Bearing (HDRB) dan Lead Rubber Bearing (LRB). Jenis High Damping Rubber Bearing (HDRB) yang dirancang secara khusus dengan kemampuan redaman yang tinggi, kemudian diapit oleh lapisan pelat baja guna untuk perkuatan.

Sedangkan jenis Lead Rubber Bearing (LRB) dirancang untuk kemampuan menahan beban bangunan, gaya lateral, dan menyerap energi deformasi plastis dari redaman histerisis. Redaman histerisis adalah sebuah sistem yang mendisipasi energi melalui deformasi material, sementara deformasi material adalah deformasi jenis Lead Rubber Bearing setelah terkena gaya gempa.

High Damping Rubber Bearing (HDRB) menggunakan seismik berbahan karet tebal yang dirancang khusus dengan kemampuan gaya getaran yang tinggi. High Damping Rubber Bearing kemudian di apit oleh lapisan pelat baja berguna untuk perkuatan dari karet tersebut.

Baca Juga: Peran Teknik Sipil dan Pembangunan Berkelanjutan di Era Revolusi Industri 4.0

Bantalan karet tebal dan dengan di apit baja redaman tinggi akan mengalami terjadinya perpindahan gaya melalui deformasi geser karet. Pada saat gaya gempa skala kecil atau angin terjadi, gedung dengan menggunakan sistem HDRB tidak mengalami terdeformasi secara signifikan.

Hal ini terjadi dikarenakan bahan yang digunakan karet dan diapit baja membuat nilai kekakuan HDRB yang tinggi. Jika skala gempa terus meningkat, maka sistem HDRB secara otomatis akan mengalami mengundurkan kekakuannya sehingga dapat menyeimbangkan getaran yang terjadi.

Ketika kekakuannya melebihi dari prediksi perhitungan  yang akan terjadi terus meningkat sampai nilai kekakuan tersebut melebihi kemampuannya yang disebut hardening effect.

Lead Rubber Bearing (LRB) adalah komponen utama menggunakan bantalan karet berlapis dan berinti tebal. Pada bagian LRB terdapat timah yang menjadi tulangan utama dari pusat base isolator untuk menahan bangunan. Lapisan karet berlapis dan berinti tebal berfungsi penahan gaya aksial gedung.

Sedangkan timah pada bagian base isolator berfungsi sebagai penyerapan gaya gempa sehingga struktur yang diakibatkan oleh gaya gempa akan terdisipasi. Penambahan timah pada bagian tengah base isolator mampu menambah redaman hingga 30%. Sifat sistem Lead Rubber Bearing pada gedung sangat fleksibel pada arah horizontal, namun memiliki kekakuan yang tinggi pada arah vertikal.

Alasan memilih kedua jenis isolator High Damping Rubber Bearing (HDRB)  dan Lead Rubber Bearing (LRB) adalah menggunakan karet Heavea yang sangat tebal dan kuat terhadap bangunan. Karet Heavea sangat banyak dijumpai di Indonesia karena Indonesia sendiri produksi terbesar di Indonesia.

Karet Heave adalah jenis karet yang sangat kuat dan tebal. Oleh karena itu, karet heavea digunakan bahan dasar utama base isolator. Bukan hanya itu saja, karet hevea memiliki harga yang cukup mahal dibandingkan jenis karet lainnya karena memiliki sifat tebal dan kuat.

Selain memiliki sifat tebal dan kuat, karet heavea memiliki sifat elastis paling unggul dari semua jenis karet. Sifat elastis itulah yang dibutuhkan untuk mengikuti pergerakan horizontal permukaan bumi ketika gempa.

Persyaratan dalam penerapan sistem base isolation terhadap bangunan tertera pada ketentuan SNI 1726:2019. Syarat dalam SNI tersebut yaitu harus mempertimbangkan kondisi lingkungan seperti tanah lunak tidak bisa digunakan base isolation.

Baca Juga: Participatory Design Workshop: Pendekatan Partisipasi dalam Desain Rancangan Struktur dan Bangunan Tahan Gempa

Kondisi lingkungan lainnya seperti beban angin, lelehan suhu terhadap panas, dan pengaruh kelembapan. Jarak pemisahan antara struktur dengan base isolation tidak boleh kurang dari perpindahan maksimal total. Penerapan sistem base isolation tidak disarankan pada bangunan kecil karena dapat menguras biaya yang dikeluarkan.

Contoh bangunan penggunaan sistem base isolation adalah pada bangunan Burj Khalifah yang memiliki gedung tertinggi di dunia. Bangunan yang ada di jepang sudah terbiasa memakai base isolation.

Jepang sering menggunakan base isolation karena risiko terjadi gempa sangat tinggi. Bukan hanya bangunan pencakar langit saja, tetapi jembatan ada yang memakai base isolation. Contoh jembatan penggunaan base isolation yaitu jembatan Hanshin Expressway di Kobe, Jepang.

Indonesia saat ini sangat minim atau jarang penggunaan isolasi dasar karena beberapa alasan tertentu. Penyebab yang paling utama minimnya penggunaan isolasi dasar adalah tanah rata-rata di Indonesia tanah lunak. Tanah lunak sangat tidak disarankan penggunaan base isolation karena tidak sesuai persyaratan peraturan memasangkan base isolation.

Bukan hanya itu, base isolation per unit sangat mahal oleh karena itu tidak disarankan penggunaan gedung biasa. Karena produksi di Indonesia sangat minim ditemukan sehingga memerlukan produksi impor dari luar negeri akibatnya penggunaan base isolation sangat jarang ditemukan.

 

Penulis: Iqbal Aji Mahendra
Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Universitas Tidar

Editor: I. Khairunnisa

Bahasa: Rahmat Al Kafi

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses